بِسْمِ ٱللَّٰهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
"Waktu pengerjaan ujian ini 120 menit, kalian dilarang untuk membuat keributan, membuka buku, mengobrol dengan teman dan keluar ruangan sebelum selesai mengerjakan ujian. Baik silahkan dimulai untuk menjawab soalnya." Suara ibu pengawas tegas menerangkan aturan selama ujian berlangsung.
Hari ini adalah hari pertama ujian akhir semester Udin, sebelum pengawas ruangan masuk Udin telah menyiapkan alat tempur dengan standar terbaik untuk ujian ini. Dihadapannya telah dia letakkan papan ujian dengan posisi yang tepat, disebelah kirinya dia pilih untuk memposisikan pensil 2 buah dan sebuah pena untuk menandatangani daftar hadir peserta ujian, dan disebelah kanan sudah perhitungkannya untuk memposisikan penghapus, peraut dan tipe x agar siaga saat terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Dan semua alat tersebut telah terstandarisasi merk Fabel castle yang merupakan merk terbaik sepanjang sejarah sekolah dasar.
Udin mulai mengisi lembar jawaban ujian dengan menulis namanya di kolom yang tersedia dan melingkari huruf dibawahnya. Perlahan namun pasti Udin melingkari huruf untuk melengkapi namanya, dia pertebal hurufnya dan tepat di huruf terakhir terdengar bunyi..
"Teettttttt....Teetttt...Teettt... Waktu ujian telah selesai, kepada seluruh peserta ujian diharapkan untuk mengumpulkan jawaban, karena waktu mengisi ujian telah habis." Suara speaker kantor terdengar jelas yang mengumumkan bahwa waktu ujian telah selesai.
"HAH!!! Bagaimana mungkin, aku bahkan belum mengisi satupun soal ini" Udin berseru kesal.
"Waktunya telah habis udin, silahkan kumpulkan lembar jawaban kamu kedepan" Perintah ibu pengawas ujian dengan tegas.
"Saya mohon bu, beri saya waktu tambahan. Kalau seperti ini aku tak akan lulus ujian" Rengek Udin pada pengawas.
"Tidak Udin, waktunya telah habis, jika dalam hitungan ketiga kamu tidak mengumpulkan jawabanmu kedepan, akan saya robek lembar jawaban kamu!!" Seru pengawas ujian.
"Tidak bu, saya mohonnn izinkan saya mengisi satu soal saja" Udin masih berharap pada ibu pengawas tersebut.
Tanpa berkata-kata lagi, ibu pengawas berjalan menuju tempat duduk Udin dan setibanya disana tanpa aba-aba langsung merobek kertas lembar jawaban Udin. Melihat hal itu, Udin sontak menangis dan berteriak
"Jangannnnn!!! huahhhh aku tidak akan lulus huahhhh" Udin menangis sejadi-jadinya, namun tiba-tiba..
Byuuurrrr......
Udin langsung terbangun dari tidurnya
"Bangun!! Lihat, kalau kau tak bisa melihat jam berapa ini, lihatlah keluar, hari sudah terang! Bukannya berjualan kau malah masih disini Udin! Cepat mandi dan segera temui ibu di lampu merah!" Teriak ibu Udin setelah menyiramnya dengan seember air, dan segera meninggalkannya yang masih terkejut dengan tindakan ibunya itu.
"Huuhhh untung saja cuma mimpi, kalau tidak jika aku sekolah, aku tak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Aku akan secepat kilat mengisi ujian dan mendapatkan nilai terbaik." Udin duduk dipinggir ranjang yang masih basah akibat disiram oleh ibunya.
Setelah merasa nyawanya telah terkumpul Udin melangkah cepat mengambil satu-satunya handuk keluarga mereka yang ada dibelakang pintu rumah dan segera menuju sumur yang ada dibelakang rumahnya untuk mandi. Karena ember untuk mandi kosong, terpaksa Udin harus mengambil air dulu didalam sumur sampai embernya terisi penuh. Seraya menimba air Udin membayangkan mimpinya tadi.
"Kalau saja bukan karna nama panjang yang ibu berikan ini, pasti aku sudah menyelesaikan ujianku tadi. Lagi pula aku masih heran, apa maksud ibu memberikan aku nama sepanjang itu, yang bahkan kadang aku saja lupa kepanjangan namaku sendiri. Apakah ibu tidak tau muatan memori otakkku ini tidak lebih besar dari kotak korek api!" Ujarnya pada diri sendiri.
Setelah mandi Udin segera mengambil kotak asongannya dan menyusul ibunya yang ada dipersimpangan lampu merah . Iya, Udin tidak sekolah. Ia hanya anak umur 8 tahun yang menjual asongan bersama ibunya di simpang lampu merah. Setiap hari ia selalu melihat anak usianya diantar oleh ibunya menuju sekolah mereka. Udin sangat memimpikan hal itu, tapi takdir Tuhan tidak memberikannya kesempatan untuk sekolah seperti anak-anak lainnya.
"Tak apa, justru ini bagus. Aku tak perlu takut tak lulus ujian karena tak sempat mengisi soal karna nama konyol ini" Ujarnya setelah melihat seorang anak yang memakai seragam sekolah menyebrang jalan bersama ibunya.
"Hei apakah kau gila Udin, bicara sendiri! Lihat lampu sudah merah, cepatlah sebelum hijau lagi nanti." Perintah ibunya menyadarkan lamunan Udin dan segera menjajakan jualannya.
***
Hari ini matahari terik sekali, keringat udin membasahi sekujur tubuhnya. Dirasa kepalanya sedikit pusing, ia ingin membasahi kepalanya dengan air. Udin melangkah ke sekolah yang berada tak jauh dari simpang lampu merah tersebut. Karena, jika menumpang di WC umum maka ia harus membayar dan lebih buruk lagi mungkin seluruh uang hasil jualannya akan diraup oleh penjaga WC, tapi jika mengendap-endap menumpang sebentar di WC sekolah, itu tentunya sudah gratis dan aman lagi xixi.
"Hhahhh segar sekali, rasanya aku ingin masuk kedalam bak ini, tapi nanti ketauan penjaga sekolah lagi."
Segera Udin keluar dari WC dan saat ia ingin melangkah keluar gerbang sekolah ia melihat salah satu pintu kelas yang terbuka, karena sangat penasaran Udin pun mencoba masuk dalam kelas tersebut.
Saat melihat kelas tersebut Udin mencoba untuk duduk disalah satu bangku paling belakang
"Tuhan, sepertinya sekolah itu sangat mengasikkan. Bisa bermain bersama teman, mengerjakan tugas, membuat kenakalan, berkelahi dengan teman. Aku ingin sekali sekolah Tuhan" Ucap Udin dengan suara yang sangat kecil, agar tak bergema diruang kelas yang kosong itu. Saat ia ingin bangkit, ia penasaran dengan laci meja yang ditempatinya dan mencoba untuk menarik benda itu.
"Wahh buku tulis, ibu selalu melarangku untuk membeli benda ini, katanya ini tidak akan berguna untukku" Gumamnya.
"Buku ini sudah jelesk sekali, dan hanya tersisa beberapa lembar saja, mana mungkin masih digunakan, lebih baik untukku saja" Alibi yang Udin ciptakan sendiri untuk mencari alasan agar dia membawa pulang buku tersebut. Sebenarnya Udin tidak pandai menulis dan membaca, dia hanya senang buku, tapi dia bisa sedikit-sedikit membaca dan menulis meskipun dieja dan kadang masih salah. Entahlah akan dia apakan buku itu, mungkin hanya akan dibawanya kepada eni untuk dipamerkan, satu-satunya teman Udin yang mau berteman dengannya.
Tapi sayang sekali jika hanya itu yang dia lakukan, karena buku itu menyimpan suatu rahasia. Rahasia yang akan membuat Udin jadi sangat bahagia.
Continue...
See u next monday gais.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepuluh Lembar Mimpi
FantasíaMuhammad Thauq Athallah Dzakir Alauddin. Ia adalah seorang anak lelaki jalanan yang tak pernah menyebutkan mimpinya, dia berpendapat bahwa mimpi itu suratan takdir dari Allah yang maha kuasa, membuat suatu mimpi berarti menyalahi takdir-Nya, dan men...