[1] Golok!

33 2 1
                                    

Kebun sayuran dan daun stroberi meneteskan air hujan, cuaca masih sama dinginnya dengan kemarin. Kaca di selimuti kabut tipis, semantara perkebunan teh yang indah nan sejuk tertutup kabut hingga jarak pandang tak bisa lebih jauh dari dua meter ke depan.

Radio masih memutar kaset yang sama, kisah yang menceritakan legenda lima pahlawan yang konon katanya meninggalkan banyak misteri. Terlalu rumit hingga banyak peneliti memilih menutup kasus ini dan menganggap nya sebagai salah satu dongeng turun temurun.

Adrian masih dalam posisi yang sama sejak dua puluh menit terakhir.

Suara radio terdengar samar-samar karena suara-suara dalam pikiranya seolah menutup pendengaran.

Sofa coklat yang hangat dan selimut hasil jaitan dari beberapa kain perca serta perapian di dekatnya membuat suhu ruangan jauh lebih hangat.

Tangannya dilipat ke atas lalu disimpan ke belakang kepala— difungsikan seperti bantal. Matanya menatap langit-langit rumah, tanpa ditanya pun semua tau bahwa pemuda tersebut tengah memikirkan sesuatu.

"Beberapa penelitian yakin bahwa barang-barang tersebut ada hubungannya, karna itulah kasus ini pernah dibuka," Suara seorang wanita khas tahun delapan puluan terdengar dari radio.

Adrian bangkit dari posisinya, lalu menatap keluar jendela. Memendangi motor putih yang keren miliknya.

Pemandangan kebun teh dan pepohonan pinus di kelilingi kabut putih terlihat sangat asri nan menyejukkan, mengingatkan nya pada sebuah peristiwa masa kecilnya.

Pagi itu Adrian kecil dan kedua orang tuanya bersiap untuk pergi ke suatu tempat, Adrian bernyanyi sepanjang jalan. Ia tak pernah sebahagia itu dalam hidupnya.

Kalau di ingat-ingat, hari dimana kedua orang tuanya mengajak Adrian kecil pergi dan merelakan beberapa jadwal pekerjaan penting untuk menepati janji pada Adrian membuatnya merasa bahwa ia diprioritaskan.

Sulit memiliki waktu berharga dan berkualitas tanpa distraksi bersama orang tua yang tak banyak memiliki waktu luang.

Sebagai anak tunggal, kesepian bukanlah hal aneh baginya.

"Kita akan ke mana sih, pah?" Tanya Adrian kecil sumringah.

"Ketempat indah yang pasti kamu suka!" Jawab Rahmat tanpa memalingkan wajah karna fokus menyetir, "Di sana juga ada hadiah untuk kamu, loh.. kamu pasti suka."

"Hm?"

Rahmat tertawa khas bapak-bapak saat Adrian memalingkan wajah perlahan dengan ekspresi kebingungan.

Mereka sampai di tempat tujuan, rumah kayu yang lebih cocok disebut Villa dengan halaman luas yang cocok untuk bercocok tanam sekaligus pemandangan perkebunan teh di selingi beberapa pepohonan pinus.

Saat itu, cuaca cerah. Semuanya terlihat indah dan asri.

Adrian tersenyum lalu melompat kegirangan, sesuatu di kepalanya mengatakan bahwa mungkin saja ini adalah hadiah ulang tahun dari kedua orang tua nya.

Adrian menatap kedua orang tuanya sambil tersenyum penuh harap.

"TARAA!!"
"TARAA!!"

Keduanya melebarkan tangan seolah mempersembahkan semua yang Adrian lihat.

Benar. Rumah kayu dengan pemandangan menakjubkan dan halaman perkebunan luas ini untuk Adrian, hadiah ulang tahunnya yang ke delapan.

Itu berarti sudah sembilan tahun lalu, mana bisa dia melupakan momen terbahagianya sejak sembilan tahun terakhir? Momen dimana kedua orang tua nya menepati janji mereka, untuk pertama— dan terakhir kalinya.

Adrian Putra Basari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang