Chapter 1: Kita Bertemu

661 54 6
                                    

_____

Story belongs to Lady_Ventus
Boboiboy belongs to MONSTA

_____

[ Chapter 1: Kita Bertemu ]

.
.
.

Mereka adalah roh element petir. Satu dari sekian banyak element minor yang menghuni daratan luar. Mereka terkenal dengan kecepatannya yang hampir menyaingi kecepatan roh element cahaya.

Sayangnya ... itu tidak berlaku untuk roh petir satu ini.

Sesosok roh petir tampak menyeret dirinya sendiri ke reruntuhan terdekat, memegangi putra kecilnya di dekat dada. Sesekali manik semerah mawar itu akan melihat ke sekeliling, memastikan makhluk-makhluk itu tidak mengejar mereka.

Sang roh petir bersandar di salah satu reruntuhan, mengatur napasnya yang tersengal. Dia menatap putranya, merasakan betul betapa erat tangan kecil itu mencengkram bajunya, menunjukkan bahwa ia benar-benar ketakutan.

Dengan tangan gemetar, roh petir yang lebih tua membelai surai hitam kecoklatan putranya itu. Sebisa mungkin berusaha untuk menenangkan roh yang lebih muda.

Pasangannya mungkin sudah mati karena menghadang makhluk-makhluk buas itu untuk memberi mereka waktu untuk kabur. Bahkan waktunya sendiri sudah tidak banyak. Luka menganga di perutnya terus mengeluarkan darah, membuatnya semakin lemah setiap saat.

Tidak masalah. Lagipula dia akan segera mati.

Tuhan, dia cuma berharap bisa bersama putranya lebih lama lagi. Melihatnya tumbuh. Selalu berada di sisinya.

Suara raungan di kejauhan membuatnya terkejut. Menyentaknya kembali ke kenyataan. Gawat. Mereka pasti mengikuti bau darah yang lukanya tinggalkan. Dia harus cepat menemukan tempat untuk menyembunyikan putranya. Manik merah mawar itu menoleh kesana-kemari, membabi-buta mencari tempat yang sekiranya cocok untuk bersembunyi.

Matanya berhenti pada sebuah bukaan kecil di salah satu bebatuan yang berada tidak jauh darinya. Ah, setidaknya itu akan cukup untuk putranya bersembunyi. Sang roh petir kembali menyeret dirinya ke lubang sempit itu. Dia dengan hati-hati memasukkan sang putra ke dalam lubang tersebut.

Tapi tampaknya sang putra tidak senang saat ibunya itu melepaskan dirinya. Tangan kecil itu menggapai-gapai meraih sang Ibu. Air mata mengalir dari manik merah rubynya.

"Ssshhh ... sayang, jangan menangis." Ucap roh petir yang lebih tua sembari menghapus air mata yang mengalir di pipi tembam putranya itu. Dia berusaha untuk tersenyum, meskipun dia sendiri tidak bisa menahan air matanya. "Tunggulah di sini sebentar, Ibu akan segera kembali, oke?" titah sang Ibu.

Roh petir yang lebih kecil tampak tidak rela. Kembali menangis seraya mengulurkan tangan kecilnya pada sang Ibu. Tapi sang Ibu menulikan pendengarannya, memberikan putranya satu senyuman terakhir, dia lantas menutup pintu masuk lubang itu dengan bebatuan. Membuat bukaannya sedikit kurang jelas.

Sudah. Dia telah melakukan yang terbaik yang dia bisa untuk buah hatinya.

Menempelkan dahinya di pintu masuk yang telah ditutupi batu, sang roh petir tidak bisa lagi menahan isak tangisnya. Berkali-kali menggumamkan permohonan maaf sembari mendengarkan tangisan teredam putranya.

We Are BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang