Pagi ini, seperti biasa ia bangun terlambat. Orang selalu mengira Karina adalah sosok yang rajin dan disiplin. Ia tak pernah sekalipun telat.
Namun orang orang tak mengetahui sisi kelam dari seorang Karina, tentu saja kecuali sahabatnya, Giselle.
Karina menjentikkan jarinya membuat seluruh pergerakan dunia berhenti. Ia tersenyum dan berjalan dengan santai ke arah kamar mandi. Panik? Apa itu panik? Karina masih saja berendam di bathupnya sambil memejamkan matanya.
Karina pun berangkat menggunakan motor beat kesayangannya. Sepi, lalu lintas yang ramai pun hanya terisi dengan kendaraan yang terhenti. Sesampainya di sekolah, Karina bergegas memarkirkan motornya dan kembali menjalankan waktu.
Ctass
Setelah menjentikkan jari, dunia seolah kembali berputar. Ia berjalan ke arah ruang osis setelah meletakkan tas nya di meja kelasnya. Untuk apa? Tentu untuk memeriksa anak anak yang telat.
Karina ini memanglah terkenal karna sifat baik dan rendah hatinya. Namun jangan salah, galaknya Karina juga lah yang membuatnya terkenal sebagai ketua osis.
"Winter? Berapa kali kamu telat? Itu sepatu kenapa warna putih, mau saya spidolin sampe item?"
"Saya telat karna macet, sepatu saya putih karna yang item lagi basah, dan kalo kakaknya mau ngitemin boleh banget kak, kebetulan emang pengen saya pilog"
Karina selalu di buat menganga dengan salah satu adik tingkatnya ini. Ningning yang berada di belakangnya memukul kepala Winter pelan.
"Heh bangsul, ntar di suruh bersihin toilet lagi gue males ah"
Karina yang mendengar itu hanya mendengus malas. "Kalian lari keliling lapangan lima kali, dan langsung masuk kelas masing-masing"
Ningning langsung mendorong bahu Winter dan mengajaknya ke lapangan. "Untung ga di suruh nyikat WC lagi, berotot gue lama-lama nyikatin tai"
"Ning, laper kaga lo?"
"Laper sih"
"Ayo sarapan dulu"
"GASS"
--
Lagi-lagi, dua gadis yang sedang menikmati mie ayam itu kepergok oleh ketos cantik mereka. Karina berkacak pinggang melihat itu, namun sebelum teriakannya keluar, Ningning langsung berbicara.
"Kak, kita ini punya maag loh.. Masa di suruh lari-lari dalam kondisi perut keroncongan? Aduhhh, aku sih pingsan ya" Ucap Ningning sambil sok lemah gitu mukanya.
Tak lama, seorang lelaki datang dari belakang Karina. Waketos, Kai namanya. Alias mantan kekasih ketos yang merangkap menjadi waketos.
"Karina? Kamu balik kelas aja, biar aku yang ngurusin dua anak ini"
Karina tak mau ambil pusing, ia bergegas kembali ke kelasnya dan meninggalkan Kai begitu saja.
"Winter, Ningning, mau lari sepuluh kali atau lari lima kali plus bersihin kamar mandi?"
"Elah kak, yaudah sepuluh kali dah. Bentar ini belum habis"
Winter yang masih menyeruput mie nya hanya mengangguk anggukkan kepalanya mengiyakan perkataan Ningning.
"Buruan, gue awasin. Ga boleh curang."
--
Karina menurunkan pundaknya kala menyadari sekarang adalah pelajaran matematika. Memiliki nilai tertinggi dalam pelajaran matematika bukan karena Karina yang memang suka, tapi karena tuntutan nilai.
Merasa tak ingin ketinggalan pelajaran namun sangatlah mengantuk, Karina menjentikkan jarinya dan mulai tidur.
Namun saat sedang lelap dalam mimpinya, sebuah penghapus mendarat di kepalanya membuatnya meringis kesakitan. Ia mendelik saat seluruh murid menatap kearahnya, termasuk bu Retno, guru matematikanya.
"Loh? Kok?"
"Kok kamu yang kaya kaget gitu? Harusnya saya yang kaget, kenapa kamu bisa ketiduran di kelas saya. Biasanya kamu paling semangat kan?"
"Kok gagal?" Batin Karina.
--
Beberapa Minggu ini, ia selalu gagal dalam menghentikan waktu, dan itu membuatnya kesal. Karina bercerita kepada sahabatnya- Giselle, dengan menggebu-gebu.
"Karina, gue udah bilang, ada harga yang harus di bayar. Jangan sembarangan hentiin waktu, gue takutnya bahaya"
"Lo kok sok tau gitu sih belakangan ini? Kan gue yang punya kekuatan"
"Tetep aja Kar, lo makan bakso aja harus bayar, apalagi hentiin waktu? Dunia itu yang punya bukan kita, dan ngehentiin dunia itu bukan seharusnya jadi kehendak lo. Itu tetep jadi kehendak Tuhan"
"Tau ah"
"Karinn jangan ngambek, ayo beli es krim ajaa"
Karin yang mendengar tawaran Giselle kembali tersenyum dan menyambar ukuran tangan Giselle. Mereka menghabiskan hari libur dengan hang out bersama di salah satu mall favorit mereka.
--
Teguran Giselle kemarin tak berarti apa apa bagi Karina. Ia tetap menghentikan waktu pagi ini karena bangunnya yang telat.
Ctass
Karina bergegas berendam air hangat setelah menjentikkan jarinya, namun suara bising kendaraan yang bersahutan membuatnya mendelikkan matanya. Ia bergegas mengenakan kimono nya dan mengintip lewat jendela kamarnya.
Tidak, waktu tetap berjalan.
Ctass
Ctass
Ctass
Dunia tak berhenti barang sejenak pun. Karina merasa tubuhnya mulai kelelahan berusaha menghentikan waktu dan memilih tuk pasrah.
'Ada harga yang harus dibayar' yang di ucapkan Giselle tidaklah salah. Nyatanya menghentikan waktu itu sangat menguras energi.
Terpaksa, pagi ini ia memasuki gerbang yang sudah di penuhi dengan antrian anak-anak telat. Lebih menyebalkannya lagi, Winter yang biasanya ia ospek sebelum masuk berada di barisan paling belakang dan menatapnya dengan tatapan malas. Ia terlihat pucat dan dingin, persis seperti namanya.
"Astaga Karina, tumben? Langsung ke ruang osis aja sana" Ucap Kai kaget saat melihat wajah pucat Karina.
"Sukanya ngehukum orang, giliran dia yang telat ga di hukum. Apa namanya? Jabatan" Ucap Winter dengan tiba-tiba dari belakang.
Karina menghentikan langkahnya kala mendengarnya. Ia berbalik dan kembali baris di belakang Winter dengan wajah datarnya.
Menurut kalian apa yang terjadi setelahnya? Karina kembali ke kelas dengan segala egonya? Tidak. Karina lebih mementingkan reputasinya.
Saat ini, ia dan anak-anak lain yang telat tengah berlari mengelilingi lapangan. Tentu saja dengan Kai yang menjaga dan memegang botol minum berjaga jaga jika Karina kehausan.
Sebelumnya, hari harinya sangatlah datar. Sebelum Karina bertemu dengan Winter. Namun mengapa ia justru tertarik dengan gadis itu? Gadis dingin di tengah musim panas bukanlah hal buruk bukan.. ?
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER DEPRESSION
FantasyKarina adalah seorang gadis yang tengah di sibukkan dengan nilai dan organisasi. Jiwa organisasinya yang tinggi membuatnya menjadi ketua osis di sekolah menengah tahun keduanya. Namun, tuntutan nilai dari orang tuanya membuatnya merasa tertekan di m...