03

977 151 4
                                    

Saling mengenal selama satu minggu, baik Yeri maupun Seulgi sungguh was-was tentang siklus pergaulan Jungkook Bagaskara. Efek samping yang diberikan Taehyung Alviano terbilang sangat ampuh, entah kenapa si degem imut mulai berani membolos sebanyak tiga kali berturut-turut.

Jungkook yang disudutkan oleh pertanyaan panik hanya mampu mengangkat sebelah tangan simbol kekalahan sambil mengedik. Ia torehkan senyuman polos, cari alasan sebisa mungkin dan terjang kegusaran dua gadis tersebut sampai hilang.

“Kak Taehyung beneran baik. Kalian gak usah berlebihan kayak gitu.”

“Tapi Jung, kamu tuh gak tahu kalau Taehyung pernah ikut tawuran sampe diskors satu bulan.”

“Bener tuh, apalagi dia suka panjat pager belakang terus kabur sama anak STM pembangkang.” lanjut Yeri teguh.

Beberapa murid lain sibuk mendengarkan, ingin gabung bergosip tapi gagal ketika gebrakan pintu dibuka oleh kelancangan polos Taehyung sebelum nyengir seraya melambaikan tangan agar Jungkook datang menghampiri.

“Sini, dek.”

Kira-kira begitu arti gerak bibir tak bersuara.

Jungkook melirik ekspresi suram Seulgi juga Yeri. Masih bersikeras membela karakteristik Taehyung lalu berjalan pelan melewati teman sepermainan. Seulgi membuang nafas berat, sedangkan Yeri menggertakkan gigi selagi cemberut mengintai kepergian Jungkook.

Chairmate dia direbut.

Oleh Taehyung Alviano pula.

“Kenapa? Abis diinterogasi cabe-cabean, ya?”

Mereka berjalan beriringan melewati lorong ramai, sukses tarik intensitas sorotan tajam dari berbagai sumber manusia. Bagaimana tidak, kalau sedari tadi Taehyung sibuk merangkul bahu Jungkook lalu cubit daun telinga untuk dimainkan. Si pemilik menggelinjang geli, sembunyikan rasa malu sebab usapan Taehyung kian turun menekan denyut nadi pada titik sensitif leher.

“Lo gak pernah pacaran? Kok, gue pegang segini aja langsung merah.”

“... Gak pernah.” jawab Jungkook pelan.

Sontak buat tawa merdu Taehyung mengudara memberi afeksi tak terkira. Jungkook mematung terpesona mengingat hampir 2 tahun ini ia kagumi figur tampan Taehyung diam-diam. Ya, Jungkook Bagaskara termasuk fanboy si begundal Alviano semenjak masa orientasi di tahun ajaran baru.

Dulu, Taehyung pernah menggiring bola basket mempertontonkan keahlian dengan mata serius terlalu menawan. Jungkook terpana ditempat, ukir kenangan singkat tentang sosok kakak kelas terkenal dan kagumi jauh dilubuk hati sebab tidak berani menunjukkan jati diri.

Maka dari itu ketika Taehyung menawarkan perkenalan sembrono justru Jungkook terima sepenuh jiwa.

“Temenin gue ke ruang teater yuk dek. Kita liat kudaniel latihan drama buat pensi nanti.”

Ia mengangguk patuh, tenangkan debar jantung hanya karena kedekatan fisik yang senantiasa Taehyung berikan.

“Oh, ya. Nanti pulang sekolah mau ikut ke warnet gak? Ada Jimin, Jaehyun sama Woojin juga.”

“Ngapain ke warnet, kak?” tanya Jungkook penasaran sebab belum pernah menginjakkan kaki diruang bising berjajar komputer.

“Buat nonton bokep, ya buat main game lah.”

Gemas, Taehyung tarik pipi Jungkook sampai melar. Dia terbahak senang, dekatkan posisi wajah sebelum tatap mata hitam Jungkook lamat-lamat.

Lucu, Taehyung tidak tahu saja bahwa si lelaki bertampang kelinci sudah bergetar gugup selagi singkirkan emosi rumit supaya terhindar dari bibir lembut kepunyaan Taehyung.

“Mau jadi pacar gue, gak dek?”

Sial.

Jungkook sontak mematung bagaikan boneka kayu.






🐰 ᰔᩚ 🐯








Tema naskah yang Daniel Ganendra jalani menyangkut penyesalan seorang anak nakal karena sering buat ibunya terluka juga merampas uang tabungan bak pencuri ganas. Jihyo berperan sebagai sosok wanita paruh baya, tentu buat Daniel kelimpungan sebab tidak bisa membentak apalagi berakting kejam.

Guru pembimbing yang mengajar tampak menjerit frustasi. Ia pukul kepala Daniel agar segera bermain profesional menggunakan gulungan kertas kusut.

Taehyung menonton datar dari deretan kursi teater. Gigit potongan roti isi selai strawberry sambil menyedot susu kotak berperisa serupa. Punggung dia bersandar di kursi sedikit lesu, intip kerutan kening Jungkook saat menyaksikan dengan tampang seksama pada pelatihan diatas panggung sana.

“Mau gak, dek? Tapi rasa strawberry. Gue denger lo lebih suka rasa pisang.”

“Aku juga suka rasa strawberry, agak asem tapi candu kayak zat adiktif.” sanggah Jungkook lugas dan menoleh menunjukkan senyum tipis.

“Kosakata lo lumayan berat buat gue anak IPS.” balas Taehyung jenaka, masih setia menyerahkan camilan ringan kepada adik kelas secara cuma-cuma.

“Pensi-nya kapan, kak?”

“Minggu depan, kenapa? Lo mau tampil juga?”

Jungkook menggeleng cepat, “Gak, tapi kata Yeri Kak Taehyung suka nyanyi dipanggung sama anak kelas XII-IPS 3 yang lain.”

Bohong, sebenarnya Jungkook tahu secuil informasi barusan gara-gara stalking semua tentang Taehyung lewat fanbase.

“Oh, kayaknya tahun ini gak dulu, deh. Gue lagi males.”

Kelopak mata Jungkook menurun setengah untuk menutupi binar kecewa. Dia gigit sedotan dari minuman Taehyung gusar sampai kekeh geli terlontar hangat menerjang jungkook seiring usapan pada daun cuping kelewat intim.

“Lo liar juga ya, dek. Tadi tuh indirect kiss loh. Apa lo segitu sukanya sama bibir gue?”

Malu.

Jungkook jauhkan sedotan tadi sebelum tergagap dengan noda merah merona disekitar wajah pun telinga. Dia benar-benar lupa kalau susu kotak ini milik plus bekas Taehyung minum.

“G-gak kok, kak. Siapa y-yang suka?!”

Duh, tolol.

Jungkook mau menampar mulutnya sendiri melampiaskan kekesalan saat penolakan justru ia lempar. Taehyung tidak tersinggung, dia malah melebarkan senyum seraya menusuk pipi Jungkook jenaka bagaikan anak kecil.

“Gugup ya? Muka lo udah mirip tomat, nih. Merah sampe ubun-ubun.”

“Kak ... ”

“Santai kali, dek. Gue cuma bercanda tadi, lo gak baper 'kan? Gue juga masih suka cewek montok.”

Nyes.

Tertohok seketika ulu hati Jungkook. Baru sadar jika Taehyung Alviano sejenis bajingan berkedok setia yang senang menebar pesona sana-sini bagai petani sawah kala menanam benih.

“... Aku gak jadi ikut ke warnet deh, kak.”

“Lah, kenapa?”

Mana bisa Jungkook akui dengan jujur bahwa ia terlanjur sakit hati perihal penegasan Taehyung beberapa detik lalu. Yang ada malah canggung bercampur gengsi menggunung.

“Gapapa, baru inget kalau pulang sekolah ada jadwal les.”

Mendesah pasrah, Taehyung usap pucuk kepala Jungkook sembari menjawab dan dekap bahunya erat. “Yaudah gapapa, lain kali gue ajak lo lagi.”

“... Hm.”

Bodoh,

Taehyung benar-benar bingung akan perubahan suasana hati Jungkook yang mulai mendung memasang tampang suram. Ia menggaruk dagu sesaat, angkat bahu acuh tak acuh lantas kembali menonton latihan drama guna menghabiskan waktu luang.

Lumayan lah, kapan lagi Taehyung lihat Daniel kelabakan dimarahi sampai mampus.

Roman Picisan | KV ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang