Tentu ga mudah buat mendekati sosok yang bernama Winter. Sejak awal memasuki sekolah ini, Winter memang sudah terkenal dengan kecantikannya yang tak kalah dari Karina. Tak hanya kaum Adam, bahkan kaum Hawa pun tak kalah tergiur melihat paras Winter.
Tak heran jika namanya Winter, temannya dari SD hanya satu. Berbanding balik dengan Karina yang social butterfly, Winter justru memiliki sifat anti sosial yang lebih gemar menyendiri bersama headphone kesayangannya.
"Winter" Panggil Karina saat melihat adik kelasnya itu melewatinya. Ia juga tak memiliki alasan pasti tuk memanggil Winter, hanya reflek.
Winter menurukan headphone nya dan menaikkan satu alisnya.
"A-anu, lo dengerin lagu apa?"
"Kenapa?"
"Gue.. gue ada tugas-" Karina yang belum sempat menyelesaikan kalimatnya terdiam melihat gadis di hadapannya memasangkan headphone kesayangannya di kepalanya.
Setelah satu menit mereka berdiri dengan jarak cukup dekat, dan Winter yang terus memegangi headphone tersebut. Winter menarik kembali headphone nya dan berkata, "Summer depression, girl in red"
Winter beranjak pergi setelah mengenakan headphone nya kembali.
--
"Gis kayanya gue gila deh" Ujar Karina sembari memegang kedua telinganya.
"Lo kenapa sih dari istirahat megangin telinga mulu, kaga budeg kan lo?"
"Ternyata bener kata orang ya"
"Apaan" Tanya Giselle sembari menyalin tugas dari buku Karina.
"Winter cakep bet dari deket"
Giselle tertawa remeh mendengar itu. "Pfft naksir lo sama adkel yang tiap hari lo marahin?"
"Gue marahin juga gara gara dia sama temennya si ining itu telat mulu ya"
"Ningning njir"
"Loh, ganti nama dia?"
--
Benar kata orang, setelah beruntung pasti akan ada kesialan. Baru saja kemarin hatinya berbunga bunga. Kini, ia sedang menatap hasil tugasnya yang bernilai kan 78 itu.
"Gila, mati gue Gis"
"Kar-" Ujar Giselle terpotong.
"Karina!" Kini sudah saatnya Karina menyebut nilainya tuk di catat. Tak ada yang menatapnya karena mereka semua yakin bahwa nilai Karina akan selalu bagus.
"T-tujuh delapan, bu"
"K-"
Ctass
Karina memejamkan matanya lalu segera menjentikkan jarinya. Ia masih tak bisa menerima kenyataan serta tatapan dari guru dan temannya. Ia melihat sekelilingnya. Semua orang tengah menatapnya membuatnya panik sendiri.
Ia menutup mata dan telinganya kemudian kabur dari kelasnya. Entah bagaimana, ia berada di rooftop saat ini. Pintu rooftop terbuka menandakan ada seseorang di atas sana. Waktu masih berhenti di tandakan oleh burung yang diam di langit. Ia berjalan perlahan takut ada yang berbuat aneh aneh di atas sini, namun saat melihat ke kursi belakang pintu, ia melihat gadis yang belakangan ini menguasai pikirannya tengah menyesap batang nikotin.
"W-wait, lo?!" Karina terkejut bukan main melihat gadis itu.
"Kenapa? Lo mau ngelapor?"
Tidak. Ia memang terkejut mengetahui gadis itu adalah seorang perokok, namun ia lebih kaget lagi melihat burung di langit masing terdiam sedangkan gadis di depannya masih dengan santainya menghirup asap racun itu.
"L-lo kok ga berenti?"
"Hah"
Karina mendongankkan kepalanya ke atas membuat Winter ikut menatap burung di langit. "Oh, shit"
Mengingat apa yang sedari tadi di hirup oleh adik kelasnya, ia bergegas mengambil batang nikotin tersebut dan menginjaknya di tanah. Ia mengambil putung rokok yang sudah mati itu dan membuangnya ke bawah guna menghilangkan jejak.
"Gue ga akan laporin lo, tapi lo hutang cerita sama gue. Sekarang, lo ceritain semuanya" Tatap Karina tajam.
"Ceritain apa?" Winter mendongak melihat Karina yang masih berdiri di depannya. Ia menatap Karina malas.
"Apa yang lo tau"
"Yang gue tau.. dua tambah dua, empat. Bumi itu bulat. Bu Asri galak. Terus... lo cakep"
Jika boleh jujur, Karina memang baper. Pipinya memerah. Namun ia tahan demi reputasinya.
"Serius, kenapa lo bisa gerak?"
"Ya gue manusia?? Kecuali gue mati sih ya"
Karina mendudukkan pantatnya di samping Winter. Ia menatap Winter serius kali ini.
"Apa yang lo tau dan gue ga tau?"
"Hahaha, iya iya gue kasih tau, jangan galak galak dong" Ia terkejut mengetahui jika winter bisa tersenyum dan bercanda. Tidakkk, ia harus fokus sekarang. Jika tidak, ia bisa langsung menerkam Winter saat ini juga.
"Ck, buru"
"Sebenernya gue lagi males banget ngomong sih, tapi.. dunia ini punya dua penghuni utama Kar. Manusia biasa, dan manusia yang memiliki kelebihan khusus. Lo jangan berpikir lo spesial punya kekuatan itu, karna nyatanya banyak yang punya kekuatan lebih hebat dari lo. Setiap satu kekuatan, akan ada dua pemilik. Mengendalikan waktu itu kelebihan lo, dan gue."
"Maksud lo manggil gue kar???!! TERUS BERARTI SELAMA INI LO YANG JALANIN WAKTU??!??"
"Lo diem atau gue turun?"
Mendengar itu, Karina kicep. Ia lebih memilih mengomel di akhir. Bukan Karina jika tidak mengomel.
"Ada banyak banget kekuatan di dunia ini Kar, tugas mereka itu menjaga keseimbangan dunia. Setiap perbuatan ga berguna kaya yang biasa lo lakuin itu bakal ada imbasnya, lo harus gunain kekuatan itu untuk orang lain, bukan untuk diri lo sendiri. Egois."
Karina merasa tersindir saat mendengar itu. "Ya lo ga tau aja masalah gue??? Kalo emang gue gunain itu di keadaan mendesak gimana anjir, emang lo bakal milih ga pake kelebihan yang udah di anugerahin????"
"Hahaha gue milih pake juga sih, tapi lo jangan. Kaya gini aja sebenernya ga guna Kar"
Ctass
Karina menatap Winter tak percaya kala Winter menjentikkan jarinya membuat burung burung kembali berkicauan.
"Winter, lo brengsek" Karina bergegas lari turun tuk kembali ke kelasnya.
Di atas sana, Winter tersenyum dan berkata. "Dan membatalkan apa yang sudah di perbuat itu imbasnya lebih besar, Kar"
Winter kembali mengambil satu batang rokok dari bungkusnya, menjepitnya di antara mulut dan menyalakannya menggunakan korek.
--
"GISELLE LO HARUS TAU"
"Apaan sih"
Mereka tengah menginap bersama di rumah Karina. Giselle yang sedang menggunakan maskernya hanya bisa membuka mulutnya kecil tuk menjaga maskernya utuh.
"Winter punya kekuatan yang sama kaya gue, dia bilang banyak orang yang punya kelebihan kaya kita.."
Giselle reflek bangun dan membuka mulutnya lebar lebar. "Dia bilang gitu???? AH KAMPRET MASKER GUE RETAK"
KAMU SEDANG MEMBACA
SUMMER DEPRESSION
FantastikKarina adalah seorang gadis yang tengah di sibukkan dengan nilai dan organisasi. Jiwa organisasinya yang tinggi membuatnya menjadi ketua osis di sekolah menengah tahun keduanya. Namun, tuntutan nilai dari orang tuanya membuatnya merasa tertekan di m...