⥒⥓
Angkasa di atas sana masih sama kelabu nya seperti biasa. Dingin yang memeluk sore itu juga masih sama menusuk seperti sebelumnya. Tapi lelaki itu tidak bisa lagi merasakan apa-apa. Tubuhnya mati rasa, hati nya juga ikut mati saking sakitnya.
Pekat irisnya menerawang ke depan, berusaha menjaga agar bias jingga sore itu tidak hilang. berusaha tetap merasakan dingin yang merambat ketika punggungnya menyatu dengan aspal. Sambil diam-diam merekam di atas sana sebanyak yang ingatannya mampu. Karena ia tahu, setelah ini, tidak akan ada lagi temu untuknya. Tidak akan ada lagi warna yang mengisi setiap lembar yang ia biarkan terbuka..
Air mata lelaki itu jatuh dari sudut, sementara tangannya meremat erat ponsel yang dari tadi bergetar dalam genggaman. Ia tahu, seseorang sedang menungggunya datang. Iya sendiri juga sudah berjanji akan ada di hadapannya setengah jam dari sekarang.Namun sepertinya, ia harus rela janjinya patah begitu saja. Sekali lagi, ia hadir hanya untuk membuat kecewa.
Karena setelah ia berjuang sedemikian kerasnya, sakit itu pada akhirnya harus menghilang juga. Bersamaan dengan kelopak matanya yang semakin memberat, kemudian menutup begitu saja.Lelaki itu masih sempat menangkap riuh di sekitarnya. Masih sempat menghirup anyir dari darah yang mengalir di belakang kepala. Masih sempat merekam bagaimana gaduh dari kendaraan yang terpelanting ke sisi jalan, juga beberapa korban yang merintih meminta pertolongan. Lelaki itu juga sempat merasakan angin yang berhembus lembut sore itu, sebelum akhirnya semua hilang. Berganti pekat yang menenggelamkan nya dalam hening panjang.
Genggaman erat pada ponselnya merenggang, seiring dengan luruhnya air di sudut mata yang telah sepenuhnya terpejam. Untuk yang terakhir, ini seperti bisa merasakan kehadiran sosok itu di sisinya. Sosok yang dia tahu masih menghubungi ponselnya dari sebrang sana.Detik selanjutnya, hadirnya memudar. Yang dia tahu setelah ini, mungkin ia tak akan pernah lagi pulang.
⥒⥓