Prolog

705 57 7
                                    

PRAAANGG!





"GOBLOK! KATA BELI PIRING CUMA 2 RIBU, HAH?!"



"Terus gue peduli?! Sejak kapan lu peduli sama rumah? Kerjaannya cuma pergi, jelalatan cari laki!"



"TAU APA LO HAH?! GUE KELUAR ITU CARI KERJA! NGAPAIN GUE NGANDELIN SUAMI KAYAK LO! KERJA ENGGAK, NYUSAHIN IYA!"



"Nyusahin lo bilang?! Lo pikir gue gak kerja apa?! GUE PUSING CARI KERJA GAK ADA YANG NERIMA GUE! GUE PUSING MIKIRIN GIMANA CARANYA BAYAR UTANG! EMANGNYA LO! CARI DUIT BUAT DIRI SENDIRI!"



"Diri sendiri lo bilang?! Heh! Gue tanya lo masih bisa makan kan?! Tanpa lo yang gak ngasih duit sepersenpun buat gue! Lo masih bisa kenyang kan? Lo masih cukup asupan kan?! Bahkan gue masih bisa ngasih makan sama uang jajan Yeonjun tanpa minta uang sepersen pun dari elu!"



"Lu pikir, yeonjun sekolah siapa yang bayarin? Gue kan?!"



"CUMA MODAL BAYARIN SEKOLAH ANAK GAK USAH BELAGU BANGSAT!"



"Ck, berisik banget sih elah!" Decak seorang pemuda yang bernama Choi Yeonjun.

Yeonjun sedang asik melakukan foto ria dengan kumpulan koran yang tertempel ditembok sebagai backgroundnya. Ia sibuk mencari filter-filter yang menarik di aplikasi Snapchat yang ia instal di hpnya.

Ia melakukan pose, jari telunjuk dari tengah ia tegakkan sedangkan sisanya menekuk. Ia sedikit manyun supaya tampilan foto dirinya menjadi cute. Ia mengangkat hpnya mencari sisi yang pas.

Cekrek!

Yeonjun tersenyum puas melihat hasil tangkapan foto dirinya. Terlihat begitu lucu, ia lanjut mencari-cari filter lainnya untuk foto. Sesekali ia mendengus kala mendengar suara ribut-ribut diluar kamarnya, sudah biasa baginya untuk seperti ini.

Bertengkar.

Saling memaki.

Tak mau kalah.

Adu bacot.

Bahkan sesekali mengadakan sesi baku hantam.

Kedua orang tuanya lagi sibuk membela ego mereka masing-masing diluar sana.

Yeonjun mah udah biasa. Dari kecil ia tak pernah merasakan hangatnya keluarga, yang ada hanyalah rasa trauma dan mampu menurunkan mental Yeonjun yang berstatus anak mereka.

Tapi seiring berjalannya waktu, perlahan Yeonjun mulai biasa saja. Semua itu, sudah bagaikan makanan sehari-harinya, tidak pernah absen dari Senin sampai Minggu dan seterusnya. Sakit? Tentu saja, tapi Yeonjun berusaha kuat dan mengatakan kepada dunia bahwa ia baik-baik saja.

Ia tak ingin dicap lemah, serta dikasihani oleh orang lain. Ia hanya ingin menjadi pemuda yang kuat, mampu meraih prestasi, dan sukses dikemudian hari. Sukses, punya duit banyak terus pergi liburan kemanapun ia mau tanpa pusing mendengar kedua orangtuanya yang sibuk adu bacot tanpa ujung.

Kenapa gak cerai aja sih? Itu yang Yeonjun mau. Apa mereka tidak lelah dengan membuang-buang suara mereka untuk berteriak dan memaki satu sama lain seperti itu? Kalo Yeonjun mah ogah. Lebih baik dengan cepat menyelesaikan suatu perkara, dari pada diperpanjang dan berakhir bertele-tele seperti kedua orang tuanya? Apaan sih, mau minggat aja rasanya Yeonjun tuh.

Setelah puas mencari-cari filter dan menyimpannya. Yeonjun mengambil sebuah speaker kecil dinakas, jarinya menekan aplikasi musik dihpnya. Tak lupa, ia juga menyalakan bluetooth untuk menyambungkan suara dengan speaker tersebut.

Diary Depresiku  -Soobjun ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang