II

62 12 0
                                    

"Kenzo suka di gendong Abang Izan?" tanyaku saat anak itu menolakku yang ingin menggendongnya.

"Hum! Abang Izan becal, Kenzo tinggi. Cukaaa."

Aku terkekeh. Kesannya Kenzo tinggi padahal maksudnya di gendongan Izan membuat tubuhnya berada tinggi di banding di gendong olehku yang hanya setinggi pundak Izan.

"Kamu ngerti gak Kenzo ngomong apa?" tanyaku pada Izan. Kami sudah berjalan keluar dari arena kolam renang karena sepertinya Kenzo mulai lelah. Dan kami memilih bersiap pulang

"Ngerti dong. Dia suka di gendong saya karena bikin dia lebih tinggi di banding di gendong kamu."

"Oh kamu ngatain aku pendek, ya? Jangan sok belagu kamu deh. Kamu kalo temenan sama yang lain juga bakal keliatan pendek."

Bohong. Aku sendiri menjadi saksi seberapa tingginya Izan. Bahkan Izan adalah pria tertinggi seantero universitas kami.

"Kegeeran banget kamu saya ngatain kamu pendek. Kamu itu tinggi kok," katanya, tapi kenapa nadanya terdengar mencemooh sekali, ya?

Kami masuk kedalam mobil. Izan membiarkan ku duduk terlebih dulu di kursi mobil dan menaruh Kenzo ke pangkuan ku. Memberi anak itu susu kotak rasa cokelat lalu memutar untuk duduk di balik kemudi. Tidak lama kemudian kami keluar dari tempat itu untuk ke tempat selanjutnya, rumahku.

"Iya tinggi kalo deketan sama Rani, Siska, Helen sama adikku juga. Halah, kamu itu bisanya ngejek aja. Bikin kesel."

Lalu aku terdiam dan tak lama terdengar tawa Izan memecahkan hening di dalam mobil. Aku terbiasa dengan Izan yang seperti itu. Kadang Izan akan banyak bicara menanyakan ini itu lalu saat aku yang bicara ia lebih banyak diam dan hanya menampilkan ekspresi wajah atau hal lain yang menunjukkan jika dia mendengar perkataan ku.

"Kakak Eth, Zoe ngantuk." Kenzo bergumam lalu menyerahkan susu kotak yang masih tersisa banyak padaku. Posisinya juga berganti, yang tadinya melihat jalanan melalui kaca depan mobil menjadi memelukku dan mata itu mengedip sayu.

"Eh? Terus mau pulang ke ponpes aja? Gak jadi ke rumah kak Eth?"

"Mauuu tapi Zoe ngantuk. Zoe bobo cebentaaal aja. Zoe ngantuk banget kak Eth. Zoe bobo dulu, tadi Zoe dah baca doa kok kak Eth."

Aku mengiyakan saja. Perlahan kepalanya ku usap lalu turun ke pipinya dan menepuk pelan punggungnya agar tidurnya semakin nyenyak.

"Dia natural sekali yah. Kadang saya merasa kasihan dengan anak-anak panti. Saya kadang memikirkan bagaimana masa depannya. Tidak ada orang tua yang membimbing. Bagaimana menurut kamu, Ethan?"

"Yah begitu lah. Itu kan memang jalan takdirnya. Tapi Zoe enggak sendirian. Dia masih punya nenek dan Tante walaupun mereka enggak mau ngurus Kenzo tapi seenggaknya Kenzo masih punya wali." Aku menatap Izan dan Izan pula menatapku.

"Gimana kalo kita adopsi Kenzo?"

Aku menelan ludah dan malah tersedak. "Uhuk! Izan kamu ngomong apa sih?!"

Izan seperti nya mabuk.

"Adopsi Kenzo, memang ngomong apa lagi? Kenapa kamu berlebihan gitu nanggepinnya?"

"Yah gak bisa sembarangan dong! Ya Allah aku sampe keselek ludah. Kalo adopsi itu harus menikah dulu-" Ya ampun bicara apa aku? "Ma-maksudku gini, kalo mau adopsi anak, kamu atau aku minimal punya pasangan sah. Harus ada bukti surat nikah dan lain hal. Pokoknya gak sembarangan, apalagi ponpes Baiturrahman punya rules yang cukup belibet."

"Kamu ngomong seolah saya gak ngerti syarat-syarat adopsi anak. Saya paham kok. Lagian, saya cuma sekedar ngomong aja. Kamu aja yang berlebihan." Dan Izan tertawa lagi. Senang sekali meledek ku laki-laki ini.

Daily Birthday of ChanBaek | YaoiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang