Malam hari pasti selalu terasa melelahkan bagi punggung dan kaki sang model. Dia rasa berdiam diri di rumah ini adalah pilihan terbaik, mengingat mulai dua hari besok adalah waktu pribadi sang model, tanpa perlu mewajibkannya untuk mengikuti keseharian pekerjaannya menjadi public figure. Dia menelpon managernya untuk mengatakan bahwa dia perlu waktu sendiri besok, jadi segala pesan mengenai pekerjaan sebaiknya ditunda.
Jam setengah sebelas kurang empat malam
Krit sedang sendirian di penthouse ini, berada di kamar yang penuh akan suara latar lagu yang mungkin baru kali ini dia dengar secara acak. Sedikit tahu bahwa perilakunya akan terdeskripsi sangat berbeda dari pandangan orang-orang akan seseorang yang sering tampil di media. Bahwa mereka pasti berfoya-foya setiap harinya, menaruh uang untuk hiburan yang tak pasti. Krit lihat teman-temannya yang hampir 60 persennya memiliki kehidupan yang mengikuti pandangan itu. Itu cara mereka bersenang-senang, tapi bukan cara dia. Tapi dia tetap menghormati keputusan dan pilihan hidup mereka, karena untuk mencapai titik hidup mereka bak surga yang sekarang pasti pernah melewati neraka. Jadi, mari katakan, It's their ways to pay their hard lifes.
Krit berjalan keluar kamar, berniat untuk mengambil minum. Tapi langkahnya berhenti saat dia baru dua langkah dari pintu kamarnya. Matanya melihat ruang tamu yang baru-baru ini dia singgahi lagi. Fashion week di negara Eropa sana membuat dia jarang pulang ke bangunan ini.
Krit mendudukan dirinya di sofa chaise lounge berwarna putih susu yang menguasai hampir setengah dari ruangan itu. 'Empuk' ketika badannya terduduk di sana, sampai-sampai dia baru ingat bahwa sofa itu dia yang pilih sendiri.
Penthouse ini merupakan hadiah pernikahan mereka dari Ayah Nat. Dia ingat betapa cukup antusiasnya mereka menyebut bangunan ini sebagai 'rumah sempurna' miliknya dan Nat. Terlebih sang ibu yang Krit ingat saat pertama kali sampai di sini, dia diajak untuk berkeliling dari dapur, balkon, kamar mandi dengan selalu mempertanyakan 'Apakah ini bagus, dear?' Dan terakhir ruang tengah dia berada sekarang. Benar memang adanya, semua surat-surat resmi tentang bangunan telah dipindah alihkan atas nama keduanya. Tapi baginya, tidak pernah melekat kata 'rumah' dalam bangunan ini. Bahkan dalam pernikahannya sekalipun. Dan dia tahu, tak hanya dirinya seorang yang merasa begitu, demikian juga orang yang berstatus sebagai suaminya.
Tapi bukankah terlalu egois jika dia memutus tiba-tiba sumpah di depan altar itu? Krit memang dikenal sangat rendah hati akan rupa dan sifatnya, tapi dia terlalu terbelakang jika berurusan dengan emosinya sendiri.
Hanya, pemikirannya berakhir sampai di situ, karena ada masuknya bunyi notifikasi di handphonenya dari sederet nomor yang tidak dia kenal. Dia mengerutkan kening, dia kira mungkin ada pihak yang membocorkan data pribadinya kepada orang-orang yang mencoba mengirimkannya tawaran-tawaran dari sana. Tapi akhirnya dia mengetuk layarnya, memasuki ruang obrolan yang terlihat tiga bubble chat di sana.
0******3 : Krit
0******3 : Apa kabar? Ini sudah 6 tahun ya.
0******3 : Kamu punya waktu untuk bertemu? tolong balas kalau senggang.
Hampir tercekat di tenggorokannya setelah dia membacanya pertama kali, tapi dia menghabiskan waktu 3 menit untuk membaca pesan-pesan itu dengan benar. Di kepalanya tertulis dengan samar satu nama yang tidak pernah tersinggung setelah 5 tahun yang lalu.
Membuat dia tenggelam dalam memori yang berjalan di kepalanya, dia masih ingat seberapa nama itu membawa luapan sendiri ketika dia panggil. Seberapa manis otot pipi itu membentuk senyuman yang disertai dua lesung pipi di bawahnya. Seberapa sering saat mereka saling teasing satu sama lain. Seberapa manis kata-kata yang keluar dari bilah bibir seseorang yang hanya bisa dia sebut-sebutkan dalam hati.
Dia tidak sadar ada suara pintu yang dibuka dari kartu akses yang langsung menghasilkan suara beep beep dua kali.
Nat pulang sudah dengan pakaian kemeja biru muda polos, dengan cepat aroma humidifier dengan wewangian daun-daunan menyapanya, tapi baginya itu tidak bisa menutup bau tubuhnya akan 'bau rumah sakit'. Tapi sudahlah, dengan kantung mata yang semakin hari semakin bertambah gelap, dia berjalan mengikuti lorong yang langsung tembus ke ruang tamu. Tapi mata lelah yang seperempat terpejam itu langsung terbuka lebar saat melihat Krit, tidak, bukan karena Krit adalah sang model tersohor, tapi karena Krit yang tidak biasanya berbinar?.. Nat juga tahu pekerjaan suaminya ini seperti apa, dia lebih dari sekali dua kali melihat interview yang menampilkan muka sang aktor. Tapi sekarang ini, senyuman yang walau terbilang kecil bukan senyum ramah yang biasanya Krit tampilkan. But it's more like... when a person is in love?
"Krit?" Dia memanggil, dan Nat bisa lihat keterkejutan di mata Krit ketika melihatnya. Oke, Krit tidak sepenuhnya salah pengertian mengira kalau Nat akan pulang lebih larut seperti biasanya. Karena dia bisa pulang rumah hampir jam 12 atau setengah 1 dari rumah sakit. Tapi ya, sekarang sudah jam setengah 12 kurang 15 menit lagi. Berarti Krit menghabiskan waktunya selama kurang lebih satu jam di ruang tengah ini.
"Kak! Udah pulang? Kok cepet? Ini kan ba–" Sang pria berumur kepala tiga itu menahan Krit dengan satu telapak tangannya yang hanya ia berikan dari jauh. Perintah untuk jangan mendekat, Krit tidak paham kenapa tapi dia yang sudah berdiri tetap mengikuti untuk menetap di tempatnya diam. "Saya masih bau alkohol rumah sakit, jangan dekat-dekat. Kamu kan ngga terbiasa." Tanda tanya sang aktor yang tak sempat mengudara dijawab, membuat yang diseberang sana mengangguk.
Lalu kemudian sang dokter kembali menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. "Orang-orang yang shift malam dateng lebih cepet jadinya saya bisa pulang cepet. Kamu nggak tidur?" nadanya terdengar pelan tapi lelah.
Krit melihat jam di layar handphonenya "Ini baru mau. Kakak mau aku bikinin teh dulu?" Setelah memberikan tawaran itu, Krit menyadari jas putih yang masih menggantung di lengan suaminya, niatnya lagi ingin mendekat dan mengambilnya untuk dia bawa ke ruang laundry. Tapi Nat punya seribu cara untuk menjauh.
"Ngga perlu, saya mau langsung mandi terus tidur. Kamu juga lebih baik tidur— Krit." Sedikit terkejut dengan kata-kata yang dia sendiri lanturkan, dan kali ini baru Krit lihat betapa lelah raut muka sang dokter sekarang. Dia menawarkan teh karena mungkin setidaknya itu bisa membantu sang dokter untuk lebih mengendurkan lelahnya. Tapi tadi seperti sebuah perintah yang lagi dan lagi membuat tembok yang semakin tinggi di antara dua pasangan kertas itu. Krit mau dan memang harus mengerti sendiri walau banyak gelombang pertanyaan di kepalanya tentang kenapa percobaan keduanya tidak pernah berhasil. Sampai tanpa disadari, keduanya terlalu terikat pada aturan dan janji masing-masing sampai sering kali keduanya salah menafsirkan.
Nat akhirnya mendapat anggukan dari Krit. Dan sekarang yang Nat lihat adalah bahwa Krit sedang membawa beberapa barang yang tadi dia bawa dari kamarnya, juga mengembalikan remot ke meja tv. Setelahnya anak itu menghilang dari pandangannya ketika pintu kamar dengan gantungan kayu yang terukir kata 'K's' dan gambar sloth di atasnya.
.
.
To Be Continued..
Written by Mandu
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost and Found - BKPP AU
Fanfiction| Summary | "Gue minta maaf, Kin." "Kenapa?! Kenapa harus satu-satunya kebahagiaan gue, Kak!" Kedua kakak beradik itu terlihat kacau, sangat kacau, yang lebih muda terbelit oleh kabut emosi membuat tangannya melayangkan pukulan-pukulan tak terarah...