WHAT IF

784 54 5
                                    

Bunyi gebrakan pintu terdengar nyaring di seluruh sudut rumah. Pemuda bersurai abu-abu itu mendongak melihat sumber suara tersebut.

"Oi! Alhaitham, kenapa kau tidak menyetujui pembangunan yang akan kami lakukan?!" pria dengan surai pirang itu melotot ke arah yang lain.

Pria yang dipanggil Alhaitham itu menutup bukunya pelan, membuang muka acuh tak acuh. Kemudian ia berkata dengan dingin.

"Proyek yang kau minta terlalu besar dan memakan biaya. Bagaimana aku bisa menjamin ini akan berhasil?" tanyanya balik.

Si pirang-atau biasa dipanggil Kaveh itu menggebrak meja dengan keras-sepertinya itu hobi barunya-lalu membalas dengan yakin.

"Tentu saja! Karena aku yang mendesainnya. Tentu saja itu akan berhasil." katanya dengan bangga. "Apa kau tidak mempercayaiku?"

Alhaitham berpikir sejenak, sebuah seringai terulas. "Haha, aku tidak."

"SIALAN KAU, ALHAITHAM! HORMATLAH PADA SENIORMU!" Dengan teriakan itu, Kaveh berjalan menuju kamarnya dengan menghentakkan kakinya kemudian menutup pintu kamarnya dengan kuat.

"Oi, jika pintunya rusak, kau harus menggantinya." tidak ada balasan lain dari arah kamar Kaveh. Yah sudahlah, toh tidak akan didengar. Alhaitham kembali fokus pada buku yang dibacanya.

###

Kaveh tersenyum lebar saat melihat selembar kertas ditangannya. Kertas itu hanya sebuah kertas, tapi Kaveh sangat senang melihatnya. Itu adalah persetujuan akademia untuk proyek yang akan dia lakukan minggu depan. Dia sudah tidak sabar lagi.

Ngomong-ngomong ia tidak melihat Alhaitham beberapa hari ini. Apa dia sangat sibuk? Kaveh bahkan tidak melihatnya barang sedetikpun saat di rumah.

Ah, Alhaitham dan Kaveh memang tinggal serumah. Lebih tepatnya Kavehlah yang menumpang pada Alhaitham. Ini semua karena Kaveh yang tertipu oleh kliennya, mengakibatkan ia berhutang banyak pada salah satu pedagang bernama Dori. Mereka memang sering bertengkar, tapi keduanya sudah dekat sebelum tinggal bersama. Jadi sudah terbiasa satu sama lain.

"Kaveh-san, Grand sage ingin berbicara dengan Anda. Tolong segera menghadap beliau" seorang murid akademi mendatangi Kaveh yang tengah melamun di taman akademi. Setelah mendengar perkataan juniornya, ia lantas mengangguk.

'Ada apa Grand sage memanggilku?'

###

Kaveh memasuki sebuah ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku menggunung. Ditengah ruangan, terdapat meja grand sage dan dirinya sendiri tengah menunggu.

"Ah? Kau datang juga akhirnya. Apa kau melihat sekertaris Alhaitham beberapa hari ini?" tanya pria paruh baya itu tanpa beralih dari dokumen yang dia pegang.

"Huh? Aku tidak melihatnya." jawab Kaveh lugas. Grand sage menatap Kaveh dengan tajam, melihat apa pemuda itu berbohong atau tidak. Setelah melihat bahwa Kaveh tidak berbohong, ia mengangguk.

"Baiklah kalau begitu. Oh ya, kau ada proyek yang harus dikerjakan bersama tim-mu di gurun. Ini mendesak jadi kau harus pergi besok." kata Grand sage pada Kaveh.

"Apa? Besok?? Tapi aku-"

"Ini tidak bisa ditunda. Besok kau harus kesana." katanya final, Kaveh hanya bisa mengatakan ya.

###

Kaveh keluar dengan membawa tasnya, melihat ke arah pintu kamar Alhaitham yang masih tertutup, entah sang pemilik ada di dalam, atau tidak ada disana.

"Aku pergi..."

Kaveh menutup pintu rumah, tidak lupa mengunci pintu dan menaruhnya di tempat persembunyian. Ia tidak menyimpan kunci cadangannya sendiri, karena ia sering lalai dengan barang kecil itu. Ini sudah biasa terjadi.

WHAT IF (ONE-SHOT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang