2

5 1 0
                                    

-Stella-

Hari Stella hancur total! Setelah disuruh mengerjakan tugas trigono di depan kelas dan gagal. Gurunya mengusirnya dari kelas dan tidak sama sekali berniat bersimpati padanya. Sial, Stella pikir setelah apa yang menimpanya, setidaknya semua orang kehilangan minat untuk menjahatinya sedikit. Walau sedikit. Stella tidak suka belas kasihan, Stella tahu. Tapi menurutnya smua orang begitu keterlaluan.

Gue kok bawaannya galau gini..

Abu-abu banget sih.

Dan disinilah Stella, dipojok terdalam perpus mengepit novel romance murahan didada dan menatap keluar jendela. Dia tidak menangis, tentu tidak. Dia menghafal dialog peran untuk audisi di auditorium hari ini. Stella memiliki bakat berakting, tapi sama sekali tidak terpikir olehnya drama kali ini akan dia lakukan bukan untuk papanya.

Kalo gue mikirin papa terus mana bisa gue fokus ngafalin buat drama?

Stella melempar novel yang tadi dikepitnya ketas meja didepannya dan menarik rambut frustasi. Sesekali mengerang pelan karena tidak mau orang lain kebetulan mndengarnya.

"Gue nggak percaya kebetulan, tapi tumben banget ada Stella Asmaradiva disini, sendiri lagi. Biasanya juga sama cowok yang ngekor dia mulu dari SMP." Suara bariton membuat Stella membelalak dan menoleh.

"Kak Rio.."

Rio menghempaskan dirinya di kursi sebelahnya. Lelaki berambut cepak dan jangkung itu meletakkan buku yang tadi dibawanya. Ensiklopedia bahasa Indonesia Vol. 7, tulisan besar-besar tertera diatasnya.

"Mampir ke perpus bentar buat bahan tugas dan nggak taunya nemu lo, disini. Diusir? Udah pasti kan," ditelinga Stella itu bukan pertanyaan tapi pernyataan.

Stella tidak pernah menyukai Rio karena sikap Rio yang terlalu cuek dan terkesan seenaknya. Tapi entah kenapa pada saat bersamaan, tanpa diduga Stella merasa secercah kesenangan Rio menemukannya disini. Di pojok terjauh perpus.

"Meskipun kakak pinter, nggak selamanya kakak berhak ngeremehin," Stella berbalik menatap jendela lagi.

"Gue..─" Stella tiba-tiba memotong "Stella tau kakak mau bilang apa, nggak usah diterusin anggep aja aku bales pake Y besar."

Rio mendecak, "judes amat ngalahin gue, Dek."

Stella menatap Rio, bahkan entah kenapa Stella tidak bisa ber gue-elo dengan Rio. Stella menghormati kakak-kakak kelasnya, tapi bila berhadapan dengan Rio, semuanya begitu....berbeda.

"Nggak balik ke kelas?"

"Bentar lagi, lo? Gue tebak lagi nyiapin buat di auditorium siang nanti. Gue nonton lo pasti, Dek." Rio mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Permen kecil yang banyak, "Nih lycorice, keberuntungan."

Mata Stella berbinar melihat permen kesukaannya. Rio tau kesukaannya. Dan mendadak Stella limbung oleh sesuatu yang ada dalam dirinya.

Walau begitu Stella hanya berkata, "makasih, Kak."

Rio tersenyum, "Gue balik, dan pastiin lo dapet peran drama itu kali ini."

Stella membuka bungkus satu lycorice dan memandang Rio menjauh dari dirinya. Ujung-ujung bibir Stella terangkat. Tersenyum. Tersenyum setelah delapan jam dua puluh menit dan tiga puluh detik yang lalu kabar menyedihkan itu datang padanya.

SerendipityWhere stories live. Discover now