O5

107 21 0
                                    

"Chaeryeong."

Gadis itu memejamkan matanya, rasa sejutaan sesal kemudian telah menampakkan dirinya di hadapannya.

Gadis yang tak ingin ia temui sekarang berada di hadapan— tepat di depannya dan begitu nyata.

"…Maaf."

Bibirnya bergerak, menandakan ia sedang berbicara dengannya.

"Karena diriku, kamu kehilangannya  dan aku benar-benar menyesali perbuatanku sendiri."

Tadinya Chaeryeong ingin menikmati keindahan melalui jendela toko buku justeru terjumpa sosok gadis yang menatapnya teduh.

Mendekat tanpa menariknya dalam dekapannya lagi.

Hanya berdiri tegak lurus menatapnya dengan pandangan sendu.

Perkataan maaf membuatkan Chaeryeong merasa ada yang aneh darinya.

Namun Chaeryeong tetaplah Chaeryeong.

Kehilangan sosok sahabat adalah hal paling menyakitkan dibandingkan dengan putus cinta.

Yuna, selalu ingin menemukan dirinya sepanjang masa.

Bahkan Chaeryeong sama sekali tidak ingin menemuinya.

Luar tebakannya, dia terjebak dalam situasi begini.

Situasi begitu membingungkan dirinya.

Hingga iris matanya menangkap sesuatu yang mengalir dari tangan jangkung tampak tak menyadari itu.

"Tanganmu…"

Yuna menatapnya sebelum mengangkat tangannya masih mengeluarkan darah tanpa henti-hentinya.

Bibirnya memucat, kulitnya terasa dingin— pandangannya hampir mengabur dan mencoba untuk tidak lemah di depannya.

"Hanya luka biasa."

Chaeryeong berdecak, tangannya segera mengambil sapu tangannya untuk menghapus darahnya.

Pandangannya lekat pada Chaeryeong, dia senang gadis itu masih mengkhawatirkan dirinya.

Senyuman itu perlahan pudar saat mengingat kembali kejadian di makam sahabatnya.

Mengingatkan kembali ia mencurahkan segalanya pada sosok seorang yang sangat mustahil untuk dihidupkan kembali.

Chaeryeong terkesiap ketika Yuna meletakkan kepalanya di bahunya, terasa berat tetapi kehangatan itu menenangkan dirinya.

Seolah Yuna mampu menghapus dingin yang cukup membuatkan sang empu menggigil.

Tangannya yang baik-baik saja perlahan menarik pinggangnya dalam dekapan.

"Izinkan aku memelukmu."

Chaeryeong terdiam, dirinya masih dalam tahap kebingungan berakhir tersadar akibat pelukan itu— cuma sebentar.

Tatapannya kosong, seolah jiwanya telah pergi dari raganya.

Yang lebih mengkhawatirkan kondisinya, wajahnya memucat, bibirnya kebiruan bahkan tubuhnya terasa dingin.

Dia, dia mengacaukan pikiran Chaeryeong.

Manusia itu terduduk, dengan kepala manusia di pangkuannya terpejam erat cukup memberi ketakutan mendalam.

— s a v e  m e —

Chaeryeong menggigit bibirnya gelisah, dadanya berdegup kencang sadari menunggu sosok yang berjas putih keluar dari ruangan pasien itu.

save me • yuchae [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang