08

14 1 0
                                    

Nevan beserta kedua orangtua juga sahabatnya Dika, kini berada di depan sebuah rumah minimalis bertingkat dua dengan cat putih di padu warna hijau daun. Hari sudah malam ketika mereka sampai di kediaman milik kakak Arsalan. Mereka memang sengaja datang di malam hari karena tidak ingin mengundang tatapan orang-orang di sekitar rumah itu.

Mereka pun melangkah mendekati pintu pagar yang tampak terkunci. Nevan yang lebih dulu sampai segera menekan tombol yang berada di tembok pagar.

Setelah menunggu beberapa saat, pintu pagar itu terbuka dan menampilkan seorang gadis yang tampak terkejut melihat kedatangan mereka.

"Kalian..." Riri. Gadis itu berusaha menghilangkan rasa terkejutnya kemudian melanjutkan ucapannya. "Ada apa kalian kemari? Ini sudah malam, sebaiknya kalian pergi." Usir Riri secara terang-terangan. Gadis itu sudah mengetahui apa yang terjadi pada sahabatnya saat di taman siang tadi.

"Bisakah kami bertemu dengan Narasya? Kami tidak bisa pergi sebelum semua masalah ini selesai. Tolong, ini demi kebaikan kita semua." Anjani kini berada di samping Nevan dan berusaha membujuk kakak dari Arsalan itu.

"Kak? Kenapa lama? Siapa yang datang?" Arsalan tiba-tiba saja datang dari belakang Riri.

"Kalian..." Arsalan sama seperti Riri yang terkejut melihat kedatangan keluarga Xavier.

"Kami mohon, kami ingin bertemu dengan Narasya..."

"Kak, biarin mereka masuk." Riri dengan segera menoleh pada sang adik.

"Tidak! Kau lihat apa yang terjadi tadi siang pada Nara setelah bertemu dengan bajingan itu?!" Semua terkejut dengan perkataan kasar juga tangan Riri yang menunjuk Nevan. "Jika dia bertemu lagi dengan bajingan itu, kondisinya akan semakin drop, Arsalan!" Arsalan menghela napasnya. Kakaknya ini. Dia menegurnya dan juga Lanita saat berkata kasar tentang Nevan di belakangnya, tapi dia sendiri berkata kasar langsung di hadapan orangnya bahkan keluarga pria itu. Ia tak habis pikir.

Arsalan pun menarik sang kakak pelan ke belakangnya lalu dia membuka pintu pagar dengan lebar agar keempat orang itu bisa masuk.

"Silakan masuk." ujar Arsalan.

"Arsalan!" Protes Riri.

"Diam kak. Bairkan kak Nara dan juga Arnesh yang menyelesaikannya. Kita nggak berhak untuk ikut campur." Riri mendengus kesal dan membiarkan keempat orang itu masuk. Ucapan Arsalan memang benar, mereka tak berhak ikut campur. Tapi kesehatan Nara yang lebih penting.

"Aku ingatkan pada kalian untuk tidak memaksa Nara." Riri tak peduli dengan status keluarga Xavier, yang jelas kesehatan Nara adalah yang paling penting sekarang. Setelah berucap seperti itu, Riri melangkah masuk mendahului kelima orang di belakangnya.

Saat ini mereka sedang duduk di sofa yang berada di ruang tamu kediaman Riri.

"Maafkan kami karena datang malam-malam begini. Tapi, masalah antara Nevan dan Narasya harus segera diatasi." ujar Devan.

"Nggak apa-apa Om, saya mengerti." ujar Arsalan. Sedangkan Arnesh yang berada di sisinya memilih diam.

Disisi lain, Nevan sesekali melihat ke arah perginya Riri yang akan memberi tahu Nara tentang keberadaan mereka. Tapi, sudah sepuluh menit berlalu keduanya tak muncul. Nevan menghela napasnya kemudian menatap dua lelaki yang duduk di seberangnya serta keluarganya.

"Arsalan." Sang empu nama menoleh. "Apa selama ini kau tahu dimana keberadaan Kay? Kau pasti tahu kan jika Na--"

"Arsa baru mengetahui itu setelah menjenguk Kayana. Tolong, jangan menyalahkan Arsa ataupun kakaknya." Potong Arnesh. Nevan menatap sebentar lelaki yang kini menatap tajamnya, kemudian mengangguk. Dia tak memperpanjang soal itu setelah mendengar penjelasan dari Arnesh.

LAST LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang