Bougenville kompleks
Rabu,14 Desember 2022.
Pukul 23.46Dimalam yang sunyi ini tokoh utama kita masih tetap terjaga entah apa yang menganggu pikirannya saat ini namun sebanyak apapun Raiden mencoba menutup matanya ia akan terbangun selang 10 menit kemudian begitu seterusnya. Sudah banyak hal juga yang Raiden lakukan agar ia bisa kembali tidur, namun semuanya nihil tak ada yang berhasil.
Semilir angin masuk melalui celah pintu balkon yang belum tertutup sempurna, dinginnya malam juga tak membuat Raiden kedinginan dan memilih untuk bergelut dengan selimut. Sebaliknya ia mendekati arah balkon, keluar dan merasakan dinginnya malam yang menusuk pori-pori kulitnya.
"Dirga! Kamu gak tidur nak?" ucap sang ibunda yang tak sengaja lewat dan melihat lampu kamar putarnya masih menyala. Dirga nama panggilan yang ia dapatkan dari keluarganya karena ia adalah cucu laki-laki terakhir yang menggunakan nama Dirgantara.
Yang dipanggil tidak menyahut karena mungkin suara sang ibunda tak terdengar sampai keluar balkon. Karena tak mendapat balasan dari sang putra Theresa masuk dan menghampiri sang putra yang ternyata sedang menikmati angin yang tak main-main dinginnya.
"Dirgantara, kamu belum tidur? Gak baik loh di balkon malam-malam. Dingin nanti kamu sakit gimana?" ujar sang Ibunda sambil memegang bahu sang putra yang lebih tinggi darinya.
"Eh bunda" kaget Raiden saat merasakan sentuhan di bahu kanannya. Ia melamun sampai tak sadar bahwa sang ibunda sudah berada di sampingnya.
"Kamu kenapa belum tidur jam segini? Katanya besok mau berangkat pagi"
"Dirga gak bisa tidur bun, rasanya susah banget buat Dirga mejamin mata." keluh Raiden
"Yaudah mau bunda temenin ngobrol?" tawar Theresa. Raiden menggelengkan kepalanya "Gak usah bun, nanti bunda malah capek kalo nemenin Dirga. Bunda tidur aja nanti Dirga juga bakal tidur sebentar lagi."
"Okelah kalo gitu, bunda pegang omongam kamu, jangan sampe kamu gak tidur dan malah tidur di sekolah!" tegas sang ibunda.
"Iya bunda Theresa tercinta" ucap Raiden dengan senyumannya.
"Bunda tidur duluan ya! Good night Dirga kesayangaannya bunda!" ujar Theresa sambil mengecup seluruh wajah Raiden.
Raiden yang diperlakukan seperti itu hanya bisa tersenyum, bundanya itu sangat perhatian sekali padanya. Bahkan sampai saat ini bundanya itu masih menganggapnya seperti anak kecil.
Golden Lily Kompleks
Rabu, 14 Desember 2022
Pukul 23.47"KAMU DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI! BAGAIMANA CARA KAMU MENGGANTI GUCI SAYA YANG KAMU PECAHKAN!" teriakan memenuhi seisi ruang tamu. Terlihat kilat amarah dari sang pemilik guci yang pecah tersebut.
"Maaf ma aku tidak sengaja!" ujarnya dengan kepala tertunduk.
"MAAF-MAAF APA MAAFMU BISA MENGGANTI GUCI SAYA YANG KAMU PECAHKAN? BAHKAN JIKA AKU MENJUALMU PUN TIDAK AKAN BISA MEMBELI GUCI INI LAGI." terdengar sangat menusuk hati, bagaimana ada ibu yang tega berucap seperti ini pada putrinya.
"M-mama! Hiks maafkan, hiks a-aku benar-benar tidak sengaja! "
"Lenora kamu benar-benar anak pembawa sial, kamu sudah membunuh anak kesayangan saya. Kamu juga sudah mencelakai ibu saya. Kamu memang anak tidak tahu diri Lenora.
Saya heran mengapa suami saya sangat menyayangi kamu, padahal kamu sudah membunuh anak sulungnya. Kamu juga bukan anak yang bisa di banggakan Lenora" kalimat pedas itu keluar tanpa belas kasih, tak peduli apakah anak di depannya itu sakih hati atau tidak kala mendengar ucapannya.
"Mama, kenapa mama ngomong gitu. Anak mama bukan cuma kak Jeno, Lenora juga anak mama....hiks... " Tangis Lenora kembali pecah saat mengucapkan kalimatnya.
"Ingat hal ini Lenora, anak saya hanya satu Arjeno dan dia sudah meninggal. DAN ITU SEMUA KARENA KAMU LENORA!"
"Bukan aku ma, bukan aku yang buat kakak meninggal! BUKAN AKU MA!!"
PLAKKK....
Tamparan keras itu mengenai pipi putih Lenora menyebabkan warna kemerahan bercap tangan tergambar jelas di pipinya. Kepala Lenora sampai tertoleh ke samping, matanya kembali memanas setelah tamparan sang mama mendarat.
"SUDAH BERANI KAMU SAMA SAYA LENORA. SINI KAMU!" ucap Angeline menarik rambut panjang Lenora, memaksa gadis itu untuk mengikutinya.
"Hikss ma.... Sa-sakit maaa.... Lepas-in Lenora...Ma-af maaa..." Kata-kata Lenora terputus-putus karena merasakan sakit di kepalanya akibat tarikan sang mama.
BRUKKK.....
"INI HUKUMAN UNTUK KAMU LENORA. JANGAN HARAP AKAN ADA ORANG YANG MEMBUKAKAN PINTU INI UNTUK MU. DAN SATU LAGI PAPA TERSAYANGMU ITU SEDANG TIDAK ADA DISINI DALAM WAKTU LAMA!" Ujar Angeline yang disusul dentuman suara pintu yang tertutup kencang.
"Mama buka maaa, maafin Lenora. Lenora gak sengaja ma!......hiks....mama....maaf, tolong...hiksss...... Bukain maaa... Lenora takut gelap..... Mama tolong.... Lenora takut gelap maaa....hiks......hiks...." Tangisan Lenora nyatanya tak berhasil membuat Angeline tersentuh hatinya. Ia malah terlihat acuh seakan tangisan dan permohonan Lenora hanyalah angin lalu.
Sementara di dalam sana Lenora terus saja berteriak meminta tolong agar sang mama mengeluarkannya dari dalam ruangan yang gelap dan minim oksigen ini. Namun sekuat apapun Lenora mengiba, Angeline tidak akan berbaik hati padanya.
"Hiks...... Mama tolong Lenora ma... Maaf hiksss. Maafin Lenora. Lenora akan ganti Guci mama, tapi keluarin Lenora maa..... Hikss..... Lenora takut, disini gelap dan aku gak bisa nafas ma... Hikssss"
"Mama tolong, bukain pintu ini ma. Bukan aku yang bunuh kakak, bukan aku juga yang celakain Oma. Tolong percaya sama aku sekali ini ma. Hiksss.... Mama" suara Lenora semakin melirik dampat dari kurangnya pasokan Oksigen di dai dalam sana. Bayangkan saja sebuah gudang yang ruangannya gelap tanpa penerangan apa pun, dan tanpa adanya fentilasi satu pun.
Golden Lily Kompleks,
15 Desember 2022
06.50Malam pun berlalu, kini matahari sudah menampakkan wujudnya di peraduan. Cahayanya yang sangat terang menyilaukan mata serta rasa hangat pancarannya. Namum semua itu tak bisa menjangkau tubuh seorang gadis remaja yang sedang meringkuk di atas lantai tak beralas, menikmati segala rasa dingin yang menusuk hingga ketulang-tulang.
Matanya masih terpejam, kedua tangannya berusaha untuk tetap memeluk tubuhnya yang bergetar, kedua kakinya pun mencoba untuk terus bergesekan berusaha mencari sebuah rasa hangat dari sana. Namun sayang seribu sayang, semua usahanya tak berbuah manis.
Rasa dingin itu masih menyapa setiap inci kulitnya seakan tak membiarkan rasa itu berpisah dengan Lenora. Matanya yang semula terpejam kini mulai terbuka perlahan, namun yang dapat ia lihat sekarang hanyalah kegelapan. Kegelapan yang membuat ia memiliki trauma mendalam dan kegelapan juga yang membawanya masuk ke dalam Mala petaka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
B E R S A M B U N G
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZEKA
Teen Fiction"Lo berubah Den!" "Ini Aku, Aku gak berubah. Aku tetap aku" "Tapi ini bukan Raiden yang gue kenal" Raiden Adriel Dirgantara harus menerima kembalinya dia kedalam kehidupannya. Mengobrak-abrik ketenangan jiwanya yang sudah ia tata dengan rapi. Jiwa i...