OUR UNIVERSE [Taelice-short story]

1| Bday Gift

Ting tong!

Terdengar suara bel apartemen milik Tito. Dengan wajah bantalnya yang sebenarnya dia belum tidur karena masih begadang nungguin siaran bola, akhirnya tito bergerak menuju pintu apartemen untuk melihat siapa yang datang ke apartemennya malam malam.

Ceklek!

"Ya?" Tanya Tito kepada seorang kurir yang sudah berdiri di depan pintunya.

"Maaf menganggu, apa benar ini dengan mas Tito? ucap kurir

"Ya benar pak, saya sendiri. Gimana?

"Ini ada kiriman dari mbak Sasa mas, silahkan diterima dan TTD disini ya" ucap sang kurir sembari menyerahkan paketnya.

"Hah, Sasa pak? Ga salah nih pak?" Tanya Tito memastikan lagi.

"Iya betul mas, dari mbak Sasa"

"oke pak, makasih ya" ucap Tito sembari mengembalikan pulpen setelah TTD.

Setelah menyelesaikan tugasnya kurir tersebut akhirnya meninggalkan apartemen Tito. Sedangkan sang pemilik segera masuk kedalam membawa paket yang ada di tangannya, dia penasaran apa isi dari paket tersebut.

Menuju sofa yang terletak di depan tv yang masih dalam keadaan menyala, Tito menggerakan jemarinya untuk membuka paketan dari sang mantan kekasih. Sebenarnya Tito masih tidak menyangka, dia berpikir apakah ada kemungkinan dia mengenal nama Sasa selain sang mantan? Jika benar ini Sasa si gadis pujaan hatinya, tolong tampar dia saat ini. Bagaimana mungkin mantan yang sudah terpisah selama dua tahun dan memblokir seluruh akses komunikasi mereka kini akhirnya mau menghubunginya duluan, ya meskipun lewat paket sih.

"Hah? Dia masih Inget ultah gw ternyata" monolog Tito saat dia membuka isi paketnya yang ternyata merupakan sebuah jaket berwarna abu tua dengan sticky note "HBD" singkat yang ditempel di tengah Zipper jaket. Saat ingin mengeluarkan isi paketnya terlihat sepucuk surat di lapisan bawah kotak. Maka dengan segera Tito mengambil surat tersebut dan membacanya dengan seksama.

"Hah anjirr ni anak, bikin gw tambah kangen aja" ucap Tito sambil memeluk surat Sasa.

"Gw mana mungkin benci elu sih sa, harusnya gw yang minta maaf, apa kesalahan gw yang sampai bikin lu dulu pergi sa, sebrengsek apa sih gw sampai lu pilih pergi jauh sa" monolog Tito dengan lirih dan berkaca kaca.