Destiny: Prolog

10 0 0
                                    

Walaupun sudah tiga bulan berlalu sejak kemunculan dungeon di Amethyst, tetap saja hal tersebut tidak pernah tidak menarik untuk dibahas. Ada yang menganggap kehadiran dungeon di negeri ini sebagai sebuah berkah, ada pula yang menganggap hal ini sebagai pertanda buruk. Oleh karenanya, mereka hidup diliputi oleh kegelisahan selama tiga bulan terakhir.

Ayden, seorang murid sekolah menengah atas dengan tatapan datarnya itu tengah menatap dungeon yang berada di sekolahnya. Dungeon yang ada di sekolahnya ini merupakan dungeon pertama yang dikabarkan muncul di Amethyst, letaknya di kota Amerta.

Kehebohan terjadi di mana-mana ketika awal kemunculan dungeon. Banyak orang yang ingin memberitakan hal tersebut hingga menerobos masuk ke sekolah untuk melihat dengan lebih jelas. Belum lagi bunyi helikopter yang terus-menerus terdengar hingga menganggu proses belajar-mengajar. Dan yang sudah pasti terjadi adalah kemacetan lalu lintas yang mematikan. Sekolah pun sempat diliburkan selama dua pekan akibat hal tersebut.

Dungeon yang tiba-tiba muncul di atas sana tentu saja sangat menarik untuk diteliti. Oleh karena itu banyak para ahli yang berlomba-lomba mencari tahu tentang dungeon tersebut. Walaupun sampai sekarang belum ada jawaban atasnya.

"Itu tuh portal menuju isekai," ujar Athan—teman Ayden—yang tengah berdiri di koridor sembari menatap dungeon tersebut.

"Gak masuk akal," balas Asa.

"Dungeon muncul tiba-tiba aja udah gak masuk akal," ucap Ayden setelah menguap.

Betul, kehadiran dungeon secara tiba-tiba saja bukan merupakan hal yang masuk akal. Ayden pikir hal tersebut hanya ada di game, namun lihatlah sekarang ... dungeon terpampang nyata di atas sana. Dalam game, dungeon biasanya berisi tantangan yang harus dilalui oleh pemain. Namun, apakah hal tersebut juga berlaku di dunia nyata? Tantangan akan mereka hadapi?

"Gimana misal dungeon-nya ngeluarin monster dan dunia kita berubah jadi permainan modelan role-playing game? Apa yang bakal lo lakuin?" tanya Asa. "Misal woi misal," tambahnya saat menyadari kedua temannya menatap dirinya dengan tatapan aneh.

"Refleks terima kenyataan. Gue langsung ngebuat aliansi, alias kita kudu party. Terus gue bakal selalu grinding farming dan ngehemat item, sayang soalnya. Aing mau jadi tukang farming sampai late game alias main belakang," jawab Athan.

"Lo juga bakal hemat item, Den?"

"Hm." Laki-laki dengan headphone di leher itu berpikir sejenak sambil menutup mulut dan hidungnya karena menguap. "Awalnya gue mau gitu. RPG biasanya emang kebanyakan grinding dan farming biar dapat banyak item. Mau dipake tapi takut cepet habis, belum lagi inget perjuangan untuk dapetin item-nya, jadinya sayang." Ayden diam sejenak sambil menumpu wajahnya di besi pembatas. "Kalau berdasarkan pengalaman gue, niatnya mau dipakai pas darurat doang, tapi pas darurat malah gak kepikiran dan berujung numpuk di inventory. Habis itu naik ke level yang di mana item-nya gak dibutuhin lagi. Jadi, setelah dipikir-pikir gue gak bakal hemat item. Gue bakal pakai item-nya pas ngelakuin quest selagi bisa."

Athan diam mencerna ucapan Ayden, setelahnya ia mengangguk. "Paham, paham." Setelah itu ketiganya diam tak bersuara. Sejuknya udara setelah hujan membuat mereka nyaman. Pandangan mereka semua tertuju pada dungeon bercahaya biru itu.

"Gimana ya rasanya megang dungeon? Apa bakal kayak nyentuh udara?" Athan bertanya setelah lama terdiam sambil meraba-raba udara. "Soalnya dungeon yang di atas tuh kan kayak cahaya yang ngebentuk pintu," ujar Athan.

"Ah, waktu awal-awal muncul bukannya banyak yang ngelempar benda-benda ke arah dungeon? Ya, walaupun gak nyampe." Ayden menimpali.

Asa terkekeh. "Gue jadi inget berita tentang orang yang ngelempar kerikil ke dungeon pakai helikopter."

"Hah?"

"Iya, dia terbang pakai helikopter buat ngelempar kerikil ke dungeon doang. Dia ngelemparnya di batas minimal jarak kita sama dungeon di udara alias lima meter. Lo tau gak habis itu apa yang terjadi?" tanya Asa yang dibalas gelengan kepala oleh Ayden dan Athan.

"Kerikilnya langsung mental padahal masih ada jarak satu meter sebelum nyentuh dungeon-nya. Mana kecepatan mentalnya tinggi banget. Kerusakannya juga lumayan parah untuk ukuran kerikil."

"Huh?"

"Kerikil yang mental mendarat di kaca dari mobil yang lagi parkir. Lo tau, kaca mobilnya langsung bolong kanan kiri, bahkan kerikilnya langsung nancep di pohon." Dengan mulut yang sedang mengunyah permen karet Asa terkekeh. "Dipikir-pikir semuanya emang gak masuk akal."

Ayden menatap Asa aneh. "Lo baru mikir semuanya gak masuk akal?"

Ketiga orang tersebut membisu kembali sambil berdoa dalam hati, berharap bahwa dungeon tersebut bukanlah sesuatu yang membahayakan.

🕊️ 🤍 🕊️

Kiamat. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan kota Amerta sekarang. Atau mungkin seluruh kota di negara ini.

Padahal beberapa saat yang lalu keadaan kota seperti malam-malam biasanya; ramai tapi tertib. Banyak toko-toko yang berjualan dan orang-orang berlalu lalang. Namun tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang dipastikan berasal dari sebuah dungeon yang disusul oleh dungeon-dungeon lain.

Orang-orang sekitar tentu terkejut karena bunyinya yang sangat keras, dan keterkejutan mereka ditambah oleh kehadiran makhluk aneh yang keluar dari dungeon tak lama setelah ledakan.

[play multimedia for a better experience]

Ketertiban masyarakat hilang, rasa panik langsung menyelimuti. Apalagi ketika makhluk aneh yang seperti monster itu menyerang orang-orang yang berlalu-lg.

"IBU!"

Teriakan terdengar di mana-mana, kendaraan banyak yang bertabrakan, banyak dari mereka yang terinjak-injak di dalam kerumunan, anak-anak mencari orang tuanya, orang-orang berlari tak tentu arah hingga bertabrakan satu sama lain. Ini benar-benar kacau.

"AAAAA!!!"

Suasana jauh dari kata kondusif, tidak ada yang tidak panik saat menghadapi situasi sekarang. Bagaimana tidak, mereka melihat monster tersebut tak hanya menyerang manusia, melainkan membunuh hingga tubuh manusia yang diserang mengeras seperti batu. Bahkan banyak dari monster tersebut yang memakan tubuh mangsanya.

"A-ampun."

Darah di mana-mana dengan mayat yang terus bertambah. Tidak ada yang pernah menginginkan kejadian ini terjadi. Tidak terpikir oleh mereka bagaimana caranya selamat dari serangan monster selain berlari ke tempat aman untuk menyelematkan diri.

Sekali monster tetap monster. Tidak peduli siapa orangnya, monster-monster tersebut terus menyerang secara membabi buta hingga kota Amerta berubah menjadi lautan darah.

Srak.

Bunyi pedang memotong sesuatu terdengar. Pandangan beberapa orang tertuju pada kepala monster yang terpenggal dan perlahan-lahan lenyap menjadi debu. Mereka lalu menatap seorang remaja laki-laki yang memegang pedang di tangan kanannya.

Ternyata beberapa manusia mengalami awaken. Mereka tiba-tiba dianugerahi cakra yang berlimpah dengan kemampuan berbeda-beda. Ada yang berpedang, menggunakan pistol, bahkan menyerang monster dengan pukulannya.

Namun, karena serangan monster yang membabi buta sebelumnya, banyak dari umat manusia tewas, bangunan-bangunan hancur, kerusakan di mana-mana, dan orang-orang yang selamat mengalami luka berat.

Kejadian tersebut terus berlanjut hingga saat ini. Terjadi kemunduran di mana-mana akibat kerusakan yang terjadi. Guild-guild didirikan untuk merekrut dan memfasilitasi para hunter—orang yang memburu monster—agar bencana ini bisa dihentikan.

Lalu, bagaimana kelanjutan kisahnya? Apakah para hunter berhasil menghentikan bencana ini?

--ooOoo--

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang