1. Silent witness: joan

7 0 0
                                    

"Jo, ini mama. Jika sudah di stasiun tunggu mama di sana, jangan percaya pada orang yang mengaku mengenal keluarga kita, terus di belakang paman shoen, jangan menyusahkan paman dan Oma lagi. Kau mengerti Jo? Tunggu mama di stasiun sore ini, mama—"

"Alr mom, I'll be a good boy, don't worry."

Tutt

Panggilan suara itu akhirnya ku akhiri sepihak, telfon rumah ku letakkan kembali ke tempat semula. Aku menghela nafas panjang sebelum akhirnya menghampiri Oma, aku butuh beberapa nasehat.

"Oma.." sapaku manja, Hanya pada Oma aku bertingkah seperti ini, tolong rahasiakan pada siapa pun.

"Ibu mu lagi, Jo?."

Aku mengangguk, tatapan lembut Oma sangat menenangkan. Jika Mama, ia hanya akan memberikan tatapan ke khawatiran dan cemas. Awalnya itu tidak terlalu mengganggu, tapi ntah kenapa semakin lama membuat ku kurang nyaman.

"Bukan kah mama berlebihan, Oma? Jo sudah cukup dewasa, kenapa mama tidak percaya pada Jo? Apakah ini seperti Jo tidak bisa di percaya." Ujar ku panjang lebar, Oma tertegun cukup lama. Seperti Oma sedang memikirkan sesuatu.

"Berapa usia mu, Jo?"

"Oma akan lupa lagi jika Jo katakan."

Aku bisa mendengar oma tertawa setelahnya, dan bisa ku rasakan usapan lembut dari Oma mendarat di puncak kepalaku. Nyaman, aku seperti ingin mengatakan pada oma untuk tidak memindahkan tangannya.

"Laudza, akan selalu melihat mu sebagai Jo kecil. Bukankah itu wajar, Jo. Berapa pun usia mu, kau akan selalu menjadi Jo kecilnya. Jangan terlalu merasa terbebani oleh sikapnya,"

"Tapi Oma, Jo masih tidak mengerti mengapa mama selalu khawatir berlebihan seperti itu. Oma. tidak bisakah mama bersikap biasa saja pada Jo? Bahkan banyak peraturan dari mama yang tidak masuk akal," aku memotong cepat nasehat Oma,  dan aku terlambat menyadari bahwa tindakan ku tadi sangat tidak sopan.

"Maaf, Oma. Jo keterlaluan."

Oma menatap ku dengan tatapan yang tidak bisa ku artikan, Oma menghela nafas berat seperti mengeluarkan semua yang tertahan di sana, mengalihkan tatapannya dan menatap lurus ke depan, memperhatikan paman yang berjalan menghampiri kami.

"Kau sangat penasaran dengan laudza, Jo. Kenapa kau tidak coba mencari tau? Mungkin kau bisa menemukan apa yang selama ini kau cari, akan selalu ada asal dari sebuah sumber masalah mu."

Kini aku yang tertegun, apa maksud Oma? Apa yang dimaksud Oma, sikap mama ada alasannya?.

"Joshua? Ayo ikut paman sebelum diri mu pulang, ada yang ingin paman tunjukkan."

Aku terkejut dengan paman yang entah sejak kapan sudah di dekat ku, suara paman berhasil menarik ku kembali dari pikiran ku soal mama, lebih tepatnya sifat mama kepadaku yang akan aku cari tau secepatnya.

"Ah, iya. Sekarang? paman?."

Paman mengangguk, menghampiri Oma dan mengatakan sesuatu yang tidak ku mengerti. Paman dan Oma akan memakai percakapan yg tak aku tau apa artinya untuk sesuatu yang sepertinya penting, dan aku tidak boleh mengetahuinya.

"Mom, erzähl mir nochmal von Laudza?"

"Ja, aber nicht über diesen Vorfall. Jo ist noch nicht bereit, das verstehe ich, Shoen"

@@@

Rumah kayu sederhana milik paman shoen, disini lah aku sekarang.

Selama aku menginap di rumah Oma rumah kayu milik paman adalah yang terbaik, paman shoen mengabdikan hidupnya untuk dunia sains. Alat alat penelitian milik paman yang sudah pasti sangat asing bagi ku tentu saja menjadi ciri khas rumah kayu ini.

Walaupun terkesan penuh, tapi rumah kayu milik paman shoen sangat terawat dan membuat siapapun pasti merasa nyaman karna wewangian yang dihasilkan dari beberapa tanaman hias, yang paman shoen tanam sendiri.

"Buku detektif favorit mu, Jo. Ambil lah." Satu paper bag dengan logo salah satu toko buku itu kini sudah berpindah ke tangan ku, aku mengerjap tak percaya.

"Astaga!, Bukan kah ini serial terakhir dari sang detektif? Ini sangat amat langka! Paman, terimakasih!"

"Sekarang kau bisa bawa barang mu, paman akan mengantar mu ke stasiun sekarang."

Aku mengangguk penuh semangat, "iya paman, Jo akan bergegas."

Langkah demi langkah sampai akhirnya pekarangan rumah Oma sudah bisa ku lihat dengan jelas, ku lihat seseorang yang melambaikan tangannya pada ku. Pria yang ku asumsikan sebagai tetangga sebelah rumah Oma, ya aku pernah lihat sesekali orang itu bercengkrama dengan Oma atau paman.

"Kau pulang hari ini ya?," Ia menghampiri ku dan tersenyum, oh dia mengenalku? Tapi aku merasa belum pernah bertemu dengannya, pertanyaan yang dia lontarkan seakan kami dekat, namun segera ku tepis pikiran itu dan memilih mengangguk sebagai balasan.

"Sayang sekali, kau jadi tak bisa melihat sampai akhir."

Kalimat terakhir orang itu, bersamaan dengan kedip super cepat semacam glitch di mataku.































"Aku menggoroknya dengan benar, seperti arahan mu. Nenek tua ini langsung pergi ke neraka, khkhkh"

forgive Or revengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang