-Seventh Rain-

15.8K 1.7K 305
                                    

Oh, makan malam!

Orang itu memperlambat jalannya, membuntuti sebuah keluarga kecil yang baru saja keluar dari restoran ternama. Badannya sedikit ia bungkukkan, menyebabkan sebagian jubah hitamnya bergesekkan dengan trotoar yang basah karena bekas air hujan.

Saat itu hampir tengah malam, namun orang-orang masih membanjiri jalanan. Toko-toko, restoran mewah, diskotik, dan lampu-lampu sorot memecahkan malam yang seharusnya hening. Tidak ada anak kecil yang terlihat. Hanya orang dewasa yang tengah menghabiskan uangnya.

Keluarga kecil itu tiba-tiba berbelok ke sebuah gang kecil. Agak membingungkan, namun orang itu tetap mengikutinya. Gang itu lumayan lebar, bisa dilalui oleh keluarga yang terdiri dari tiga orang itu dengan berdampingan. Mereka berjalan tanpa suara.

Menghilangkan mereka bukan salahku, karena kau yang menyebabkanku harus melakukan ini.

"Baiklah!" Sebuah pistol dikeluarkan dari jubah si pembuntut, diarahkan ke sosok yang sepertinya sang pemimpin keluarga, seorang ayah.

Dor!

Tepat ke pundak kirinya. Pria itu seketika menabrak dinding lalu jatuh ke aspal yang dingin. Tubuhnya yang sudah sangat tua sepertinya tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama. Kedua orang di sebelahnya langsung menoleh, berteriak seperti kiamat kecil telah datang. Tentunya, sang penghasil uang mereka tidak akan ada lagi.

Pistol dikembalikan lagi ke tempatnya. Sekarang orang berjubah itu mengeluarkan belati kecil dan menusuk punggung orang yang di tengah, seorang perempuan yang sepertinya baru saja menginjak dunia orang dewasa. Suara teriakannya sangat melengking, namun tertutup oleh suara musik yang keras dari gedung sebelah. Perempuan itu langsung jatuh, tengkurap di sebelah ayahnya yang sudah terdiam.

Belati itu lalu diambil oleh pemiliknya, lalu ditancapkan ke leher pria tua tadi. Darah langsung mengucur dengan mudahnya. Pemandangan yang tidak terlalu menyenangkan, namun nyaman dilihat karena gelapnya malam.

"Nona hendak ke mana?" tanya sang pembunuh berjubah. Orang yang terakhir, seorang wanita dengan terusan berwarna emas yang berkilauan menatapnya seperti hantu. Sang pembunuh menyeringai. Dijambaknya rambut panjang wanita itu lalu dihantamnya ke dinding. Dihantamnya lagi, lagi, lagi, dan lagi. Mulut wanita itu terbuka, namun tidak ada sedikitpun suara yang terdengar. Sang pembunuh lalu mencekiknya, mengangkat tubuh pendeknya agar ia dapat melihat mata korbannya dengan langsung.

"Dress malam yang anda kenakan sangat indah."

Krek....

Tulang lehernya patah. Sang pembunuh melemparnya ke sebelah pria tua yang sudah tidak bernyawa. Ia menoleh ke kanan dan kiri, lalu menghela nafas berat.

"Sepertinya yang ini belum selesai...." Pembunuh itu menarik lengan perempuan yang tidak bergerak sedari tadi di atas aspal. Perempuan itu terduduk lemas tak berdaya. Kedua matanya menatap sang pembunuh dengan tatapan lemah, menyebabkan sebuah seringai mengembang di wajah sang pembunuh. Pembunuh itu lalu berjongkok di belakangnya, memegang kepala korbannya. Tangan kanan di sebelah kanan, tangan kiri di sebelah kiri.

"Kau tidak akan menjadi Batman karenaku, bukan?" bisik sang pembunuh pelan.

Kreeek....

Kepala perempuan itu ia putar 540º, wajah korban itu tepat di depan sang pembunuh. Sang pembunuh tersenyum puas. Ia lalu menoleh ke dua mayat yang ada di sebelahnya. Tidak ada satu pun yang membawa barang bawaan. Pembunuh itu lalu menghampiri mayat pria tua, mengambil jasnya. Dirabanya jas itu. Ia menaikkan sebelah alisnya.

"Aku ini tolol atau apa, kalian pasti sudah kehabisan uang!" Ia memukul kepalanya sendiri seraya menggeram kesal. Dilemparnya jas itu ke wajah pria tua tadi. Diambilnya pistol dari sakunya.

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang