"Koki?" Zoro tidak bisa menahan suaranya untuk tidak terdengar kaget saat melihat Sanji berdiri di depan pintu apartemennya dengan senyum menggoda.
"Zoro-kun, baru selesai mandi?" nada manja terdengar dari mulut Sanji.
Begitu saja Sanji berjalan masuk melewati Zoro yang ternganga karena kedatangannya. Ia membawa dirinya masuk ke dapur dan membuka kulkas. Zoro, usai menutup pintu, mengikutinya ke dapur.
"Hanya ada ini di kulkasmu?" tanya Sanji saat melihat hanya ada makanan yang dipanaskan dan telur di kulkasnya. "Syukur aku bawa bahan makanan," Sanji menutup pintu, menggulung lengan baju dan mencuci tangan di sink. "Pakai bajumu, atau, kamu ingin makan aku dulu?" Sanji mengerling usai mencuci tangan.
Zoro bergegas memakai baju dengan pikiran carut-marut. Zoro, dengan perasaan gamang, memakai kemejanya lantas terpaku menatap cermin. Ia dapat melihat wajahnya yang berekspresi kaget tanpa henti. Ia menghela napas, lalu beranjak dari kamar.
"Lama sekali," ujar Sanji tanpa melihat wajah Zoro. Ia sibuk menghadap kompor dan wajan, dengan tangan tak berhenti bergerak. "Apa kamu masturbasi dulu? Padahal bisa melakukannya denganku."
"Koki," Zoro menekan suaranya.
"Kenapa?" Sanji menoleh dengan tangan tak henti mengaduk. "Kamu tidak merindukanku? Ngomong-ngomong, aku pulang, Zoro-kun."
Zoro pias seketika. Ha, desahnya dalam hati.
"Selamat datang kembali, Koki," pada kebenarannya, Zoro tetap menyambut Sanji.
Sanji memberikan cengiran lebar. "Ayo duduk, sebentar lagi semuanya selesai. Sudah lama aku tidak melayanimu, kan?"
Melayani, ulang Zoro dalam hati. Zoro melangkah mendekati meja makan, lalu duduk di salah satu kursi. Sanji mematikan kompor, membawa wajan lalu menuangkannya ke mangkuk. Kini semua hidangan lengkap. Sanji meletakkan kembali wajan di atas kompor lalu ikut duduk di seberang Zoro.
Zoro mulai mengisi piring kosong di hadapannya dan mulai menyuapkan makanan perlahan ke mulutnya.
"Enak?" tanya Sanji.
"Selalu."
Sanji memberikan senyuman lebar. Ia beranjak berdiri, lalu menyeberangkan tangannya di atas meja, meraih rahang Zoro, lalu memberikan sebuah ciuman di atas bibir Zoro.
"Rasa bibirmu juga masih sama."
Zoro kehilangan kata-kata.
"Ayo, lanjutkan makanmu. Nanti keburu dingin."
Zoro hanya bisa menurut pada perkataan Sanji.
***
"Aku tidur," ujar Zoro ketika ia menyelesaikan makannya lalu beranjak berdiri meninggalkan Sanji duduk sendiri.
"Mau langsung ke kamar? Oke, aku selesaikan dulu cuci piringnya, setelah itu aku langsung menyusulmu ke kamar."
Zoro memilih tidak merespon perkataan Sanji, ia memilih segera masuk ke kamarnya dan membaringkan tubuhnya di atas kasur dan memejamkan mata. "Kenapa kamu masih datang kembali, Sanji?" bisik Zoro.
Tak lama, Sanji datang, ia segera merangkak ke atas tubuh Zoro, duduk di atasnya lalu memeluk leher Zoro dan memberikan ciuman di pipinya.
"Emhh, dada Zoro-kun terbaik," desah Sanji.
"Kenapa kamu datang, Koki?"
"Karena aku kangen? Aku kangen melayanimu, Zoro-kun."
"Ha," sinis Zoro.
"Tidak percaya?" Sanji berbisik sensual sembari sibuk mengecupi wajah Zoro.
"Jadi menurutmu perkataanmu bisa dipercaya? Setelah hampir 2 tahun kamu menghilang?"
"Emhh, kamu tau alasannya, Zoro-kun, ini bukan seperti aku pergi tanpa memberikan penjelasan kan?" Sanji sibuk mengecupi cuping telinga Zoro.
"Maksudmu, alasan bahwa kamu menikah? Dengan Pudding?" Zoro tersenyum sinis.
"Dia hamil, Sayang. Bagaimana bisa aku tidak menikahinya?" jari terampil Sanji membuka kancing kemeja Zoro.
Zoro menggertakan gigi. "Itu bukan sebuah alasan." Mengenyampingkan ereksinya yang mengeras, Zoro menyemburkan kemarahannya. "Saat itu bahkan kamu masih pasanganku, kamu masih kekasihku!"
"Babe, kamu tau aku suka perempuan. Uh, aku suka mereka."
"APA YANG MEMBUATMU TIDAK PUAS DENGANKU?"
"Sayang, aku gay cuman untukmu. Aku suka ketika penismu menghantam prostatku, rasanya membuatku melayang, seperti kepalaku ingin meledak dalam sensasi menyenangkan," tangan Sanji meraih ereksi Zoro, ia mengelusnya dengan perlahan.
"Lantas kena—"
"—tapi aku tetap suka lubang perempuan. Aku suka ketika otot vagina mereka memijit pelan penisku. Meski aku tetap sangat suka, ketika penismu menghantamku dalam. Aku tidak bisa lepas darimu, Zoro-kun. Uh, jadi bisakah sekarang kamu memasukiku? Aku sungguh-sungguh merindukanmu." Sanji telah melepaskan celananya dan menggesekan analnya ke ereksi Zoro.
Zoro menatap Sanji dengan tatapan putus asa. Namun, kebenaran bahwa ia tidak bisa menolak permintaan Sanji yang menatapnya sensual lebih membuatnya putus asa. Lantas ia mendorong balik Sanji ke ranjang, lalu memulai semua keinginan Sanji.
***
"Emhh, Zoro-kun, kamu tetap senikmat itu," Sanji bermanja di dada Zoro. Klimaks membuatnya ngawang dan ia sedang menikmati sensasi itu.
Belum sempat Zoro menyahuti perkataan Sanji, dering panggilan terdengar. Sanji merentangkan tangan, meraih ponselnya lalu menggeser bulatan hijau.
"Ya, Pudding. A-ha, ahh, aku mengerti, setelah dari tempat temanku, aku akan membelikan susu untuk bayi kita. E-hem, oke, aku mengerti. Ya, Sayang, tentu aku juga mencintaimu."
Panggilan terputus, Sanji beranjak dari kasur, lalu memunguti bajunya dan memakainya.
"Zoro-kun, aku harus pulang, Pudding mencariku."
"Jangan datang lagi. Jangan datang lagi, Sanji."
"Zoro-kun, aku merindukanmu, dan kamu tega berkata begitu padaku?"
"Tidak, aku tidak bisa."
Sanji merangkak naik ke kasur usai semua bajunya terpasang. Ia duduk di atas perut kotak-kotak Zoro, mengelus dadanya sensual, lalu memberikan sebuah tanda di dada Zoro.
Zoro bahkan tidak mempu menahan Sanji untuk melakukannya.
"Aku akan terus merindukanmu dan aku akan terus datang, jadi tetap sambut aku, hm, Zoro-kun?"
***
Sanji telah pergi dari apartemennya sejak lama, Namun Zoro bergeming dari posisinya. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan putus asa.
Padahal, sejak awal ia tau, Sanji sangat suka perempuan. Sanji datang kepadanya karena tubuhnya, bukan karena cinta, seperti apa yang ia rasakan kepada Sanji.
Bahkan Sanji menyampaikan berita pernikahannya dengan Pudding tanpa ada ekspresi bersalah. Tanpa memedulikan bahwa tiap persetubuhan mereka Zoro selalu membisikan betapa ia mencintai Sanji. Namun, Sanji tak pernah membalasnya. Lelaki itu datang dengan rasa rindu atas persetubuhan mereka, bukan rasa rindunya pada Zoro.
Bahkan setelah semua kebenaran itu, Zoro tetap tidak mampu menolak kedatangan Sanji, yang di mana, ia sendiri tau, Sanji datang hanya untuk persetubuhan mereka.
"Ha, betapa menyedihkannya dirimu, Zoro," Zoro berbisik dengan air mata menetes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekumpulan Cerita Absurd Fanfiction
ФанфикKurang lebih aja dengan cerita saya yang cergam. Bedanya, ini murni hasil pemikiran, enggak ada patokan-patokan apapun. Patokannya kanya khayalan liar saya, hahahah. Platform ini sama seperti dengan Cergam, sumber karakter bisa dari mana saja. Selam...