Bab 2 : Tempat Asing

103 27 4
                                    

Zia membuka kedua matanya, perlahan-lahan sinar matahari memasuki indra penglihatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zia membuka kedua matanya, perlahan-lahan sinar matahari memasuki indra penglihatannya. Gadis itu memejamkan matanya lagi lantaran silaunya sinar matahari.

"Panas sekali .... " monolognya sembari bangun dengan mata yang masih tertutup. Namun, ada yang aneh, kedua tangannya tidak merasakan empuk dari kasur kesayangannya.

Hmm, apa ini? batinnya, ia meraba ke sekitar lantas membuka kedua matanya.

"Astaga! Aku sedang tidur pulas di kasur kenapa bangun di hutan seperti ini?" panik Zia. Matanya membesar kala melihat batu-batuan kecil, rerumputan liar dan pohon-pohon besar di sekitarnya. Ahh, jangan lupa dengan suara jangkrik yang menganggu indra pendengarannya.

Ia yang tadinya panik berganti santai saat suatu pemikiran muncul di otaknya. "Baru kali ini aku menyadari aku mimpi di dalam mimpi. Astaga ... aku sudah panik tadi." Ia kembali bermonolog.

Zia lantas melirik sekelilingnya lagi. Ia baru menyadari tanah yang ia duduki letaknya tidak simetris. Cahaya pun hanya masuk melalui satu sisi. Jika boleh jujur, walaupun masih siang hari, suasana di hutan ini agak sedikit menakutkan bagi Zia.

Zia memejamkan matanya, ia kembali berbaring di tanah yang bercampur batu-batu kecil itu, berharap sewaktu ia membuka matanya, dirinya sudah terbangun dari mimpi.

Menit demi menit berlalu, Zia yang masih mencoba untuk tidur itu gagal karena suara jangkrik yang berisik. Ia lantas membuka matanya dengan kesal lalu duduk. Nyamuk-nyamuk mulai memangsa dirinya.

"Kenapa banyak sekali nyamuk sih!" Zia mengibaskan tangannya ke kanan dan kiri. Ia lantas memukul lengannya dengan kencang karena ada nyamuk yang mencoba menghisap darahnya.

Wajah kesal Zia berganti panik ketika menyadari sesuatu. Dilihatnya lagi lengan yang baru saja ia pukul. Merah akibat pukulannya tercetak jelas dan rasanya pun sedikit sakit.

"Astaga! Mimpi tidak akan membuatku merasakan sakit!" Zia buru-buru berdiri. Ia melihat sekeliling lagi, tiba-tiba saja ia merinding, membayangkan binatang buas menyerangnya.

Tanpa pikir panjang, Zia lari mengikuti cahaya matahari. "Kenapa aku bisa ada di sini? Astaga ... Nenek, aku ingin pulang." panik Zia.

Hutan terlihat lebih menyeramkan saat ia menyadari jika ini bukanlah mimpi.

"Apa ini alam baka? Aku sudah meninggal?" Zia bicara dengan panik.

Ia lantas berhenti, kemudian memukul kedua pipinya. "Tidak, aku belum meninggal. Nenek tidak boleh kutinggal sendirian."

"Baiklah Zia, tenang, ayo cari jalan keluar." Zia menghela napas lalu mengembuskannya. Namun, lagi-lagi pikiran buruk memasuki otaknya dan membuat dirinya panik.

"Bagaimana jika aku diculik? Apa yang terjadi pada Nenek? Astaga ... aku harus keluar dengan cepat." Karena terlanjur panik dan pikiran buruk menghampirinya, Zia tidak fokus pada langkahnya dan tersandung batu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THERALAND : De Historia, The Maze Game, and The Seven PrincesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang