Bab 3

26 2 0
                                    

Adam sedang di stasiun. Baru saja dia bertemua dengan teman seprofesinya membahas tentang pameran minggu depan. Seharusnya dia bepergian berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mencari objek kamera. Hanya saja, sejak satu bulan ini ia disibukkan pameran di sana-sini. Jadi ia putuskan untuk menetap di London. Jika semuanya lancer, bulan depan ia akan pulang ke Indonesia. Bicara tentang Indonesia, membuat Adam ingat kembali dengan permintaan ibunya tempo hari. Demi Tuhan! satu bulan! dari mana bisa  ia temukan seorang calon istri dalam satu bulan?

Hiruk pikuk dari orang-orang yang lalu lalang memenuhi pendengarannya. Sesekali ia lirik jam yang melingkar di lengan kanannya. keretanya akan dating beberapa menit lagi. Matanya menangkap seorang perempuan yang memakai mantel cokelat, Nampak berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Rambutnya kali ini dikuncir kuda, wajah Asianya terlihat mencolok di tengah kerumunan orang-orang di sini. Itu dia, si gadis kopi.

Tak lama kemudian suara sirine terdengar. Keretanya datang. Walau cukup penuh, Adam sangat beruntung mendapatkan tempat duduk di dekat pintu. Kembali ia lihat si gadis kopi berdiri di tengah-tengah para penumpang pria dengan mendekap erat tas tangannya. Gadis itu lebih peduli dengan tasnya daripada berpegangan? Tak bias dipercaya!

Berkali-kali gadis itu terhuyung hendak terjatuh. Tapi tangannya masih pula bersedekap. Adam tak bisa mengalihkan kedua matanya darinya. Dia terllihat khawatir? Perama kali dalam hidupnya ada seseorang yang begitu menarik perhatiannya. Dia terhuyung kembali juga Nampak tak nyaman. Tak tahan lagi, Adam berdiri, menarik kedua pundak gadis itu dan mendudukkannya di bangku tempatnya duduk tadi. Gadis itu nampak terkesiap, kedua mata birunya memandang Adam sebentar dan kembali menundukan kepalanya. Dia diam, begitu pula Adam.

Berkali-kali Adam lihat gadis itu membuka mulutnya, seakan mau berbicara, tapi tak ada satu suara pun yang terdengar. Berkali-kali pula Adam ingin sekali memulai pembicaraan. Namun mengingat pertemuan sebelumnya, sepertinya diam lebih baik.

Keheningan itu berlanjut sampai Adam turun ke stasiun berikutnya.

***

Mata Mia mengerjap berkali-kali. Seperti ingin menyadarkan dirinya sendiri atas apa yang baru saja terjadi. Pria pembawa kamera itu menarik pundaknya dan mendudukkannya di bangku tempat ia duduk tadi. Pria itu kini berdiri menjulang di depannya. Mengalhkan pandangannya ke luar jendela.

Mia sebenarnya paling tidak suka naik kereta. Dia tak suka dengan kumpulan manusia apalagi yang berjenis kelamin pria. Mereka terlihat menakutkan. Untuk itulah ia mendekap tas tangannya dan tak berpegangan untuk menyeimbangkan tubuhnya. Sesuatu yang terasa bodoh jika orang lain melihatnya. Biarlah jika mereka berkata bodoh, mereka tak ada yang tahu apa yang Mia rasakan.

Pria itu tak melihat Mia sama sekali. Tentu saja, dia pasti marah karena sikap buruk Mia pada pertemuan mereka tempo hari. Berkali-kali mulut Mia terbuka, hendak mengatakan sesuatu tapi tak jadi. Ia harus berterima kasih. Ya, seharusnya begitu. Hanya saja, bibirnya kelu. Tapi ia tetap harus berterima kasih, bukan? Ia kembali membuka mulutnya hendak berbicara namun kereta sudah berhenti dan pria itu pergi begitu saja.

satu hal yang sangat Mia sesali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gadis KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang