Bab 1 Nasib yang baru

9 1 2
                                    

"Maafkan saya April." April tertunduk lesu, saat sorot mata Madam Susi terlihat merasa bersalah saat menatap ke arahnya. "Saya tidak bisa membujuk teman-teman kamu, untuk bisa menerima kamu lagi berada di kelompok mereka."
April sudah menduga hal tersebut. Kejadian Prakas yang memutuskan hubungan kerjasama sebab ia dan April sudah mengakhiri hubungannya bersama dengan April, memang sangat berdampak pada kehidupan April selanjutnya. Selain berdampak pada penghasilannya, kehidupan pertemanan April pun ikut terganggu. Sebab teman-temannya satu persatu menjauhi dirinya, bahkan mereka terang-terangan mencibir serta merundung April. April tidak munafik, jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia masih sangat berharap teman-teman satu timnya mau menerima dirinya kembali bergabung di dalam tim.
"Maafkan Madam April, Madam benar-benar sudah tidak bisa membujuk teman-teman kamu lagi." Madam Susi mengusap sebelah bahu April dengan penuh kelembutan.
April kemudian berusaha tersenyum semanis mungkin, ia berusaha memaklumi semuanya. Walaupun jauh di dalam hatinya yang terdalam, ia merasakan perasaan sakit akibat penolakan tersebut. Tetapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa memaksa teman-temannya yang sudah menolak dirinya secara terang-terangan itu.
"Madam akan berusaha mencarikan acara untuk kamu sebagai penari tunggal," ucap Madam Susi yang berusaha menghibur perasaan April, yang pastinya terasa sangat sakit. "Madam janji April, Madam akan mengusahakannya."
"Terima kasih Madam, atas semuanya." April menatap penuh rasa terima kasih kepada Madam Susi, yang sudah sangat berjasa selama ini kepadanya. "Kalau begitu, saya pamit Madam."
April kemudian meninggalkan ruangan Madam Susi dengan langkah yang begitu gontai. April cukup tahu diri, ia sudah tidak boleh untuk terus berpangku tangan kepada Madam Susi. Sebisa mungkin, kini ia harus lebih berusaha dari sebelumnya dalam mencari penghasilan. Sebab penghasilan utamanya sebagai penari sudah tidak bisa ia harapkan lagi.
'Pst, lihat deh si cacat itu sudah keluar dari ruangan Madam!'
'Pasti dia kembali mengemis-ngemis pekerjaan kepada Madam.'
'Dasar perempuan tidak tahu malu, sudah cacat. Sok kecantikan lagi.'
'Biasa, orang seperti itu kan sukanya mimpi jadi Cinderella.'
April menguatkan hatinya dan sebisa mungkin ia menahan air matanya, saat bisikan cibiran teman-temannya itu terdengar di sepanjang langkahnya yang akan meninggalkan sanggar.
April kemudian menatap langit yang begitu terang dengan senyum penuh kepahitan, lalu saat netranya menangkap sebuah papan iklan yang menampilkan wajah Prakas dan Kris yang menerangkan bahwa keduanya adalah pengusaha sukses Indonesia di usia muda. Hatinya benar-benar merasakan sakit yang luar biasa, dunianya yang dulunya begitu menyedihkan kini terasa semakin menyedihkan dari sebelumnya.
Tidak dicintai dan disayangi oleh orang tua kandung, bahkan mendapatkan perlakuan tidak pantas dari paman dan tantenya sendiri bisa April tahan dan hadapi. Tetapi, ketika harga dirinya dan separuh hatinya terenggut. April sudah tidak bisa menahannya, hampir setiap hari April menangis di dalam rumahnya. Ia merasa, cinta dan kebaikan memang bukanlah sesuatu yang pantas ia dapatkan.
'Kenapa harus sesulit ini?' tanya April di dalam hatinya dengan senyum getirnya.
April kemudian membuang napasnya kasar, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggalkan sanggar yang sudah beberapa tahun ini menjadi tempatnya bernaung mencari sesuap nasi.
'Pekerjaan apa yang harus aku jalani kini?' tanya April di dalam hatinya, ia kemudian mengeluarkan dompetnya yang hanya berisi dua lembar uang berwarna merah dan empat uang berwarna ungu sisa pemberian Della.
April kemudian menaiki angkutan umum yang membawanya ke arah tempat tinggalnya. Di perjalanan, April tidak henti-hentinya melihat lowongan pekerjaan di sebuah website pencari kerja.
'Semua kualifikasi pendidikan aku masuk pada pekerjaan ini, tapi apakah mereka akan menerimaku yang cacat ini?' tanya April pada dirinya sendiri.
April kemudian tersenyum miris saat perkataan Prakas dulu, yang akan menerima pekerja dari kemampuannya bekerja bukan dari fisiknya terngiang-ngiang di telinganya. Nyatanya, orang cacat seperti dirinya hanya bisa memimpikan itu semua tanpa mendapatkan perlakuan yang sebenarnya dari ucapan tersebut. Andai semua omong kosong itu nyata, orang-orang seperti April tidak akan mendapatkan penolakan dan di anggap sebelah mata dalam setiap bidang pekerjaan.
Beberapa menit kemudian, April mengetuk kaca angkutan umum tersebut beberapa kali yang membuat pengemudi angkutan umum tersebut menghentikan laju kendaraannya. Sesudah membayar ongkosnya, April kemudian berjalan perlahan ke arah jalan besar yang mengantarkan dirinya menuju ke arah rumahnya.
"Kak April!" teriak salah satu anak tetangganya dengan berlari terburu-buru ke arahnya. "Kak April, kata Mamah hari Rabu besok sibuk tidak?" tanya anak tetangganya tersebut dengan napas yang tidak teratur.
April segera mengeluarkan catatan kecilnya yang selalu ia bawa, ia kemudian segera menulis di dalam catatan tersebut untuk menjawab pertanyaan dari anak tetangganya tersebut.
"Atur dulu napas kamu, baru berbicara!" Tulis April pada catatannya yang membuat si anak tersenyum malu. "Kakak tidak ada pekerjaan Rabu nanti, memangnya ada apa?" begitulah kurang lebih yang April tulis di catatannya.
"Kata Mamah, Kak April bisa tidak untuk membuat makanan ringan untuk acara pengajian di rumah Mamah?"
"Boleh, makanan ringan apa?"
"Mamah mau minta di buatkan tiga macam makanan ringan, risoles, cake sama puding. Banyaknya lima puluh buah setiap jenisnya, kata Mamah juga uangnya nanti kalau sudah jadi semua pesanannya," ucap panjang lebar anak tetangganya tersebut.
"Jam berapa harus Kakak antar ke rumah?" tanya April lagi di dalam catatannya yang segera anak tetangganya tersebut baca.
"Sekitar jam 2 siang Kak." April kemudian menganggukkan kepalanya untuk menyatakan persetujuan atas pesanan anak tetangganya tersebut.
Sepeninggal anak tetangganya tersebut, April tersenyum lega. Ternyata, sang pencipta masih memberikan kemurahan untuk April di balik kesusahannya untuk mencari mata pencaharian. Walaupun orderan makanan ringan tersebut jarang ia dapat, setidaknya orderan makanan ringan tersebut lumayan membantu masalah perekonomiannya saat ini walaupun tidak sebesar saat ia masih jadi penari.
April kemudian segera bergegas mengambil uang tabungannya di mesin ATM, untuk ia gunakan sebagai modal pembuatan makanan ringan pesanan tetangganya tersebut.
*****
"Jadi, dia masih tinggal disana?" tanya seorang pria tampan, dengan tubuh tegap dan tatapan intimidasi yang kentara terlihat pada netranya.
"Betul Pak Direktur, bahkan beliau hanya tinggal seorang diri sepeninggal adik beserta kedua orang tuanya. Menurut informasi yang saya dapat, adiknya sudah berkeluarga dan tinggal bersama suaminya. Sedangkan Ibunya pergi keluar negeri dan tidak ada kabar sama sekali sampai sekarang. Untuk Ayahnya sendiri, beliau masih mendekam di balik jeruji besi akibat kasus perdagangan manusia," ucap lugas dan jelas asisten dari pria tampan tersebut, dalam menyampaikan laporannya yang berhasil ia peroleh selama pengamatannya selama ini. "Tapi Pak Direktur, sesuai perkiraan Bapak. Sepertinya beliau akan mengalami kendala besar dalam waktu dekat ini."
"Ah, rupanya sudah waktunya."
Pria tampan tersebut mengusap bibirnya beberapa kali dengan tatapan menerawang, sebelum akhirnya memerintahkan asistennya tersebut untuk meninggalkan ruangannya.
"Aku pastikan kali ini kamu akan menjadi milikku selamanya, bagaimana pun caranya. Kamu akan menjadi milikku," ucap pria tampan tersebut penuh tekad, dengan senyum dan tatapan penuh misteri.






Asmaraloka DeranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang