Bab 24 : Kaki Nang

189 31 0
                                    

18 Januari

Singapura

Linda mengenyahkan ponselnya jauh-jauh dari hadapannya. Sayang usahanya sia-sia, pesan singkat dari Krisna yang ia terima kemarin terus mengejarnya.

Wartawan sialan! Fanny rese! Ngapain kasih nomor telpon gue ke wartawan? Udah gila!

Ia bertekad akan mengacuhkan pesan Krisna. Menganggapnya tak pernah ada. Wartawan tidak akan bisa ngapa-ngapain kalau ia menolak diwawancara. Ia berpikir untuk bertanya kepada suami Cici David apakah ia bisa menghubungi polisi jika ada wartawan nongkrong di depan condominiumnya.

No! Bad idea! Public must not know that we're related.

Pandangan Linda mengitari kamar tidurnya yang luas. Ia ingat kamar tidurnya sewaktu kecil tidak seperti ini.

Dulu seluruh keluarganya, Pa, Ma, dan Koko tinggal di kamar petak di sebuah ruko tua yang pengap. Ruko 3.5 lantai. Lantai bawah dipakai untuk toko. Lantai kedua ditinggali oleh keluarga Linda dan dapur. Lantai 3 dihuni Apek Achai dan Tante Elsye (Pa selalu mengerutkan kening dan menggerutu setiap Linda memanggil Elsye dengan Tante). Di atas lantai 3 ada ruang lapang tempat mereka menjemur pakaian, ataupun anak-anak bermain. Ruko mereka persis di pinggir jalan, sehingga tak mungkin anak-anak bermain di jalan.

Linda tahu Pa tak suka dengan Tante Elsye. Jika Apek bukan kakak laki-laki Pa, sudah pasti Pa tidak akan mengizinkan Apek menikah dengan perempuan yang bukan kaki nang, orang sendiri. Bu nang kia, anak orang kaya lagi.

Pa menikah dengan kaki nang, orang sendiri sesama Tio Ciu. Sedari kecil, Pa menceritakan sejarah keluarga mereka yang membuat Linda bangga menjadi orang Tio Ciu.

Lau kung, kakek buyut Linda menjadi penumpang gelap sebuah kapal yang membawanya ke Kalimantan. Berminggu-minggu lau kung bersembunyi di bawah kayu gelondongan di tengah ganasnya laut. Akhirnya ia tiba di Sei Ambawang. Keluarganya merangkak dari piramida paling bawah. Hanya dengan berbekal beberapa helai baju, lau kung berjualan ikan asin lalu pelan-pelan merambat naik.

"Kita orang pekerja keras," ulang Pa lagi dan lagi. Setiap Imlek yag dibicarakan di pertemuan keluarga selalu kerja, duit dan cuan.

Mama Linda, Tjiak Noi, orang Ketapang yang melarikan diri ke Pontianak karena takut dijadikan mailbride. Sepupu Ma yang dulunya cantik jelita, diiming-iming menikah dengan orang kaya setuju pergi ke Taiwan. Ternyata disana ia dinikahkan dengan duda kasar. Ia dipulangkan dengan separuh muka terkena luka bakar. Cerita sepupu Ma tragis, mama mertua yang kerap memukulnya, suami yang gemar memperkosa serta ia yang harus bangun jam 3 pagi untuk membereskan rumah.

Tjiak Noi ketakutan. Ia mengumpulkan uang hasil dari mencuci baju tetangga di sungai dan menjual choi pan di pinggir jalan. Setelah uang terkumpul, ia kabur ke Pontianak.

Untung nasib berpihak kepadanya, Tjiak Noi berhasil mendapat pekerjaan sebagai pembantu di rumah keluarga Chinese kaya raya. Sang nyonya suka dengan Tjiak Noi yang manis dan mengajarinya menjadi pelayan di toko emas. Di toko emas itulah ia bertemu dengan Akwang yang berniat mengadu nasib ke Pa Sia, Jakarta, dengan kakaknya Achai.

Ma sering meremas tangan Linda sambil berbisik hidupnya begitu beruntung. Ia punya karma baik dari hidup yang sebelumnya.

Linda tidak setuju. Diam-diam ia berharap Pa memperlakukan Ma dengan lebih baik. Setiap hari Ma berjongkok dan mengepel seisi rumah. Ketika Linda bertanya, kenapa mereka tidak membeli alat pel seperti punya Tante Elsye, Ma melihatnya dengan tatapan horor. Ia buru-buru mendekap mulut Linda dan berbisik jangan sampai terdengar Pa. Linda ingin protes tetapi ia juga takut menerima amukan Pa.

PERKUMPULAN ANAK LUAR NIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang