Prelude : Serintik Kisah

8 4 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.


Kata orang, hujan saat musim kemarau merupakan berkah untuk mereka yang sedang merasa kekeringan. Hujan saat itu seperti setitik harapan ditengah rasa keputusasaan.

Namun, bagi seorang Khafa Aliangga Dalfon, rasanya sama saja. Tidak ada yang berbeda mau hujan saat musim kemarau atau hujan disaat musimnya, semuanya sama-sama meninggalkan kenangan yang agak buruk, ah, bahkan sangat buruk dari Plankton yang menguasai resep kraby patty.

Khafa melirik Ryan yang tengah menatap ke arah jalan yang masih dijatuhi hujan sejak sejam yang lalu. Lelaki yang ditatap itu menghela napas berat dan menatap Khafa dengan raut aneh.

"Ka, gimana nilai UTS bahasa indo lo?"

Khafa menatap temannya yang mengambil tempat duduk disamping kanannya sembari memakan gorengan yang tersedia dimeja.

"Lumayan, Ry. Gak terlalu gimana-gimana," jawab Khafa setelah menyeruput minuman yang ada bobanya.

"Iya, sih, lo 'kan emang pinter kalo buat kritik sastra doang. Lah gue? Boro-boro mengkritik, baca ajah udah berbusa mulut gue. Dapatnya B- lagi, 'kan kampret," keluh Ryan menaruh kepalanya di meja. Ryan ini termasuk mahasiswa yang nyasar jurusan. Tipe mahasiswa yang tidak punya tujuan hidup, ngikut arus saja.

Khafa terkekeh. "Terus, lo gak ada niat buat memperbaiki?"

"Niat sih ada, cuman gue malas tiap kali minta perbaikan, dosennya selalu minta alasan ini lah, itu lah. Sekalian ajah, kalo gak mau kasih nilai, ya gak usah." Ryan berucap dengan sedikit nge-gas. Dia melipat tangannya didada pertanda kalau dia memang kesal. "Bagi gue, alasan itu cuman formalitas mereka ajah. In fact, they don't care."

Khafa hanya menggeleng melihat. temannya itu yang masih menggerutu akibat nilanya yang rendah. Kini, lelaki itu menatap sekeliling kantin fakultas yang tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung termasuk dirinya dan Ryan sebab sekarang sudah hampir jam 6 sore.

"Berapa lama lagi hujan akan berhenti?" Tanya Ryan tiba-tiba.

Khafa, lelaki dengan kameja hitam itu menaikkan salah satu alisnya bingung. Ia kemudian melirik kearah luar kantin yang masih hujan lebat. "Gue bukan pawang hujan."

Khafa mengambil novel dalam tasnya kemudian membuka dan mulai membacanya, membiarkan Ryan dengan tatapan yang masih menuju kearah Khafa.

"Lo gak mau balik ke 'Dan Gerimis'?" Ryan bertanya.

Khafa merotasi netranya. "Gue yang punya cafe itu kalo lo lupa, Ry. Lo juga kerja disana BTW." Khafa menutup bukunya. "Lagian disana ada Iyan yang jaga. Gue abis ini masih ada urusan."

Ryan mengangguk. "Tapi beneran deh, Ka. Gue bingung kenapa lo nolak tawaran kerja sama dari Pak Joni kemarin? Padahal bagus lho kalau 'Dan Gerimis' buka cabang baru."

Dan Gerimis | JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang