"Hompimpa alaium gambreng!"
Suara anak-anak yang terdengar begitu ceria bermain-main di tanah kosong sudah hal biasa bagi penduduk kampung Sokawengi.
Mereka bermain dari pulang sekolah, untuk melupakan rasa pusing memikirkan PR dari guru mereka masing-masing.
Berlarian ke sana kemari dengan keringat yang membuat bajunya basah, tak peduli pulang akan dimarahi ibu mereka karena baju dan badan yang kotor.
Gembira, mereka gembira ketika bermain.
Sampai terkadang...mereka lupa waktu.
Tentu orangtua mereka selalu memberi pesan untuk pulang tepat waktu, tapi namanya anak-anak memang suka sekali melanggar peraturan.
Tak peduli damar cemplik warga sudah dinyalakan, atau lampu kuning yang juga sudah mulai menyala di setiap rumah.
Di kampung situ memang belum banyak yang memakai listrik, maklum...cuma beberapa keluarga tertentu yang mampu untuk membayar listrik.
"Udin! Koe jaga ahaha!" teman-temannya menertawakan nasib salah satu dari mereka yang berjaga dalam permainan petak umpet.
Udin adalah anak berumur delapan tahun, tubuhnya cukup tergolong besar dari anak seumurannya. Yah walaupun begitu, Udin itu anak yang lumayan penakut tapi...
Tapi Udin memiliki rasa penasaran yang tinggi.
"Tapi kalian jangan jauh-jauh ngumpetnya!" Udin memberi peringatan pada teman-temannya.
Udin membalikkan badan menghadap pohon asem yang berukuran besar itu. Kepalanya menempel di badan pohon dan mulai menghitung memberi waktu temannya mencari tempat sembunyi.
"Songo, sepuluh! Wes?" Tak ada jawaban. Udin membalikkan badan dan menatap jika ia sudah berdiri sendirian.
Udin melirak-lirik sekitar, berharap ada salah satu temannya yang bersembunyi ditempat yang mudah ditemukan.
"Jo? Paijo?" Udin melangkah semakin jauh masuk ke pekarangan, mencari teman-temannya barang kali ada yang sembunyi dibalik semak-semak.
Waktu berlalu, dan langit semakin menggelap.
Sandekala.
Udin tak sadar jika sekarang sudah sandekala, saat-saat dimana ibunya sering berpesan untuk segera pulang.
Tapi, mau bagaimana lagi?
Udin masih mencari temannya yang sembunyi, jika ia pulang lebih dulu nanti dikira dia yang melanggar peraturan dan besoknya tak boleh main bareng lagi.
Ahh... Udin... Udin.
Malang sekali nasib anak satu ini.
Dia itu tak tahu saja, kalau teman-temannya yang malah menjahilinya. Teman-temannya itu sebenarnya sudah pulang, membiarkan Udin bermain sendiri di ladang kosong itu.
"UDIN!"
Udin berjengkit kaget ketika ia diteriaki dengan keras dan telinganya panas mendapat jeweran.
"Ibu?"
"Ibu sudah bilang berapa kali ke kamu? Kalau main jangan lupa waktu! Kamu pikir sekarang jam piro heh?!"
Ibunya ngomel-ngomel sembari menarik anaknya pulang, tangannya membawa obor untuk menerangi perjalanan pulang mereka.
"Tapi Udin jadi bu, makanannya masih nyari temen-temen tadi--
"Nyari opo?! Koncomu wes podo muleh!" sela ibunya.
Udin menunduk, hati kecilnya sakit mendengar ucapan ibunya. Ia kesal tentu saja ke teman-temannya.
Sesampainya di rumah, Udin dibawa masuk. Ibunya itu masih saja terus mengomel.
Udin menatap ibunya yang menutup rapat semua pintu dan jendela. Rumahnya masih beranyam bambu, dengan damar cemplik yang menerangi rumah kecilnya... Udin selalu nyaman dengan rumah sederhananya.
Bukan kali pertama ibunya marah-marah karena ia pulang larut seperti ini. Yang Udin tau, para orang tua di kampungnya memang selalu menyuruh anak-anaknya untuk pulang jangan terlalu sore sih. Udin tak tahu pasti, tapi saat ia tanya ibunya kenapa... Katanya ada setan.
"Sini, ibu udah siapin air anget. Kamu mandi sendiri yah, ibu mau lanjut masak dulu." Udin menurut saja ketika ibunya mencopoti bajunya satu persatu sampai ia telanjang bulat.
Udin melangkah ke kamar mandi melewati dapur dimana ibunya memasak. Udin berjongkok untuk pipis sembari tangannya memainkan air hangat di ember yang sudah disiapkan ibunya.
Udin meraih gayung dan mengguyur tubuhnya secara perlahan, Udin memang suka mandi sih. Ia suka berlama-lama mandi, makanannya ia mengguyur tubuhnya dengan air yang sedikit demi sedikit agar air hangatnya tak cepat habis.
"Udin."
Udin menoleh ke belakang, ah Udin memang tak menutup gordennya ketika mandi sih... Sudah kebiasaan.
Ia melihat ibunya berdiri disana.
"Ngopo bu? Ibu ndak masak?" Udin berjalan mendekat, melongokan kepalanya ke dapur. Ia melihat tungku api yang masih menyala dengan wajan diatasnya.
"Sudah kok, ikut ibu sebentar yah."
"Kemana bu?" tanya Udin.
"Keluar sebentar, ibu lupa masukin sepedanya bapak di samping."
Bapaknya memang mempunyai sepeda ontel, tapi... Kenapa ibunya repot-repot meminta bantuannya untuk ditemani sih? Kan bisa sendiri.
"Tapikan Udin masih mandi bu." Udin mengelus perutnya yang basah.
"Udah temenin aja, kamu ndak sayang ibu yah? Ibu takut keluar nih."
Udin mengernyit, semakin heran dengan tingkah ibunya. Setahunya, ibunya itu tak penakut loh.
"Yah... Temenin ibu bentar aja, nanti mandinya dilanjut lagi." Bujuk ibunya.
Mau bagaimana lagi? Udin akhirnya mengangguk.
Dengan tubuh yang masih basah dan telanjang, Udin mengikuti langkah ibunya ke pintu samping belakang rumah.
Udin menghentikan langkahnya ketika melihat sepeda bapaknya sudah berada didalam rumah.
"Bu, itu sepeda bapak udah mas--
"Wes rene! Ikut wae!" Si ibu menarik tangan kecil Udin keluar melalui pintu tersebut.
Tak lama kemudian...
"Din? Udin?" Wanita yang masih terlihat muda itu merasa keheranan ketika tak mendengar kecipak air. Biasanya anak itu suka berlama-lama mandi, kok ini tidak ada suaranya? Tentu ibunya menjadi heran.
"Din?" Ibu Udin melongok kamar mandi dan tak menemukan putranya disana.
"UDIN?!" ia mulai panik memanggil-manggil putranya.
"Pak! Bapak! Udin dimana?!" Ia memanggil suaminya karena panik, matanya memanas.
Walaupun belum tahu apa yang terjadi, tapi menghilangnya Udin sudah membuat batinnya sakit.
Malam itu sang orang tua Udin mencari keberadaan Udin dengan cemas.
Dan malam itu juga... Sang ibu melupakan sesuatu.
Saat sandelaka... Ia memang menutup semua jendela dan pintu.
Tapi ia melupakan satu pintu yang belum di tutup dengan benar.
Yaitu pintu samping bagian belakang.
***
Ini kek potongan² story aja kok.
Update klo senggang, klo cerita yg romance lg dibikin... Sabar yh bund😚
KAMU SEDANG MEMBACA
SANDEKALA [Slow Up✅]
Horror"Balik'o...wes sandekala." Sandekala, waktu sore menjelang maghrib. Waktu dimana banyak orang tua yang keluar mencari anak-anaknya yang lupa pulang karena asyik bermain. Waktu dimana mereka, menutup semua pintu dan jendela karena takut akan para lel...