Prolog

11 3 0
                                    

Di bawah teriknya panas matahari, di tengah bisingnya deru kendaraan dan hiruk pikuk perkotaan seorang gadis kecil membawa gelas plastik bernyanyi riang, diiringi petikan nada kentrung usang yang dimainkan anak laki-laki yang lebih tua berkisar dua tahun darinya, yang tak lain adalah kakaknya.

"Fara"

Merasa terpanggil gadis itu berlari ke arah kakaknya.

"udah dapat berapa uangnya?"

Sang kakak membelai surai hitam usang sang adek.

"segelas penuh kak" jawab sang adek dengan senyum mengembang

Sang kakak ikut tersenyum senang.

"Alhamdulillah, mari kita pulang, pasti ibu sudah menunggu kedatangan kita"

Ajakan sang kakak diangguki antusias oleh sang adek.

Seakan dunianya runtuh, dua anak kecil itu harus menerima kenyataan bahwa beberapa rumah di blok perumahannya hangus terbakar, termasuk rumah mereka. Terlebih dengan ibu mereka yang masih terjebak di dalam rumah berdasarkan informasi dari tetangga yang selamat.
Sang adek hanya bisa menangis dalam dekapan sang kakak, mereka berpelukan tuk saling menguatkan.

"i ibu kak hiks... fara nggak hiks...nggak mau kehilangan ibu...ba baru tiga bulan lalu hiks... a ayah ninggalin kita...hiks"

Sang kakak bimbang harus bagaimana, keadaan sungguh kacau tak terkendali. Sirine mobil pemadam kebakaran berpadu dengan teriak histeris warga setempat. Api semakin mengganas membakar hangus apapun yang disentuhnya, ledakan demi ledakan menggema. Tangis pilu para keluarga korban terdengar di rungu pendengaran, semua orang pasti tak rela kehilangan orang yang mereka cinta.

Sang kakak berjongkok mensejajarkan tingginya dengan sang adek, menangkup wajah gadis kecil itu. Ia tahu adeknya ketakutan, terbukti dari tubuhnya yang bergetar disertai isak tangis  tiada henti sedari tadi.

"dengerin kakak! Kamu di sini jangan kemana-mana ngerti!"

"ka kakak mau ke mana?"

"kakak mau jemput ibu"

"jangan ninggalin fara hiks..." pintanya memohon

"kakak akan kembali, bersama ibu"

Sekarang gadis kecil itu diambang keraguan, ia ingin ibunya kembali tapi di sisi lain ia takut kehilangan sang kakak. Tanpa menunggu sang adek menjawab ia berucap
"kakak tau adek kakak pintar"

Setelah mengecup singkat puncak kepala sang adek, ia berlari masuk ke dalam kobaran api yang mengganas.

"kakak...." teriak sang adek tak dihiraukan

Ia hanya bisa menangis dan berdoa dalam hati, ia takut sendiri. Suara ledakan semakin menjadi, api semakin menyebar dan mengganas, mobil kebakaran datang semakin banyak, teriakan histeris dari orang-orang pun terdengar memilukan.

MUARA RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang