Awal hingga akhir

18 6 22
                                    

Siang ini matahari sangat terik. Cuaca yang panas bukan halangan untuk Atma terus berjalan membawa sebuah karung yang berisikan rongsokan.

Berangkat saat fajar menyingsing dan pulang saat fajar hampir tenggelam. Hari harinya sering dia habiskan di jalanan. Bukan tanpa alasan, diusianya yang masih remaja dia harus menjadi tulang punggung keluarga. Menghidupi ibu yang menderita alzheimer membuatnya harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dulu ibu yang bekerja mencari uang, sekarang Atma yang harus gantikan, karena kondisi ibu sudah tidak memungkinkan.

Dalam hidup Atma dia hanya memiliki ibu seorang. Ayah? Dulu bahkan saat Atma baru saja hadir di dunia, Tuhan sudah memanggil Ayah untuk pulang.
Atma bahkan tidak pernah melihat Ayahnya secara nyata, dia hanya tahu melalui foto usang yang bentuknya sudah tak karuan.

Dulu Atma bersekolah, tapi tak sampai tamat Smp dia terpaksa harus berhenti. Selain uang bulanan sekolah yang sering menunggak, lalu ibu yang tiba-tiba sakit membuat Atma harus berganti peran.
Bekerja mencari uang untuk ibu berobat dan agar mereka bisa makan.

Dia usap keringat di pelipisnya tanda lelah sudah dirasa. Dia beristirahat sebentar di pinggir jalan dan meminum air yang dibawanya dari rumah.

"Ahaha lihat tuh ada gembell,"

Bug!

Sekumpulan remaja seusianya yang juga berjalan di jalan itu menyebut Atma seorang gembel dan melemparinya botol air mineral yang masih berisi.
Mengenai dadanya.

"AHAHHAHA," mereka tertawa terbahak bahak karena Atma hanya diam tidak melawan, lalu mereka pergi begitu saja.
@@@@@
Sebenarnya bukan hal baru yang Atma rasakan, dia sudah biasa mendapat perlakuan buruk dari orang lain hanya karena pakaiannya yang lusuh serta kegiatannya yang mencari rongsokan.
"Pemulung" sebut saja begitu.

Mulai dari diusir, dicaci maki, bahkan direndahkan. Atma sudah terbiasa. Dia terima segalanya dengan lapang dada. Melawan pun tidak ada gunanya, karena dia akan selalu kalah.

Batinnya "sama-sama manusia kok saling menyakiti, apa mungkin dia sudah kehilangan nurani?"

Helaan nafas Atma meredam amarah. Karena kata ibu, marah untuk rakyat rendah seperti kita tidak ada gunanya, kita adalah orang gak punya yang akan selalu kalah melawan mereka yang semena-mena terlebih jika mereka kaya.

Dia lupakan kejadian barusan dan kembali berjalan menyusuri jalan, menggeledah tempat sampah.....

Hari ini rongsokan yang dia dapat tidak sebanyak biasanya.

Dia rasa cukup untuk hari ini, dia  putuskan untuk segera menjual rongsokannya tadi.
Hari ini uang yang didapat tidak banyak, hanya 20.000.

Bersyukur, langsung Atma belikan satu bungkus nasi dan sisanya dia simpan. Jaga jaga jika ibu butuh apa apa.
Segera Atma pulang karena dia sudah rindu Ibu.

"Assalamualaikum,"

"Bu, ibu. Aku pulang." Sapanya ketika masuk kedalam rumah.

"Waalaikumussalam Iya nak." Wanita paruh baya yang terbaring tak punya banyak tenaga menjawab sapa dari anaknya.

"Ibu pasti udah laper ya? Atma bawa makanan nih. Makan dulu yuk," ajaknya.

Atma bantu ibu untuk bangun dari baringnya. Perlahan.

Ia segera cuci tangan dan suapi ibu yang paling disayanginya itu.

"Ini tadi aku beli lauknya telor bu, pasti ibu suka. Habis makan ibu harus minum obat ya, biar nanti cepet sembuh."

Atma harapmu pada sang kuasa sangatlah besar. Tapi nanti saat doa mu tak jua terijabah oleh-Nya. Tolong tetap tabah ya

Ibu hanya mengangguk lemah sambil mengunyah suapan makanan dari anak semata wayangnya yang simpan banyak luka, juga Ia. Mereka berdua sama-sama penuh luka. Luka yang samar dan disembunyikan dengan hebat oleh keduanya.

Atma TarakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang