Tepat pukul sebelas malam Dipa memasuki rumah. Rasa lelah sedari tadi menghantuinya, dengan langkah pelan ia menuju satu kamar untuk melihat adik adiknya. Pintu terbuka memperlihatkan Arya dan Ersya yang tertidur nyenyak. Ia mendekat ke kedua adiknya menatap lamat lamat wajah mereka yang damai dalam tidur.
Ia mengusap rambut Arya pelan takut menganggu tidurnya dan beralih ke adik bungsunya yang begitu hiperaktif. Padahal anak itu kelas 1 SMA. Matanya memancing melihat goresan luka di pipi adik bungsunya, walau sudah di obati Namun masih begitu tampak. Ia menyingkirkan anakan rambut yang menghalangi mata sang adik. Menatap apakah benar itu luka gores atau tidak.
"Sshh"
Suara ringisan itu membuat Dipa terdiam mematung, ia tidak tau harus apa dan hanya menatap adiknya dengan khawatir, perlahan mata itu terbuka karena mendengar suara di dekat telinganya
Matanya menatap sang kakak tertua yang berdiri mematung di sebelahnya "Mas kan udah di bilangin jangan kerja masih aja kerja" omelnya
Tersadar, Dipa mendekat ke arah adiknya dan langsung di peluk oleh Ersya "Iya maaf ya, mas cuma ga mau cuma tiduran di rumah. Mas udah sehat kok" Dipa menunjukan bahwa dia sudah mendingan "lihat udah sembuh kan?" ucapnya berbohong
Ersya merasa badan sang kakak masih hangat. menyetuh kening Dipa dengan telapak tangannya "panas gini kok kerja!! Sehat? Sembuh? Mas bohong!! Besok gak boleh kerja!" Larang Ersya
Dipa menggeleng "Mas harus kerja biar bisa bayar uang sekolah kalian, kalo mas gak kerja siapa yang bakalan cari uang buat makan juga?"
"Abang sama adek bisa! kesehatan itu nomor satu. Adek gak mau mas sakit kayak gini jadi mas jangan kerja dulu!"
"Jangan! kalian jangan kerja! Biar mas aja, tap-"
"Mas milih gak kerja atau kita yang kerja?" Ucapannya terpotong karena Ersya menatap kedua mata itu
Dipa menggeleng "nggak dua duanya"
"Yaudah adek ngambek! Jangan ngomong sama adek! Adek ngantuk mau tidur!" Ucapnya tanpa memperdulikan Dipa yang menatapnya
"Itu pipi kamu kenapa? Kok luka?" Tanya Dipa yang terdiam sejenak
"Gak kenapa napa" ketusnya
"Serius dek"
"Iya gak kenapa napa, adek ngantuk mas. Adek gak mau ngomong sama mas kalo mas belum tentuin pilihan dari adek!" Jelasnya dan kemudian pemuda itu kembali tidur dan memeluk sang kakak
Dipa tersenyum sangat tipis dan memilih untuk pergi dari kamar agar tidak menganggu sang adik. Jelas ia tidak menyetujui pilihan sang adik, karena ia tidak mau.
"Mas gak mau kalian kerja...".
.
.
.
Pagi ini seperti biasa Arya dan Ersya bersekolah. Saat mereka bangun sang kakak sudah tidak ada di rumah. Ia pasti kerja. Ersya menceritakan kejadian tadi malam pada Arya saat berjalan menuju sekolah. Dan Arya hanya tersenyum mendengarnya, adiknya itu cemberut sejak pagi pantas saja."Dek pipi kamu beneran gak papa?" Tanya Arya. Pemuda itu mengangguk
"Iya bang, ini gak papa cuma luka gores aja" ucapanya santai
Tadi malam saat Ersya bertemu dengan temannya. Ia di tarik oleh mereka keluar kedai, tak di duga setelah pukul di gang kosong pemuda itu mencekik Ersya hingga tidak bisa bernapas. Seseorang membawa sebuah pisau kecil dari jaketnya. Mereka tidak melukai anak itu. pemuda itu terjatuh dan pisau itu tergores di pipi Ersya. Darah keluar membuat mereka panik dan berlari meninggalkan Ersya yang jatuh terduduk sambil meringis.
Setelah beberapa menit akhirnya Ersya kembali ke kedai itu dengan tangan yang berdarah. Semua yang ada di sana memekik terkejut dan langsung membantunya. Arya yang mendengar keributan di luar segera menghampiri dan melihat sang adik yang tergores di pipinya membuatnya panik dan orang-orang di sana menyuruhnya untuk ke rumah sakit agar mendapat pengobatan yang lebih baik.
"Kok bisa kayak gitu? Kamu ke mana aja?" Tanya Arya serius
"Ah enggak ke mana-mana bang, ini tuh cuma jatuh aja terus kena batu yang tajam" jelas Ersya berkali kali
Arya tentu tidak percaya dengan ucapan sang adik "setajam-tajamnya batu gak mungkin bikin luka, jujur sama abang itu kenapa?" Kali ini sorot mata itu tampak serius membuat Ersya takut
"ERSYAAAA!!"
Teriakan temannya membuat pemuda itu segera menoleh ke depan. Di lihatnya dia berlari menghampirinya dengen tergesa gesa, Ersya tersenyum dan mengucapkan terima kasih karena telah menyelamatkannya
"Eh, kak Arya. Boleh minjam Erysa bentar?" Tanya Tara, Ersya memandang sinis
"Enak aja minjam-minjam memang aku barang apa hah!!" Ucapnya kesal
Arya tersenyum lembut "boleh kok, ambil aja tapi jangan lupa di balik in ya nanti"
"Oke siap!! Kalo gitu kita pergi dulu ya kak"
Arya mengangguk "iya" dan dengan segera temannya menarik pemuda itu menjauh.
.
.
.
Sejak pagi tadi, Dipa sibuk mencari obat yang ia simpan di bajunya kemarin. Sudah hampir satu jam pemuda itu mencari. Namun, tak kunjung menemukannya. Harusnya ia sudah pegi bekerja sebelum kedua adiknya bangun. Melihat bahwa matahari mulai timbul membuatnya mengabaikan obat itu dan pergi. Ia juga harus pergi ke rumah ayahnya untuk meminta bantuan. Beruntunglah hari ini pekerjaannya hanya di dua tempat, di kafe dan restoran. Sedari berjalan tadi kepalanya tidak bisa berhenti berdenyut dan sekuatnya ia tahan. Cara ampuh yang biasanya di pakai adalah memukul kepalanya pelan-pelan dan kuat untuk saat ini.
"Hei kau baik baik aja?" Tanya pemilik kafe kepada Dipa yang terkadang sedikit oleng
Dipa tersenyum tipis "iya pak, saya baik baik aja"
"Kau pucat, sakit? Kalo iya istirahatlah sebentar di sini. Sudah minum obat?"
"E-enggak pak, saya baik baik aja" ucapnya ragu
Pemilik itu tetap menyuruh Dipa beristirahat karena yang datang jam segini adalah mahasiswa dengan tugas dan bisa berlama lama di sana. Pria itu pergi membiarkan Dipa untuk tidur.
"Ini roti dan itu obatnya di minum agar cepat sembuh, kau ini sudah tau sakit masih saja bekerja, kenapa tidak bilang" Dipa tersenyum dan menerima roti serta obat.
"Maaf pak..."
"Tidak apa apa, bapak hanya khawatir denganmu"
Dipa menatap obat itu dengan lamat lamat, apa obat ini bisa meredakan sakit kepalanya? Jujur ia takut obat itu tidak berpengaruh apa apa padanya ia sudah tidak tahan pusing di kepalanya. Sudah setelah jam Dipa tidak bangun bangun membuat sang pemilik merasa iba, sepertinya pemuda itu harus pulang. Pria itu mendekat dan membangunkannya.
"Nak, bangun"
Tapi Dipa tetap tidak bangun dan saat itu ia bersender di dinding perlahan tubuhnya terjatuh saat pria itu menggoyangkannya
"NAK!! HEI KAU KENAPA?!".
.
.
.
.
Senin, 12 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave [END]
FanfictionSemua orang pasti ingin memiliki keluarga yang utuh bukan? Namun itu tidak berlaku pada mereka bertiga. Ibunda mereka meninggal karena penyakit di deritanya dan sang ayah memilih menikah lagi dengan perempuan lebih kaya. Pranadipa dan Arya merawat...