Saya merasa terjebak di dalam kabut yang semakin tebal. Hari-hari mengalir begitu cepat, dan kenangan-kenangan mulai memudar, satu per satu.
Namun, ada satu saat yang tidak pernah pudar dalam pikiranku, tak peduli seberapa keras Alzheimer mencoba merenggut kenangan itu dariku.
Hari itu tampak seperti hari biasa, matahari bersinar terang, dan langit cerah berwarna biru. Tapi, sesuatu di dalam diriku merasa berbeda dengan anak muda yang dikenalkan padaku hari itu.
Saya terseret ke dalam gravitasi senyumnya, dan tanpa sadar, langkah kakiku menghampiri Keenan. Kami mulai berbicara, dan seolah waktu berhenti saat itu juga.
Saya bisa melihat kalau Keenan tertarik dengan tubuh saya.
Saya coba ajak dia ke rumahnya, namun ia masih tinggal bersama orang tuanya, saya mengundangnya ke tempat saya, Keenan setuju.
Saya berusaha membuatnya nyaman, tapi Keenan gugup sekali. Apalagi setelah saya membuka baju.
Saya mengajaknya ngobrol, menceritakan diri saya, dan masa lalu saya, saya bercerita soal saat saya seumurannya saya juga gugup sekali.
Saya bilang kita tidak perlu melakukan apapun yang kamu tidak mau. Saya tahu anak muda jaman sekarang mengira mereka harus langsung ke penetrasi anal.
Keenan tampak lebih relax. Saya langsung tau kalau Keenan belum berpengalaman, tapi saya memilih untuk tidak membahasanya, karena saya kuatir Keenan akan merasa tidak nyaman dengan topik itu.
Entah mengapa bagi generasinya, keperjakaan yang masih utuh itu semacam status memalukan yang harus disingkirkan.
Saya memang old school, menurut saya, keperjakaan itu sesuatu yang berharga dan indah.
Saya merasa begitu terhormat diberikan kepercayaan oleh Keenan, dan saya berjanji sebagai sosok yang lebih tua, untuk memberinya pengalaman seindah mungkin.
"Boleh aku minta dipeluk?" tanya keenan
Saya memeluknya, sambil tiduran. Saya hanya ingin membuatnya merasa aman dan diterima. Tubuh Keenan yang belia dan bening tampak kontras dalam pelukan saya.
Keesokan paginya Keenan mengaku bahwa kemarin malam adalah tidur terlelapnya setelah dua tahun belakangan ini.
"Makasih ya, peluk aku semaleman," kata Keenan.
"Kapanpun kamu merasa butuh, datanglah kemari." kata saya.
Saya melihat kontol Keenan sangat tegang, Saya berniat menyentuh dan mengelusnya, namun saya merasa takut membuat Keenan tidak nyaman.
Saya mencoba menyentuh pahanya, namun melihat Keenan tidak nyaman, saya segera menghentikannya, dan membiarkan situasi berkembang sesuai kehendak dan kenyamanan Keenan.
Malam itu saya tidak berejakulasi, namun saya tidak keberatan, asal Keenan nyaman.
Pada malam kedua ia mengunjungi saya, saya sudah membeli Playstation 4. Hal ini membuatnya jauh lebih nyaman dengan Saya. Kami yang dipisahkan oleh umur bisa berbagi kesenangan dan mencairkan suasana.
Dalam waktu singkat, Keenan cepat merasa akrab dengan saya. Dengan bantuan game saya bisa melepaskan topeng kewibawaan yang saya kenakan sepanjang hari di kantor.
Keenan muali percaya diri dan mempercayai saya, ia bahkan berani memuji tubuh saya. Menurutnya tubuh saya terlihat kuat seperti tokoh Gouken di game itu.
Saat dia berbicara, kepalanya tertunduk, wajahnya merona merah, kata-katanya terbata-bata. Begitu menggemaskan.
Saat bermain bareng saya selalu berinisiatif memeluk Keenan, karena saya tahu dia merasa nyaman dalam pelukan saya, tapi saya tidak berani berbuat lebih, saya ingin Keenan yang memimpin, saya ingin Keenan tidak merasa dipaksa atau diburu-buru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapa Aku?
Short StorySatu-satunya kepuasan seksual yang penting adalah kepuasan Keenan. Kebahagian yang saya dapatkan hanyalah dengan melayani semua kemauan Keenan. Kalau Keenan ingin melihat saya menderita, saya akan menderita untuknya, sampai ia puas, dan saya akan be...