Chapter 2.

662 35 3
                                    

.

.

.

.

.

.

.

.

"A-apakah kau yakin..?, ceritanya memang sangat aneh untuk didengarkan.." -Ucap laki-laki itu dengan gugup, sembari menatap Solar.

"Jelaskan saja, sialan!" -Bentak Halilintar dengan tegas, ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

"J-jika Yang Mulia dan temannya mau mendengarkannya, baiklah..





















Beberapa hari yang lalu.. saya dan istri saya sedang mencari tempat penginapan untuk istri saya yang akan melahirkan.. tetapi, orang-orang menolak dan memberikan alasan bahwa mereka tidak mempunyai ruang lagi untuk kami, saya semakin panik dengan keadaan istri saya yang telah jatuh sakit juga. Lalu kami pun terus mencari dan mencari tempat untuk kami berdua, tetapi hasilnya nihil.., kemudian kami menemukan sebuah jimat yang berlogo aneh jatuh dari sebuah pohon, awalnya saya tidak mempercayai apa yang saya lihat, karena jimat tersebut berkilau seperti berlian dimalam hari. saya pun mempunyai ide dan mengambil jimat tersebut dan memulai untuk menjualnya, tetapi.. sedihnya tidak ada yang mau beli jimat tersebut karena orang-orang berkata bahwa jimat tersebut terkutuk, saya tidak mempunyai waktu yang banyak lagi karena istri saya sedang menderita. saya pun berteriak untuk meminta tolong, mengharap ada seseorang yang mendengar walaupun hutan ini terlihat sepi. lalu kulihat ada seorang laki-laki tampan memakai jas berwarna merah, hitam dan putih bercorak petir. pemuda itu sedang menawarkan jimat yang saya jual dan sebagai ganti dari jimat tersebut adalah rumah ini, saya pun menerimanya dan pemuda itu tersenyum dan berkata..
"Walau keadaan kau yang menderita begini, engkau masih bisa semangat untuk mencari jalan yang tepat untuk keluargamu.. sungguh kehidupan yang sedih. tetapi, jangan kecewa wahai manusia.. akan kuberikan anakmu, sebuah hadiah yang mustahil untuk orang lain dapatkan. pakailah hak itu untuk menyelamatkan dunia ini.." ucap pemuda itu sambil menghilang diudara seperti hantu. tak lama kemudian, jimat yang kukasihi kepada pemuda itu muncul lagi dihadapanku dan meledak bagaikan bom. lalu muncul lah sebuah topi berlogo seperti jimat tersebut tepat di tempat ledakan itu" -Ucap laki-laki itu sambil memberi topi yang berwarna putih dicampuri oleh warna merah, hitam dan sedikit kuning kepada sang peramal. Solar pun tercengang dan diam sementara matanya yang berwarna silver berubah menjadi merah darah yang pekat.

"Solar..? Hey! Solar! Fokuslah!" -Teriak Halilintar dan mengguncangkan tubuh Solar perlahan, 2 menit berlalu. Solar pun kembali tersadar dan matanya yang berwarna merah pun kembali menjadi silver, sang peramal tersebut terlihat pucat dan berkata

"D-dia.. anakmu.. adalah kunci untuk mengalahkan 'dia'..!" -Ucap Solar sambil menatap laki-laki tersebut dengan terkejut.

"A-apa?! anakku? mana mungkin.. 𝙖𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙠𝙖𝙪 𝙮𝙖𝙠𝙞𝙣..?" -Laki-laki itu pun tidak mempercayai perkataan sangat peramal tersebut.

"Dia adalah peramal legendaris yang banyak dikenali oleh orang-orang. Solar Light." -Ucap Halilintar dengan dingin, merasa bangga terhadap sahabatnya.

"Solar.. Light? apakah kau mengenali Silvia Light?" -Ucap laki-laki itu sambil menatap Solar dengan harapan.

Solar pun sangat amat terkejut, bagaimana dia tahu nama adik perempuannya yang hilang? jangan-jangan..!

"S-silvia?! bagaimana kau tahu dia..? jangan-jangan.. K-kau.." -Bentak Solar kepada laki-laki tersebut, merasa sangat bahagia.

"Iya.. ini aku, Gamma." -Ucap laki-laki itu, tersenyum melihat kakak iparnya yang telah lama ia tidak jumpai.

"Gamma.. d-dimana Silvia..?" -Ucap Solar, ia sangat senang dan tidak sabar melihat adiknya yang telah lama hilang.

"Tenang, dia baik-baik saja Solar. ia sedang istirahat di dalam kamar itu.." -Ucap Gamma, menunjukkan tangannya disalah satu pintu tersebut. harapan istrinya akhirnya terkabulkan..

𝘚𝘰𝘭𝘢𝘳 𝘱𝘶𝘯 𝘭𝘢𝘯𝘨𝘴𝘶𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘨𝘦𝘨𝘢𝘴 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘢𝘮𝘢𝘳 𝘴𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘪𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘨𝘢𝘯𝘨𝘪 𝘬𝘦𝘱𝘰𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢

"S-solar?! ini beneran kamu..?" -Ucap Silvia, adik dari sang peramal tersebut. Merasa senang melihat kakaknya yang lama ia rindukan.

"Iya.. *hiks* i-ini benar-benar aku.. Silvia. *hiks*" -Ucap Solar sambil memeluk adiknya dengan pelan-pelan dan menatap bayi yang ada di pegangan Silvia.

"A-apakah ini.. anakmu?, ia terlihat sangat lucu.." -Ucap Solar tersenyum dan memegang jari-jari bayi tersebut dengan halus.

"Kakak.. apakah kau ingin menamakannya?" -Ucap Silvia, menanyakan sebuah pertanyaan yang membuat Solar terasa lebih senang.

"Bagaimana.. jika kita beri nama dia, Supra?"
-Ucap Solar, ia bisa merasakan kekuatan yang sangat kuat dan terang terhadap Supra.

"Nama yang unik dan bagus.." -Ucap Silvia, dengan senyuman yang halus bagaikan malaikat.

"Solar.. apakah 'dia' adalah bayi itu?" -Ucap sang raja yang melihat kejadian peristiwa yang menghangatkan. Sambil berdiri di belakang Solar.

"H-hali? ternyata kau memang pintar ya.. bisa langsung mengetahuinya.. *tertawa*" -Ucap Solar, ia tidak mengira bahwa sahabatnya bisa langsung menyadari orang yang akan menjadi penerusnya.


'𝘚𝘶𝘱𝘳𝘢.. 𝘒𝘢𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘣𝘪𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘪𝘯𝘢𝘳 𝘥𝘪 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘨𝘦𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯.. 𝘴𝘦𝘣𝘶𝘢𝘩 𝘫𝘪𝘸𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪, 𝘬𝘶𝘢𝘵, 𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘩𝘢𝘵𝘪.. 𝘥𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘪..'
-?

.

.

.

.

.

.

.

.

Author's note:
Halo semuanya! ^^
Ini akan menjadi chapter yang terdapat clue paling penting.

Prophecy's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang