Motor melaju kencang, tampaknya sang pengemudi terlampau mahir di tikungan. Walaupun kabut tebal, Adrian tak menunjukkan tanda-tanda akan mengurangi kecepatannya.
Saat angin meniup rambutnya, ia merasakan kemarahan meluap di dalam dirinya. Adrenalin terpompa dan dia bisa merasakan tangannya mencengkram erat stang motor.
Wajahnya memerah, pandangannya kabur dan pikirannya diselimuti amarah. Adrian fokus, namun impulsif, saat ia mengambil risiko dan melaju melewati jalanan sepi khas pegunungan yang berkelok dengan kabut yang menyelimuti.
Mengabaikan peraturan dan akal sehat dalam upaya melepaskan kemarahan yang ia rasakan. Kecepatan dan bahaya perjalanan hanya menambah kemarahan dan rasa frustrasinya.
Dia ternyata masih diizinkan untuk hidup, karna sekarang kakinya menginjak tanah dan ia sampai dirumah Kakek Toto.
Remaja jangkung dengan hoodie putih melepas helem full-face nya. Kemudian berjalan ke arah rumah dan hendak membuka pintu, tiba-tiba ia berdecak sebal sambil meninju udara, "Aku lupa minta kunci nya, sialan!"
Mau tak mau, ia harus kembali ke bawah untuk membawa kunci kan?
Ya, harusnya begitu.
Kakek Toto adalah pria yang cerdas dan terampil. Namun, terlepas dari kecerdasan dan keterampilannya, dia selalu lupa mengunci pintu.
Kesalahan kecil ini sering menyebabkan situasi yang lucu atau tidak terduga, tetapi entah bagaimana, lelaki tua itu sepertinya tidak pernah belajar dari kesalahannya.
Dulu saat kecil, Adrian sering dititipkan di rumah Kakek dan Neneknya. Entah berapa kali dia bisa mendengar omelan Nenek Nani tentang pintu.
Omelan-omelan seperti kenapa tidak menutup pintu kembali setelah pergi dari luar, pun kalau ia tutup pasti tidak rapat. Lupa menaruh kunci pintu, bahkan lupa mengunci pintu saat hendak berlibur ke tempat yang jauh!
Memang sih.. lingkungan rumah Kakek Toto sama seperti lingkungan rumah milik Adrian yang terisolasi. Rumah tetangga terdekat jaraknya lumayan, walaupun tak sampai lima menit sudah sampai ke rumahnya dengan berjalan kaki.
Tapi tetap saja! Rumah ditinggal lima hari dalam keadaan pintu tak terkunci? Dia gila!
Nenek Nani memarahinya habis-habisan saat itu, Kakek Toto hanya memperhatikan istri nya mengomel. "Berisik tapi menggemaskan-" begitulah asumsi pikiran Adrian ketika melihat ekspresi wajah Kakek nya saat diomeli.
Adrian melangkah mendekati pintu, dengan hati-hati dan penuh harap mencoba membuka gagang pintu berwarna coklat khas taun 90 an.
Krek!
Entah harus bagaimana dia mengucap syukur, pintunya tak dikunci! Dasar Kakek tua, merasa letak rumah terisolasi lalu dengan leluasa merasa tak perlu mengunci pintu, begitu?
Dia mulai mencari golok, Adrian melangkah kearah gudang. Ia menghela nafas berat lalu melihat sekeliling sambil mengamati, golok nya pasti ada di sekitar meja atau di gantung di dinding, maka ia menyisir daerah meja dan tembok yang dihiasi berbagai perkakas yang di gantung rapi.
Di percobaan pertama, tak ada tanda-tanda golok itu ada di sekitar meja atau di gantung di dinding. Maka Adrian mendekati meja dan mulai mencari lebih teliti.
"Duh, dia simpan dimana sih golok itu?"
Adrian mengambil langkah mendekati kotak-kotak perkakas, mulai membuka satu persatu dan mencoba mencari. Kotak dan isinya yang semula tertutup dan tersusun rapih di geletakan sembarangan setelah cucu kakek pemilik rumah itu bangkit dan menyerah mencari di gudang.
Setelah memastikan berulang kali, ternyata tetap tidak ada. Ia mencari ke dapur, dan mencari lagi di taman belakang, kemudian taman depan.
Nihil, golok yang di maksud kakek Toto kunjung tak nampak. Akhirnya Adrian memutuskan mencari di dalam sekali lagi, ia melangkah menuju rumah sambil memikirkan segala kemungkinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrian Putra Basari
Fantasy"Jadi, aku harus masuk dan melanjutkan kisah di buku ini?" Kakek Toto diam, sama sekali tak menghiraukan pertanyaan remaja yang pantang menyerah menuntut penjelasan. Dua teman Adrian saling tukar pandang. Masih berusaha mencerna topik yang sedang K...