2

136 28 0
                                    

Memiliki kemampuan unik yang dapat mengobati segala jenis luka fisik merupakan hal yang akan sangat berguna di tengah dunia yang berpusat dengan kekerasan. Baik pihak Hero maupun Villain, mereka akan membutuhkan kemampuan tersebut untuk meminimalisir korban di pihak mereka. Namun, tidakkah mereka berpikir apakah si pemilik kekuatan mau melakukannya?

Jawabannya tidak.

Tidak ada orang yang sanggup memberikan darahnya setiap saat agar orang-orang sembuh dari luka, kecuali jika ia memang menyukainya.

Pagi ini (Name) sudah terbaring lemas setelah sejak kemarin menjadi mesin medis yang digunakan untuk mengobati anggota League Of Villain saat mereka berpulang dari misi. Seharusnya tidak terlalu berdampak padanya bila mereka tidak bermain-main dengan kemampuan (Name). Seperti Toga yang sesekali menggores pisaunya ke permukaan kulit (Name) kemudian berseru senang dengan reaksi pemulihan cepatnya.

"Minumlah," ujar Dabi seraya meletakkan segelas susu di atas meja. (Name) menatapnya sejenak lalu berkedip, dirinya masih terasa asing bila berhadapan dengan Dabi dalam versi penuh perhatian.

"Aku tidak memintamu untuk menatapku."

Nada yang ketus langsung membuat perempuan itu beranjak dari posisinya dan meminum segelas susu.

Dabi menatapnya sejenak sebelum akhirnya sibuk dengan sesuatu. "Setelah itu bersiaplah," ucapnya tanpa melihat ke arah lawan bicara.

Pikiran (Name) kalut. Berbagai pertanyaan bersarang di kepala. Ke mana ia akan pergi? Apakah wajar bila seorang tawanan dibawa keluar markas? Apakah Shigaraki memiliki rencana lain? Atau Dabi yang tengah bermain-main?

Seolah mengerti tatapan penuh tanya dari (Name), pemuda itu menjawab, "Shigaraki meminta kita menyelesaikan misi."

Perempuan itu mengangguk paham lalu segera melakukan apa yang telah diminta.

Keramaian kota menjadi hal yang dirindukan terlebih setelah ditahan selama berbulan-bulan lamanya di dalam lingkungan suram. Langit malam yang indah juga turut memberikan dampak baik bagi psikis. Seolah mentalnya perlahan membaik kala menyaksikan ratusan benda langit yang berkilauan di atas sana.

Senyuman terukir tipis, membiarkan angin membelai kulit lalu mengusap pelan surai. Dabi menatapnya dalam diam, meski benak tak henti memuji cantiknya perempuan yang tengah menikmati indahnya surga duniawi.

Kini keduanya tengah berada di atas gedung tinggi di Tokyo. (Name) berpikir jika Dabi ingin memantau targetnya, tetapi hal yang sebenarnya Dabi pikirkan adalah untuk menghabiskan waktu berdua dengan perempuan itu.

Usapan yang berasal dari permukaan kulit kasar sedikit mengagetkan (Name). Dabi mengusap pelan lengan tanpa kain itu lalu membuat jarak di antara mereka tiada dengan merangkul pinggangnya.

"Apa yang kau pikirkan mengenai dunia ini?" Dabi bertanya dengan lirih. Kali ini tidak ada nada ketus dan rasa perih yang dapat membuatnya takut.

"Indah."

"Juga, menyeramkan."

Untuk kali ini, Dabi menyetujuinya.

(Name) menatap bulan yang hampir mencapai purnama lalu berujar, "Dunia akan indah bila kau menyadari sesuatu yang membuatnya indah. Namun, kau juga akan dipatahkan dengan betapa menyeramkan dunia itu dari sisi yang lain."

Dabi menatapnya dengan dalam. "Ya, kau benar."

Keadaan hening sejenak. Masyarakat yang tadinya ramai beraktivitas di bawah sana mulai terlihat sepi.

"Apa 'sesuatu' yang membuat dunia terlihat indah olehmu?" Tanya Dabi.

(Name) menatapnya, membuat kedua pasang mata saling mengunci pandangan.

"Kehidupan."

"Dunia akan sangat indah bila penghuninya menghargai kehidupan."

Dabi terdiam.

"Bagaimana denganmu?" (Name) bertanya dengan pelan hingga ia sedikit menyesali pertanyaan tadi.

Seringaian tipis terukir di wajah Dabi, kemudian semakin lebar saat Dabi mengambil tangan kanan sang puan untuk dicium sejenak.

"Entahlah."

"Kurasa karena ada dirimu."

.

.

.

Entah seperti apa misi yang diperintahkan Shigaraki. Pasalnya, sudah hampir sebulan Dabi tidak melakukan apapun selain bersama perempuannya. Namun, hal ini tidak membuat (Name) takut. Perempuan itu malah senang karena Dabi perlahan mulai kembali menjadi pribadi yang baik. Tidak ada ucapan ketus dan tidak ada rasa sakit. (Name) dibuat nyaman bersamanya.

Terkadang terlintas di benak jika saat ini Dabi tengah membawanya kabur dari genggaman League Of Villain. Meski itu hanyalah hipotesis sementara.

"Makan malam sudah siap," ujar (Name) dibalas anggukan kecil oleh Dabi.

Keduanya tengah tinggal di sebuah apartment kecil yang cukup ditinggali mereka. Hal ini pula semakin memperkuat hipotesis (Name) jika Dabi memang membawanya kabur dari Villain.

Namun, mengapa?

Tidak ada yang tau, selain menunggu Dabi memberitahunya.

Hari-hari berlalu dengan normal, yang tidak normal hanyalah sikap keduanya yang bertingkah seolah sepasang kekasih. Mereka yang selalu saling memeluk kala tidur, saling memperhatikan, dan saling menjaga.

Seperti saat ini. Dabi memeluk erat tubuh perempuan itu seakan menyalurkan segala kehangatan di tengah musim dingin yang melanda.

Sayangnya ketenangan tidak berlangsung lama. Mata spontan terbuka saat insting merasakan sesuatu yang salah.

Dabi mengelus punggung (Name) mencoba membangunkannya.

"(Name)-chan ... sayang sekali, tetapi kau harus bangun saat ini juga."

Pandangan pertama yang ia tangkap adalah wajah cemas Dabi.

"Kita harus segera pergi."

Tanpa berucap satu katapun, (Name) mengangguk paham. Lantas keduanya segera meninggalkan apartment dan berlari.

Dabi membawanya dari lorong ke lorong tanpa menjelaskan apapun. Namun, yang (Name) ketahui bahwa saat ini mereka tengah dikejar.

Rasa takut dan cemas merasuki saat suara tembakan beruntun terdengar.

Dabi menatap cemas (Name) yang sudah kelelahan. Ia menarik tumbuh perempuan itu ke dalam sebuah rumah kosong di tengah pemukiman untuk bersembunyi. Merengkuh tubuh sang puan lalu mengelus punggungnya untuk menenangkan.

"Sial. Tidak hanya Shigaraki, Hero juga mengejar."

Tangan lembut mengelus pelan rahang Dabi, membuat pemuda itu sedikit tenang.

"Touya ...."

Dabi menatapnya dalam.

"Maaf, aku tidak cukup kuat melihatmu dimanfaatkan Shigaraki atau pemerintah. Aku malah membawamu kabur bersamaku."

"Aku tidak bisa jika kau pergi dari genggamanku."

"(Name)-chan ... aku terlalu egois, maaf telah terobsesi denganmu."

"Aku selalu berusaha untuk menekan sisi gilaku untuk tidak menyakitimu dan yang membuatku bisa melakukan itu adalah dirimu. Aku ingin melindungi 'sesuatu' yang membuat duniaku indah."

Perempuan itu terdiam.

Air mata tak terbendung akhirnya jatuh membasahi pipi. Ia tidak menyangka bisa melihat sisi lemah seorang Dabi.

"Aku merindukanmu, Touya."

(Name) memeluk pemuda itu dengan erat membuat Dabi kembali memantapkan satu hal.

"Tidak akan kubiarkan mereka mengambilmu dariku."

𝐄𝐍𝐂𝐇𝐀𝐍𝐓𝐄𝐃
⊹ ⋰ ׅ─๋╼┈─̸─۪━┈ׂ݊┈━۪─┈╾─̸๋─ׅ ⋱ ⊹

Enchanted | Dabi X Reader Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang