BAB 28: Witing Tresno

228 32 16
                                    

Hubungan Martha dan Ronny berawal dari Martha yang terancam jadi gelandangan alias tak punya tempat tinggal.

Di tahun kedua Martha berkuliah, ia tak lagi bisa tinggal di asrama kampus karena ia tak punya poin yang cukup. Segala sesuatu di Singapura dihitung berdasarkan poin. Untuk mendapat poin, Martha harus mengikuti aneka kegiatan di asrama. Karena sibuk belajar, poin Martha kurang. Martha iri dengan Rivai yang biarpun kapten sepak takraw, kiper sepak bola, sebagian besar mata kuliahnya tetap A. Hanya sekali ia mendapat A-, gara-gara Rivai pikir ini ujian Programming Methodology, eh ternyata ini ujian Introduction to Business Analytics. Martha geleng-geleng kepala, Rivai salah belajar masih A-.

Tadinya Martha ingin sekamar dengan Putri, temannya dari Indonesia. Namun di saat terakhir, Putri mendapatkan kamar bersama kawan-kawan gerejanya, meninggalkan Martha luntang-lantung sendirian. Untung ia teringat akan Linda yang keluarganya punya condominium di Singapura. Dengan sungkan, Martha menghubungi sahabatnya.

Tanpa ba bi bu, Linda menawarkan dengan setengah memaksa supaya Martha tinggal di condominium-nya. Hanya saja kondisi yang diberikan Linda membuat Martha mengernyitkan kening.

"Tinggal bareng cowok? Lo yakin aman?" tanya Martha ragu-ragu.

"Tenang ... si Ronny lebih doyan pegang komputer daripada pegang cewek. Kata Engko gue dari SMP-SMA kagak pernah pacaran. Lempeng kayak besi. Fanny pernah coba ngerayu dia pake bikini. Temen-teman engko gue yang lain mimisan, si Ronny ngelirik aja kagak." Linda terkekeh. "Ronny di study room. Lo ambil kamar master, ada kamar mandi dalam. Aman. Kalo sampe Ronny berani macem-macem, kasih tahu biar gue damprat."

Fanny pakai bikini dicuekkin? Oh, baiklah. Martha sadar pilihannya terbatas. Ia harus pindah minggu depan. Lagipula condominium Linda hanya berjarak dua bus stop dari kampusnya. Linda meminta uang sewa yang teramat sangat murah. $100/bulan sudah termasuk air, listrik dan internet. Tawaran yang sangat menggiurkan.

Keesokan harinya ia mengetuk pintu kayu mahagoni. Tadinya ia berpikir yang akan membukakan pintu adalah cowok kuper berkacamata, nerdy, PhD guy. Ia melongo ketika melihat sosok pria tinggi dengan rahang kokoh dan alis tebal menatapnya dengan curiga.

Njrit, ganteng. Pantes si Fanny sampe rela pakai bikini! Geblek si Linda kagak kasih tahu gue!

Kekagumannya menguap lenyap ketika pria itu menolak mempersilahkannya masuk. Dengan gugup Martha menjelaskan ulang maksud kedatangannya. Seperti patung besi Ronny berdiri tak bergerak. Panik, Martha memencet nomor Linda sambil berdoa supaya Linda mengangkat teleponnya.

"Open the door! She's my bestie. You let her in or you're out!!" jerit Linda yang tidak suka ada orang yang berani melawan dirinya.

Sambil menggerutu Ronny mempersilahkan Martha masuk. Ia memberikan setumpuk kunci cadangan dan meninggalkan Martha seorang diri di ruang tamu.

Keesokan harinya Martha datang lagi untuk membawa barang-barangnya. Ia masuk tepat ketika Ronny sedang menghubungi kakak laki-laki Linda.

"Kevin, are you kidding me? A girl?? You want me to share a condominium with a girl?"

Martha ingin memukul kepala Ronny dengan panci. Caranya mengucapkan girl seolah Martha sejenis penyakit menular yang menjijikkan. Ia menelan habis harga dirinya dan pura-pura tak mendengar. Ia masuk ke dalam kamar master dan mulai berbenah. Kalau ia punya budget berlebih nehi-nehi ia harus berbagi tempat tinggal dengan pria menyebalkan.

Untung kamar master yang ia tempati luas. Ranjang besar, lemari pakaian, bahkan ada meja rias besar yang ia gunakan untuk menaruh laptop bekasnya dan buku-bukunya. Belum lagi kamar mandi dengan bathtub yang bisa ia gunakan sepuasnya. Serta balkoni! Martha sudah membayangkan asyiknya duduk di balkoni, belajar ditemani semilir angin sore. Anggap saja Ronny tetangga yang tak perlu ia ajak bicara.

PERKUMPULAN ANAK LUAR NIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang