Hari ini Asher berkeinginan untuk berjalan-jalan dengan seseorang yang sangat penting baginya. Tas yang berisi sebuah bekal, sudah di siapkan, sementara pakaian kasual yang disukai seseorang itu juga ia kenakan.
Dengan senyuman lebar, Asher berjalan. Menghampiri sepeda yang selama ini menjadi temannya kemana-mana. Perlahan, sepeda itu berjalan, mengarah tepat kepada tujuan, Adaline.
Adaline yang melihat Asher menghentikan kegiatannya, perlahan tanpa di minta ia mendekat. Langsung duduk di tempat yang seharusnya, tentunya dengan jarak yang ada.
Sepanjang jalan keduanya hening. Adaline memilih untuk tidak berkata-kata karena masih bingung dengan dunianya yang semakin hari semakin menggila, sedangkan Asher sendiri bahagia karena berpikir bisa membuat kedua orang yang spesial untuknya berdekatan.
***
Adaline tersentak, dirinya sama sekali tidak menyangka akan bertemu Sava di tempat yang sama. Terlebih lagi dengan pakaian yang terlihat sama dengan Asher. Itu kebetulan atau sudah di rencanakan?
Adaline terdiam setelah merasa pikirannya kembali tak tenang. Namun, dengan usaha, dengan terpaksa Adaline tersenyum kala Sava menatapnya lama.
"Adaline,"
"Sava, salam kenal ya."
Kedua wanita itu saling menatap. Sava terlebih dulu mengulurkan tangannya yang sama sekali tidak di balas oleh Adaline yang malah membuang muka.
Asher kaget, karena sama sekali tidak menyadari Adaline akan berubah dalam waktu sekejap mata. Namun, saat Sava kembali menatapnya, sosok Asher yang biasanya waspada langsung menghilang entah kemana.
"Gue belum jelasin rencana gue kan, ya? Gue di sini mau ngabisin waktu bareng orang-orang terspesial gue, yaitu kalian. Jadi, happy fun guys." Asher tersenyum manis. Setelahnya, ia sibuk mengurusi barang-barang yang di bawa. Sava dan Adaline terdiam canggung.
Keduanya sama-sama enggan untuk memulai percakapan lagi, terlebih dengan rumor yang beredar diantara mereka.
Sava tentu tidak masalah dengan kedekatan Adaline dan Asher. Namun, fakta bahwa salah satu diantara mereka pernah menyukai orang miliknya membuat Sava merasa aneh jika berdekatan.
Berbeda halnya dengan Adaline yang merasa bahwa sebenarnya semua tindakan Asher adalah kode agar dirinya mengerti, bahwasanya pria itu bukan hanya miliknya satu-satunya. Namun, milik wanita lain yang kini telah mengisi relung hatinya.
"Gue mau pulang aja." Adaline beranjak. Dadanya terasa sesak kala melihat Asher yang terus melirik Sava. Meski sebenarnya Adaline akui Sava cantik, bahkan lebih darinya. Tapi, dia lah yang menemani kala pria itu sedang dalam keadaan duka. Jika seandainya Tuhan mengizinkan untuk egois, maka Adaline mungkin saat ini akan menuntut balas budi atas waktunya yang terbuang sia-sia demi pria di depannya.
"Gue kayaknya gak enak badan,"
Asher yang sebelumnya ingin melarang perlahan menatap Adaline khawatir. Tangannya bahkan dengan cepat langsung berpindah posisi dan mengelus pelan rambut Adaline.
Sejenak Sava terpaku. Tangannya tanpa sadar mengelus kepalanya yang terasa panas. Sava mendongak, menatap matahari yang bersinar terang, kemudian terdiam dengan pandangan cemburu.
"Her, gue juga mau balik aja deh kayaknya. Lu tau kan, gue gak boleh kecapekan. Atau, yang ada penyakit lama gue malah kambuh." Sava juga mulai beranjak. Menyusul Adaline yang berlalu tanpa mengharapkan balasan.
Asher termenung. Membenarkan perkataan Sava yang sangat masuk akal. Namun, juga merasa kecewa karena setiap perjuangannya ternyata sia-sia. Mereka tidak bisa berdekatan, sesuai keinginannya.