Final Chapter

340 45 4
                                    

Tangannya tergerak, mengelus lembut surai sehitam arang dan menyingkirkan beberapa helain yang jatuh menutupi dahinya. Ia seka keringat dingin yang mengucur, efek alami dari rasa sakit yang dirasakan. Kembali ia bubuhkan obat merah di atas punggung Baskara, mengobati setiap luka menganga yang diakibatkan oleh pukulan tongkat golf dengan hati-hati, tak ingin Baskara merasakan pedih yang makin menyiksa.

Meski sempat dirundung oleh rasa panik berlebihan setelah melihat betapa menyedihkannya kondisi Baskara yang meringkuk di atas lantai dingin dengan darah segar yang merembes di balik punggungnya, Rain langsung membawa Baskara ke rumahnya, menuntunnya dengan hati-hati walau dirinya terlampau ingin menangis saat itu juga. Kedua orangtua Rain juga ikut andil setelah keduanya terperangah mendapati anaknya pulang dengan Baskara yang sudah pucat pasi. Mereka membantu menitah Baskara dengan sangat hati-hati untuk dibawa ke kamar Rain yang terletak di lantai atas. Setelahnya, mereka biarkan Rain menghabiskan waktunya sendiri untuk merawat tetangga sebelah rumah mereka.

"Kara, bisa duduk sebentar?"

Dirinya langsung sigap membantu Baskara untuk bangun dari posisinya yang tengkurap setelah permintaannya disanggupi dengan sebuah anggukan perlahan. Sejurus kemudian tangannya langsung cekatan bergerak, membalut punggung Baskara dengan kain perban yang ditinggalkan oleh ibunya bersama dengan kotak P3K besar yang tergeletak di atas nakas.

"Selesai," ucapnya setelah menempelan sebuah plester untuk mengaitkan untaian perban yang menjuntai menutupi punggung hingga ke dada bidang milik Baskara. "Papa lagi keluar beli obat buat Kara. Kamu mau tiduran dulu apa nunggu papa?"

"Gini aja."

Rain mengangguk. "Yaudah. Aku beresin ini dulu, ya?" katanya yang hanya dibalas dengan anggukan ringan dari sang lawan bicara.

Rain segera menggeser pantatnya, mendekatkan dirinya sendiri dengan nakas yang berada tepat di samping ranjangnya lantas segera memasukkan kembali obat luar dan kain kassa steril yang tadi ia gunakan untuk mengobati punggung Baskara. Ia meringis melihat betapa banyaknya darah yang telah ia seka dengan kain kassa steril yang kini sedang berada di genggamannya. Hatinya berdenyut begitu ngilu membayangkan bagaimana sakitnya menjadi Baskara.

Jika boleh jujur, saat ini Rain sedang menyalahkan dirinya sendiri. Ia habiskan lebih dari separuh waktunya untuk membuat binar sang baskara bersinar, juga berusaha membawa Baskara untuk terbit di koordinat yang semestinya. Sayangnya, ia lupa bahwa semua akibat berawal dari sebuah sebab. Rain lupa bahwa tugas pertama yang seharusnya ia lakukan adalah mengetahui mengapa Baskara tak pernah bisa terbit di koordinat yang semestinya.

Bodoh. Rain benar-benar bodoh.

Entah sekuat apapun ia menahannya, entah sebesar apapun ketidakinginannya untuk menangis di depan Baskara, akhirnya Rain kalah juga. Ia terisak, menggigit bibirnya sendiri sekuat tenaga agar isakannya tak didengar oleh daksa yang sedang terduduk di belakang punggungnya.

"Jangan nangis, Rain."

Dan dengan sepasang lengan kekar yang melingkar di perutnya, membawa tubuhnya mendekat untuk bersatu dalam sebuah dekap hangat yang dihantarkan, Rain tak lagi menahan. Ia biarkan bulir kristalnya berjatuhan, membiarkan Baskara melihat dan merasakan betapa menyesalnya Rain karena tak pernah bisa melindunginya. Rain menangis, begitu keras hingga pundaknya naik-turun tiada ada henti.

"K-kara kenapa gak pernah bilang sama Rain?"

"Maaf."

Maaf? Maaf untuk apa? Bukankah Rain yang seharusnya meminta maaf karena telah membiarkan Baskara tenggelam sebegitu lamanya?

Keduanya saling membisu, membiarkan tiap hitungan detik untuk turut andil membunuh semua rasa sakit yang bertalu hingga menggerogoti jiwanya. Rain seka sisa bulir air mata yang berjatuh sesaat setelah dirinya merasa lebih tenang dari sebelumnya. Tanpa meminta, ia sandarkan tubuhnya bersandar di dada bidang sang baskara, membiarkan punggungnya bersentuhan langsung dengan dada telanjang yang terbalut sedikit apik dalam balutan perban putih. Dengan lembut, ia bubuhkan sebuah kecup hangat di rahang tegas Baskara seolah membiarkan pemuda itu tahu bahwa kini dirinya telah merasa lebih baik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wrong Coordinate | HyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang