Pergi

6K 842 116
                                    


TYPO

Six month later

"Plis sekali aja"

"Gak"

"Milanoooo"

Milano menggeleng memasukkan pod dan liquit yang tadi Cia gunakan diam-diam dan tertangkap basah oleh Milano kedalam plastik

"Sekali lagi yah Ci, ini peringatan terakhir kamu"

Cia cemberut dengan wajah kesal

"Pake dong otaknya Ci, kamu pikir itu gak bahaya buat anak kita? Kenapa sih? Aku tau susah buat berhenti, tapi kamu pake hati juga dong, aku tau kamu gak sayang sama dia, tapi gak gini caranya, setidaknya biarin dia tumbuh dengan baik"

Cia memandang Milano dengan kening mengerut

"Apa kata lo tadi? Gak sayang sama dia? Eh lo yang harusnya pake otak, kalo gue gak sayang ini anak udah gue gugurin dari kemaren, iya gue tau gue salah. Tapi mulut lo jangan ngomong sembarangan"

"Kalo kamu sayang kamu gak akan ngelakuin itu"

"Gue stres Milano, gue butuh pelampiasan!"

"Apa?! Apa yang bikin kamu stres? Cerita sama aku, aku suami kamu"

Cia terkekeh, "Lo kayaknya kurang rasa tau diri sih kalo kata gue"

"Maksud kamu?"

"Ngomong sama tembok"

Cia beranjak dari duduknya meninggalkan Milano begitu saja di kamar

Wanita itu duduk disofa ruang tamu, menarik nafasnya lalu membuangnya pelan

Cia mengelus perut buncitnya, "Maaf yah dek, kamu pasti sesek yah didalem nyium bau asep nya, mommy yang salah, janji gak kayak gitu lagi. Jangan dengerin daddy, sok tau itu daddymu, masa daddy bilang mommy gak sayang sama adek, mommy sayang banget kok, mommy sayang adek melebihi nyawa mommy sendiri"

Cia menghela nafasnya, memandang kosong pada layat TV sembari mengelus perutnya

Alasan Cia stres adalah Milano sendiri, entahlah, akhir-akhir ini dirinya merasa Milano sedikit mengganggu, bukan maksud Cia, Milano dan kekasihnya. Ya, lelaki itu masih menjalin hubungan dengan kekasihnya. Menikahi Cia, dan masih punya kekasih, Cia juga gak tau otak Milano dimana.

Awalnya, awalnya Cia tidak masalah dengan kekasih Milano, karena seperti pembicaraan mereka di awal, ketika Milano membicarakan tentang Cia dan kehamilannya pada kekasihnya, dengan lapang dada gadis itu justru menerimanya begitu saja, katanya memakhlumi karena bagaimana pun adalah kecelakaan, katanya.

Menurut kekasih Milano, katanya mereka tidak bersalah karena berada dibawah pengaruh alkohol, sejujurnya kasihan.

Andai gadis itu tau yang sebenarnya, pikir Cia.

Cia mulai terganggu saat kekasih Milano datang ke apartemen, menetap lama dan menginap, Cia tidak suka, Cia tidak nyaman. Kedengeran gak tau diri sih padahal gadis itu tidak pernah mengusiknya.

Tapi Cia kesal, Cia ingin marah ketika Milano harus pisah kamar dengannya, enggak, Cia cuma merasa dia jadi kesusahan ini itu, biasanya dia akan menyuruh Milano untuk segala yang dia perlukan, jika lelaki itu tidak ada, Cia harus melakukannya sendiri dan itu melelahkan.

Itu menurut Cia.


Tak berapa lama Milano datang, duduk disampingnya.

Cia memandangnya. Mau kemana? Batin wanita itu melihat Milano yang terlihat rapi, ini minggu biasanya Milano tidak melakukan aktivitas apapun di hari minggu.

MUDA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang