✌🏻

10 8 0
                                    

happy reading 🙌🏻

Begitu sampai di rumah, Alif langsung menghampiri Agus yang mana baru saja tiba selepas kerja.

"Yah ayah! ayoooo, katanya mau ngajarin aku sepeda" tagih alif kepada sang ayah yang sudah menjajikan hal tersebut.

Agus tersenyum lembut, "Iya nak sabar ya, sekarang kamu ganti baju dulu ya? ayah siapin sepedanya"

"siap yaahh!"

-------

Setibanya di taman, anak dan ayah itu langsung bersiap untuk memulai latihan sepeda.

"Nah, ayo coba kamu naik. Ayah pegang jok sepedanya" perintah sang ayah

Alif menelan ludahnya, entah kenapa keberaniannya serasa hilang dalam sekejap, bayang bayang sakitnya jatuh dari sepeda terus menyelimuti pikirannya. "Aku takut yah"

"kenapa harus takut sayang? Kan ada ayah disini. Ayah bakal nangkep kamu kalo jatuh, ayah bakal siap ngajarin kamu kapanpun itu. Semangat dong. Mana nih anak ganteng ayah yang berani? " Agus mencoba menyemangati Alif yang tengah di landa grogi. Hal tersebut wajar, hanya saja ia ingin mengatakan kata kata yang tidak memutus semangat sang anak.

Setelah ia rasa cukup tenang, Alif pun naik dan mulai menjalankan sepedanya. Alif menjalankan sepedanya dengan pelan dan hati-hati, dengan sang ayah yang menuntunnya. Agus mulai mengajari Alif dengan sabar.

satu jam pun berlalu

Setelah waktu yang lumayan lama, Agus mulai merasa lelah. Wajar saja, yang mana ia baru selesai bekerja dan langsung melatih sang anak--Alif-- berlatih sepeda. Agus mengelap keringatnya, lalu mengibas ibaskan tangannya karena merasa kegerahan.

"Alif, ayo istirahat dulu" ajak agus.

Alif mengerutkan dahinya, "Sebentar lagi yaahh, tanggung ini udah mulai bisa" tolak Alif. Ia masih bersemangat, apalagi dirinya sudah mulai terbiasa dan cukup mumpuni setelah belajar bersepada dalam waktu satu jam. Maklum, anak kecil memang energinya seperti tidak habis habis.

Agus terlihat berfikir sejenak, toh mungkin Alif hanya akan berkeliling di sekitar taman. "Ya sudah ayah duduk disini ya, kamu hati-hati lho nak, jangan ke jalan raya ya"

"baik yah" ucap alif dengan girang.

Cukup lama Alif bersepeda, mungkin sekitar 15 menit, barulah ia mulai dilanda rasa haus.

"yah aku mau minum" pinta alif

"sini turun dulu, sepedannya taruh dulu itu nak"

Agus menyodorkan botol minum yang ia bawa. Dengan sigap Alif langsung meminum air tersebut untuk melepas dahaganya.

Setelah dirasa hilang rasa hausnya, Alif langsung meminta ayahnya untuk melanjutkan latihan sepedanya.

"ayo yah lanjut aku sudah tidak sabar" ucap alif dengan semangat yang menggebu-gebu.

"ayo, sekarang coba ayah lepaskan ya, ayah pantau dari belakang" ucap ayah.

Pertama tama alif hampir jatuh, tapi agus dengan sigap menopangnya.

Tak terasa sudah 2 jam lebih Alif berlatih sepeda. Usahanya tidak sia-sia, sekarang ia sudah cukup untuk dibilang lancar bersepeda.

"ayah ayah! Aku mau gabung sama temen-temen ya?? " Alif bertanya dengan mata berbinar binar.

"Boleh, tapi jangan jauh-jauh ya? "

"Siap yahh"

Agus memilih untuk mengawasi Alif dari kejauhan, ia merogoh sakunya, mengambil sebungkus rokok dan korek api. Ia mulai menyalakan rokok, dan menghirup nikotin tersebut. Agus tidak tahu saja, jikalau hal ini yang akan membuat ia sangat menyesal nantinya.

Benar saja, setiap menghirup sebatang nikotin, pikiran Agus memang selalu berkeliaran, ia memikirkan hal hal lain yang mana membuat dirinya asyik pada dunianya sendiri.

Agus melihat jam tangan yang melingkar apik di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukan pukul 17.12 WIB. Bodohnya ia lupa akan eksistensi sang anak yang tidak tertangkap oleh retinanya. Ia berjalan cepat mencari keberadaan Alif, sambil memanggil manggil nama sang anak.

Naasnya Agus justru melihat anaknya sedang dikerumuni warga, dengan badan yang bersimbah darah. Pupil matanya bergetar, nafasnya memburu tidak beraturan. Belum ada sejam Alif meminta izin padanya untuk bermain sepeda dengan teman temannya, belum ada sejam Alif memanggilnya Ayah, belum ada sejam Alif berceloteh padanya. Agus berharap jika ini mimpi, sungguh.

Dengan tangan bergetar, agus merengkuh tubuh Alif. Ia memeriksa denyut nadi sang anak. Lemah, denyut nadinya kian melemah.

Beruntungnya si pelaku mau bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi pada Alif. Akan tetapi, belum sempat dibawa ke rumah sakit untuk pertolongan lebih lanjut, Tuhan berkehendak lain. Nyawa bocah lugu itu tidak bisa di selamatkan. Hembusan nafas terakhirnya itu meninggalkan rasa penyesalan yang teramat bagi Agus.

Hari xxx, bulan xxx, tahun xxx
Pukul 17.36
Alif Chandra Bhanuresmi, Menghembuskan nafas terakhirnya di dekapan sang ayah, Agus Bhanuresmi.

jangan lupa bintangnya ya ⭐
terimakasih🥰

Agus Dan AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang