8. Seharian Dengan Dokter

4.3K 488 5
                                    

MY SWEET DOCTOR
¤¤¤

"Mau kemana?" Denzi liat Avarta berpakaian santai dengan membawa kunci mobilnya.

"Saya mau njenguk pasien, kamu mau ikut?" Denzi yang kebetulan gabut mengangguk.

"Tungguin! Gue mau ganti baju dulu" Avarta mengangguk dan duduk di ruang TV. Denzi dengan langkah tergesa mengganti pakaiannya.

Setelah beberapa saat Denzi turun dengan pakaian yang santai. Segera, mereka berjalan ke arah garasi.

"Gue yang nyetir ya?" Avarta menengok sebentar.

"Boleh, tapi jangan ngebut ya?" Dalam pikiran Avarta, Denzi itu naik kendaraan apapun selalu ngebut. ya tau sendiri kan?

"Iya, tenang aja" Denzi melempar kunci itu ke atas lalu menangkapnya kembali.

Avarta menggelengkan kepalanya pelan.

Dalam perjalanan, hanya terdengar suara musik yang diputar Denzi sama Avarta lagi nulis-nulis di buku kecilnya.

"Denzi, saya mau tanya sesuatu" Denzi menengok sekilas lalu kembali fokus ke jalanan.

"Apa?" Avarta memutar bola matanya mencari kata yang pas.

"Kamu ga punya pacar?" Denzi tersedak ludahnya sendiri.

"Kenapa emang?" Tanyanya penasaran.

"Saya heran aja, kamu free terus dan saya juga ga pernah liat kamu bawa pacar ke rumah" Denzi menggigit bibir bawahnya pelan.

"Juga saya takut kalo pacar kamu marah liat kamu anter saya tiap ada waktu" Avarta mengfokuskan kembali ke tulisan itu.

"Engga, tenang aja gue ga punya" Avarta nampak mengangkat kedua alisnya.

"Agak ga bisa dipercaya, orang kayak kamu ga punya pacar" Avarta manggut-manggut.

"Lo liat gue gimana si?" Denzi menengok ke arah Avarta dan menunggu jawabannya.

"Kamu itu orang yang bebas tapi pemalu" Denzi mendelik tak suka. Penglihatannya kembali fokus ke jalanan.

"Dih, sok tau" Jawabnya.

"Iya, kamu bebas dalam artian bisa melakukan apapun yang kamu suka tanpa ada larangan dan kekangan.

Kamu pemalu, karena setiap kali kamu punya situasi atau suasana sendiri, kamu bingung cara ngungkapinnya." Jelasnya.

Denzi membuka mulutnya sedikit.

"Gue mau tanya lo juga" Avarta menengok ke arah Denzi yang tangannya sibuk memutar stir karena jalan yang berbelok.

"Apa? Silahkan"

"Gue heran sama lo, kenapa cara bicara lo itu kaku banget. Bukan apa, tapi aneh aja jaman sekarang ada orang yang ngomong pakek saya-kamu gitu" Avarta mengetuk pelan dagunya.

"Hm ... mungkin ini agak panjang dan mungkin kamu bosan.

Dulu, saya tinggal di luar negeri lebih tepatnya di Singapura dan pindah ke Indonesia buat sekolah menengah karena pertukaran pelajar. Disitu saya ngga bisa bahasa Indonesia dan bingung buat komunikasi.

Tau Google Translete? Nah, disitu saya Translete kalimat yang mau saya sampein. Jadinya saya bicara sama liat teksnya.

Nah kalo ada orang asing yang pakek bahasa Indonesia, saya tinggal ngrekam dan dengerin artinya.

Tau kan, kalo Google itu yang Translete jadi bahasa baku? Nah ... dari situ saya omong pakek saya-kamu biar singkron dan karena kebiasaan"

Denzi menahan tawanya.

Ia tak menyangka jika Kebiasaan itu dari sebuah Aplikasi.

"Gue gatau, tapi lo aneh banget" Denzi terkekeh guna menahan tawanya.

"Makasih" Jawabnya singkat.

Denzi menggelengkan kepalanya pelan dan kembali menengok ke arah Avarta.

"Lo ga nanya gue liat lo gimana?" Avarta agak tertarik.

"Boleh, silahkan" Ucapnya mengizinkan.

"Lo itu aneh, crewet, bawel, pinter ... ngadu, galak, kadang juga tiba-tiba pendiem ... " Denzi berhenti.

Avarta kira Denzi sudah menyelesaikan ucapannya.

"Makas--"

"Sama manis banget" Lanjutnya yang buat Avarta terkejut.

Denzi berdehem pelan mencoba mengatur kegugupannya.

"Oh ... makasih?" Avarta mengerjap pelan.

"Juanchok hiks, gue ngapa omong gitu sih?"

---

Setelah lama perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai disebuah rumah yang ditumbuhi banyak sekali bunga di halaman depan.

"Rumah siapa?" Akhirnya pemeran kita ini mampu mengeluarkan suara sejak terakhir insiden itu.

"Kan tadi saya bilang, rumah pasien" Maksudnya itu bukan gitu.

"Dah lah"

"???"

Terlihat seorang wanita paruh baya menghampiri mereka berdua dengan senyum bahagianya.

"Dokter baru nyampe? Maaf ibu telat yang bukain pintu" Ibu tadi menggiring Avarta dan Denzi ke dalam rumah mereka.

"Tidak apa Nyonya Zara, kita baru saja sampai" Zara yang mendengar kata itu tertawa pelan.

"Bisa aja kamu" Zara menepuk pelan bahu Avarta.

Denzi baru tau kalo Avarta suka ngejokes anjir.

"Ibu panggilkan Melvino dulu ya dok" Zara meninggalkan dua makhluk tadi di sofa ruang tamu.

"Lo kalo nemuin pasien kok pakek baju santai? Engga pakek jas gitu" Avarta terlonjak kaget karena perkataan tiba-tiba saat ia sedang fokus nulis.

"Dia kaget? Lucu banget" Denzi senyum-senyum.

"Untuk beberapa pasien yang harus saya datangi ke rumahnya ya harus pakek baju bebas. Kalau saya pakek jas nanti mereka takut karena tau kalo saya itu dokter" Jelasnya.

Denzi manggut-manggut mengerti.

"btw, lo lucu kalo pakek baju kayak gitu"

¤¤¤

btw sy suka cerita yg ini ketimbang yg satu

My Sweet Doctor [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang