02

20 0 0
                                    

Siluet cahaya jingga mengintip malu dari rangka jendela, menerangi buku dongeng penuh warna dengan sedikit kata. Kara perlahan membolak-balik buku cerita tua sesekali mencoba mengeja walau susah.

"Sangat sulit membacanya, bagaimana bisa tuan tahan membaca buku tebal berlama-lama? Apakah beliau tidak merasa pusing?" cicit perempuan bersurai hitam legam itu dengan volume suara yang sengaja dirinya kecilkan.

Lelah berkutat dengan buku dongeng berjudul 'Putri Duyung', perlahan netra dengan iris kecoklatan itu mulai tertutup memasuki gerbang mimpi.

Pria dengan tubuh menjulang tinggi mulai mengulang - ulang dialognya, hendak mencari gadis yang datang bersama dengan dirinya tadi.

"Kara? Dimana kau? Kita sedang tidak bermain petak umpet, Kara. Saya sudah mendapatkan bu-" belum selesai tutur kata pria itu, namun dirinya telah menemukan sosok yang ia cari.

Kara, gadis yang terlelap di pojok ruangan bersama buku dongeng di depannya.

'Manis' batin Aditya mulai berbisik

Pria itu mulai melangkahkan kakinya perlahan agar gesekan sepatu kulitnya tidak membangunkan gadis itu. Dengan hati-hati ia menarik kursi tepat di seberang gadis itu, menandaskan dirinya di atas kursi lalu mulai mengalihkan perhatiannya pada sebuah buku bergambar duyung lalu tersenyum tipis, sambil perlahan merapikan buku di hadapannya.

"Maaf, kau pasti kelelahan" ia hanya memandangi gadis yang sedang berkelana dalam mimpi.

Dengan bimbang hati, ia memilih menunggu gadis itu berpulang dari mimpi sendiri. Ia membuka buku yang telah ia beli, lalu membolak balik halaman satu persatu.

Detik demi detik

Menit demi menit

Bahkan jam demi jam berlalu

Cukup lama gadis itu berkelana dengan waktu. Perlahan baskara hampir berpamit pada kasihnya, sinarnya makin berdarah.

Terlihat senyum simpul pada bibir ranum milik si Bungsu Wicaksono yang mencuri pandang di balik buku tebalnya. Timbul gejolak aneh, hingga tangannya tanpa aba-aba ingin mengelus lembut surai kepunyaan gadis di seberangnya.

Belum sampai jemarinya mendarat, jam antik di seberang berdentang kuat menunjukkan pukul 5 sore.

Dengan terkejut gadis itu terbangun dari tidurnya. Panik, karena sadar sudah larut dalam mimpinya.

Ia hendak melompat mencari tuannya. Belum sempat ia beranjak, ia menyadari sosok yang dicarinya sedang menahan gelak tawa melihat tingkahnya.

"Hahaha... Astaga Kara, saya tidak mengira kamu akan sepanik itu" kekeh pria itu.

"Tuan.. maaf.. saya membuat tuan menunggu terlalu lama" cicit Kara penuh rasa sesal dan menunduk takut.

"Ah, saya tidak merasa menunggu terlalu lama. Sekitar 3 jam, mungkin?" ucap pria itu menenangkan, namun tidak disambut dengan sama tenangnya.

"Ya Tuhan, maafkan saya tuan. Saya benar-benar menyesal, seharusnya tuan membangunkan saya. Bahkan saya belum membantu ibu menyiapkan makan malam" sesal Kara.

"Tidak apa-apa, tidak akan ada yang memarahimu. Kita pulang?" Ujar pria itu, dijawab anggukan pelan oleh Kara.

Setelah berpamitan singkat dengan paman pemilik toko buku. Tuan muda dan gadis pembantunya itu melangkahkan kakinya keluar, berjalan di depan Kara dengan gagah sambil sesekali menyapa para pemegang kekuasaan yang menghabiskan waktunya dengan jalan-jalan sore.

"Hai Aditya! Wah bagaimana perjodohanmu?" ucap penasaran nyonya-nyonya Belanda.

"Hahaha seperti biasa" Jawab Aditya sambil tertawa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ADIKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang