Zale terbangun tiba-tiba dengan napas yang tersenggal. Bulir keringat dingin membasahi dahinya. Ia melirik jam, pukul dua dini hari. Zale mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah. Serbuan udara memenuhi paru-parunya. Mau tak mau membuat ia teringat bagaimana dirinya tak bisa bernapas beberapa saat lalu di dalam mimpi terkutuk itu.
Mata gadis itu menjelajah. Ini kamarnya. Zale melepas helaan napas yang mengikat seluruh rasa takutnya, ia merasa lega ketika menyadari bahwa yang baru saja ia alami hanyalah mimpi. Walaupun mimpi itu terus-menerus menyambangi dalam tidurnya.
"Mimpi sialan. Mau sampai kapan aku mengalaminya?" desis Zale frustrasi. Ia meraih segelas air di atas nakas, lalu meneguknya hingga tandas. Zale tidak berpikir untuk kembali tidur, ia takut masuk ke dalam mimpi buruknya lagi.
Hal ini terjadi sejak usianya yang tepat menginjak angka tujuh belas beberapa waktu lalu. Pada malam ulang tahunnya, entah mengapa ia merasa bahwa segala sesuatu terasa berbeda. Zale bahkan mengira dirinya mulai gila ketika ia secara tak sadar mengajak seekor penyu bicara. Dan lebih gilanya, ia mengerti apa yang penyu laut itu katakan.
Semua itu bermula katika ia dan Nora pergi ke pusat kota. Mereka mengunjungi sebuah aquarium terbesar yang baru saja dibuka dua bulan yang lalu. Paman Nora adalah salah satu petugas di tempat yang kini tengah ramai dikunjungi wisatawan itu. Itulah mengapa Zale tidak merasa heran ketika sahabatnya datang sambil membawa dua tiket gratisan.
"Masuk ke sini mataku berasa jadi biru," celetuk Nora sembari mengarahkan kamera ponselnya pada seekor ikan yang melintas di sisi aquarium.
"Nggak sekalian berasa jadi putri duyung?" Pertanyaan Zale membuat mereka berdua sama-sama tertawa. Namun tawa Zale terhenti tiba-tiba ketika ia mendengar suara lain.
"Putri duyung? Ah ... aku pernah bertemu dengan mereka."
Zale menoleh ke belakang. Ada beberapa pengujung yang juga tengah melihat-lihat isi aquarium, tapi tak ada orang yang jaraknya cukup dekat dengan mereka hingga suaranya seolah berada tepat di sebelah telinga.
"Kenapa?" Pertanyaan Nora menarik atensi Zale. Apa Nora tidak mendengar sesuatu?
"Kamu nggak denger ada yang ngomong?" Gelengan Nora membuat Zale bertanya-tanya. Apa barangkali itu hanya suara yang berasal dari kepalanya?
"Apa kau pernah bertemu putri duyung, hei, Manusia?"
Zale menoleh ke arah aquarium. Seekor penyu tengah berenang di sisinya.
"Hah ..., mengapa manusia tidak menangkap putri duyung untuk diletakkan di penampungan ini?" Mata Zale spontan membelalak mengikuti penyu itu yang berlalu dari sisinya. Apa ini efek begadang semalam? Halusinasinya tampak jelas sekali. Penyu itu bicara? Ngelindur!
Zale melirik ke arah Nora, temannya itu masih fokus live di media sosial. Zale lantas mendekat pada si penyu yang berenang santai menyisiri sisi aquarium, dia hanya ingin memastikan sesuatu.
"Hei, menurutmu kau tidak berhalusinasi melihat putri duyung?" tanya Zale setengah berbisik.
Penyu itu menatap mata Zale. Mulai dari sini jantung gadis itu berdebar. Dia berharap penyu itu tidak akan menjawab pertanyaan konyolnya. Dia hanya penyu!
Namun Zale harusnya bersiap untuk terkejut.
"Hey, Bocah! Aku pernah hidup di lautan lepas lebih dari lima puluh tahun, dan aku bertemu mereka dua kali. Beban hidupku tidak seberat itu sampai butuh halusinasi! Yah ..., kecuali beban limbah dari bangsamu yang menyebalkan itu," jawab penyu itu lantas berlalu pergi.
Seolah rahang bawahnya hampir jatuh, Zale membekap mulutnya. Dia gila atau bagaimana?! Tapi ... tidak, bukan dirinya yang gila, penyu itu memang benar-benar 'bicara'.
Setelah peristiwa hari itu, Zale merasa bahwa hidupnya sudah tidak sama lagi. Ia merasa ada perubahan samar dalam dirinya, di mana ia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Secara tiba-tiba kepala Zale terasa sakit. Ia memejamkan mata menahan erangan, sementara gendang telinganya berdenging. Dunia di sekelilingnya seolah berputar cepat, melebur, lalu mengecil dan menghimpit ulu hatinya.
"Argh!"
Seperti film yang diputar tiba-tiba, Zale melihat perempuan itu berdiri di bibir tebing. Angin menggoyangkan rambut bergelombang dan gaun putihnya. Ombak laut di bawah sana tampak ganas menghantam karang. Zale tidak mengenali tempat itu, tetapi rasanya sangat tidak asing ketika aroma lautan membelai penciumannya.
Zale hanya berdiri kebingunang. Perempuan itu menggumamkan sesuatu yang tidak jelas di telinga Zale. Lalu dalam sekejab, ia menjatuhkan diri pada keganasan ombak. Jantung Zale berpacu brutal. Tangannya meraih ke bawah, namun ia tidak mendapati apapun selain amukan ombak yang mengerikan.
"Zalenia!" Suara itu bergema dalam kepalanya.
"Zale, Kamu kenapa? Zale!" Lantas kesadaran menghantamnya.
Air mata tidak dapat lagi Zale bendung. Cairan itu terjun bebas membasahi wajahnya, seperti perempuan misterius yang baru saja ia saksikan.
"Kamu enggak apa-apa?" Zale tidak mampu menggerakkan lidah hanya untuk sekadar menjawab pertayaan penuh kekhawatiran ibunya. Ia menggeleng, lantas memeluk erat wanita paruh baya di depannya.
Degup jantungnya masih menggila. Bahkan kini, untuk memejamkan mata pun ia merasa takut. Sebenarnya apa yang terjadi?
"A-aku ingin tidur bersama Ibu."
Setidaknya, tangan ringkih wanita yang mendekapnya mampu mengurai rasa takut itu untuk sementara.
🌊🌊🌊
Yak... segini dulu :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Blue: Tales Of The Sea
Fantasy"Lautan itu luas, buas, dan misterius. Kau tak akan pernah tau seberapa mengerikannya makhluk-makhluk di bawah sana yang akan kau temui begitu menyelam--terlalu dalam." "Dengarkan bagaimana bisikan dari kedalaman memanggil namamu melalui gelegar omb...