Weker yang berbunyi nyaring membangunkan gadis itu dari tidur lelapnya.
Tangan kecilnya menyibak tirai putih yang masih menutupi jendela kamarnya.
Langit Kota Bandung begitu kelabu seperti suasana hati yang seringkali ia rasakan sejak beberapa hari yang lalu.Pandangan matanya lurus menatap pantulan dirinya didepan cermin yang berada di kamarnya.
Itu wajahnya.
Namun terkadang pantulan dicermin itu menampakkan ilusi. Wajah seorang Biarawati cantik dengan kerudung putih panjang menjuntai.
Wanita itu cantik. Begitu anggun kala tersenyum walau tergolong sebagai seringaian.Dia mendesah kecil seraya masuk ke kamar mandi yang berada dalam kamarnya.
Gadis itu mengusap bekas cakaran yang hampir memudar di punggung tangannya. Ia tidak ingat, kapan dan dimana ia mendapat luka cakaran itu.
Di bukanya piyama cokelat yang ia kenakan. Meraba setiap jengkal, merasakan sakit jika tersentuh.
Ada lagi, kini bertambah dipunggungnya.
Hanabi ingat, terakhir kali memar itu ada dikedua lengannya. Namun sekarang dengan cepat sudah bertambah lagi pada punggung kecilnya.Ia juga masih belum bisa menghilangkan mimpi buruk yang terasa nyata saat ia berada di rumah sakit ketika menjaga Hinata yang pingsan di sana.
pikirannya kembali menerawang ke masa lalu. Memar itu, pertama kali muncul sejak pulang dari Rumah Sakit bersama Hinata.Jam 3.30 subuh, saat masih di Rumah Sakit.
Suasana Bangsal yang ditempati Hinata begitu sunyi sepi. Hanya terdengar dengkuran halus dari Naruto, teman dekat Hinata begitu pula sang gadis yang masih belum sadar.
Rasa kantuk menyerangnya dengan segala ketenangan dan hari yang masih begitu gelap.
Seorang perawat sudah mengecek keadaan Hinata tadi. Jadi tampaknya sekarang ia punya kesempatan untuk sekadar memejamkan mata sebelum ibu datang pagi-pagi nanti untuk bergantian menjaga Hinata.Matanya mengerjap kala mendengar derap langkah seseorang.
Hanabi merasa aneh. Seingatnya ia tidak terbaring di ranjang putih seperti ini. Pandangannya menyisir di sekitar.
Ruangan itu hampir kosong hanya memiliki ranjang yang ia tiduri dan sebuah cermin yang tergantung didinding.
Badannya terbaring kaku tak bisa bergerak. Pun suaranya seakan ikut menghilang.Derit pintu terbuka menampakkan sosok wanita cantik yang memasuki ruangan.
Wanita itu langsung menghadap cermin yang tergantung didinding. Dia mengenakan pakaian kebiaraan sewarna putih susu dengan ikat pinggang hitam yang menjuntai. Dia menutupi rambut pirang panjangnya dengan sehelai kerudung putih. Dan terakhir melingkarkan kalung berbandul Salib dilehernya.Pelan tapi pasti. Wanita yang Hanabi duga sebagai Biarawati itu menghampirinya. Naik ke atas ranjang, menduduki perut gadis itu.
Mata Hanabi membulat. Apa yang hendak dia lakukan? Dan apa-apaan seringai mengerikan itu?
Biarawati itu menundukkan kepalanya pada wajah Hanabi. Dan tanpa peringatan memuntahkan darah segar yang begitu deras pada mulut Hanabi yang terbuka paksa untuk menelannya."Huaaah!" Hanabi terlonjak. Sialan. Mimpinya yang barusan jelek sekali. Tidur di Rumah Sakit ternyata tidak bagus untuk kesehatan jiwanya. Dia butuh kafein.
Namun sebelum keluar mencari kopi alpukat kesukaannya, Hanabi menyempatkan diri ke toilet.
Sekujur tubuhnya terasa sakit setelah bangun akibat mimpi mengerikan itu.
Di rabanya lengannya sendiri. Di sana sudah terdapat memar keunguan yang tercetak jelas.Kepalanya menggeleng. Mencoba mengenyahkan sisa-sisa mimpi buruk yang pernah ia alami.
Gadis itu mengambil sebuah obat tablet pada kabinet sebelah wastafel. Menurut hasil pencariannya, memar ditubuhhya disebabkan oleh kekurangan zat besi. Maka dari itu ia membeli tablet untuk menambah zat besinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biarkan Aku Menetap ✔️
FanficHinata tidak membenci sekolah. Hanya saja, perisakan yang terus menerus di terimanya dari seorang teman sekelasnya itu sangat merugikan dirinya. Sakit hati yang kian mengakar membuatnya gelap mata. Jadi, adakah hal yang harus dia lakukan untuk membu...