Siapa yang duga lulus kuliah adalah depresi yang lebih berat dari pada krisis moneter?!
Gila!
Itu adalah fase ter-angker dalam tangga kehidupan. Terkhusus aku yang harus mengalami DUA tahun masa nganggur yang 'menyakitkan'.Aku tidak tahu soal kehidupan sarjana muda lainnya, tapi bagiku menganggur dengan sandang 'Sarjana' akan terlihat lebih hina 999999+ juta kali di banding pengangguran biasa.
Tidak peduli sehebat apa kamu semasa kuliah, tidak berarti seluruh organisasi beken yang kamu cintai hingga sering lupa gosok gigi, prestasimu adalah 'dimana kamu bekerja' setelah lulus kuliah.
Coba liat saja si senior beken yang dulu jadi gebetan junior-junior lugu berwajah bening, si ketua BEM yang dielu-elukan dosen dan seluruh penghuni kampus, selepas wisuda beliau dengan jomplangnya menjadi penjaga fotocopy-an depan kampus, magang pula. Hatiku menangis teriris.
Namun saat itu aku masih semester awal, belum mengerti bahwa dunia anak kuliahan itu sementara dan tidak ada apa-apanya pada realita yang ganas ini.
Dulu ketika melihat senior-senior wisuda dan menenteng toga sambil berpose heboh di instagram, aku akan berdecak iri sekaligus kagum. Hati kecilku yang polos diam-diam menginginkan posisi yang sama, 'memakai toga'!!!
Dan setelah berjuang menyelesaikan skripsi haram jadah, yang (sumpah mati) hampir membuatku kehilangan selera hidup, aku akhirnya memakai toga dengan gagah berani.
Hari itu ramai sekali. Ayah Ibu tersenyum bangga, pacarku tertawa cekikikan sembari tak henti mengucapkan kesyukuran beliau memiliki pacar cerdas dan punya gelar yang apik, teman-temanku dikampung mulai menjadikan aku trendsetter dan mulai memikirkan karir sebagai paparazi ku (yang ini asli karangan).
Aku repot sekali hari itu, harus senang sekaligus jumawa diwaktu yang bersamaan.
Dan tibalah hari pertama setelah wisuda. Bangun pagi yang hening dan masih disambut hangat senyuman dan masakan enak dari Ibu, hingga tidak terasa waktu itu melenakanku yang makin lama makin menggendut akibat hanya berkutat dengan rutinitas makan-tidur-boker setiap harinya. Kemudian Ibuku yang sabar dan telaten bagaikan Ibu peri mulai ngotot mempertanyakan aku kapan mau cari kerja dengan urat leher yang mengencang dan taring yang siap memangsa.
Naas.
Begitulah kemudian aku masuk kefase berikutnya, fase mencari kerja yang paling menguras seluruh kekuatan mentalku.
Aku yakin kalian pernah dengar soal istilah 'orang dalam'. Yang akan menjadi sosok 'om jin' yang akan menolongmu dalam mencapai tujuanmu. Dan itu ternyata bukan mitos.
Aku si naif, yang bermodalkan ijasah dari kampus pas-pasan dengan nilai pas-pasan, nekad bersaing dengan orang-orang dari kampus fancy dan bergengsi dan punya jalur khusus pula. Dengan bermodalkan skill alakadarnya dan keberuntungan yang (mungkin) masih tersisa, harus merasakan kegagalan berkali-kali dengan penolakan bertubi-tubi.
Oh dunia, aku pengkor di ujung jempolmu!!!
Aku yang gagal tetap tinggal dan nebeng di rumah orang tua, menjadi babu lepasan yang nyapu ngepel demi sesuap nafkah paket kuota dari Ibu. Meskipun masih sering mendengar teriakan ngotot Ibu yang masih penasaran, kenapa ijasah anaknya tidak bisa berfungsi seperti ijasah anak tetangga yang sekarang ngantor ditempat elit, juga harus merasakan cibiran dan mata elang dari tetangga yang akan mengeluarkan laser judging setiap aku membuka pintu dan mulai menyapu anggun di teras rumah.
Tetangga 1: " Itukan si anak ke dua, ya ampun masih nganggur aja?!" (Wajah kaget dramatis penuh prihatin)
Tetangga 2: " Ya ampun kok yah ijasahnya ngak di pergunakan gitu loh?! " (Volume disetel super kecil nyaris mendesis demi terciptanya suasana hot ala gosip infotainment)
Tetangga 1: " Paling enggak kalau ngak mau kerja minimal nikah, biar ngak ngerepotin orang tua!!" (Damage 999999+)
Begitulah keseharian mengenaskan yang harus ku terima selama kurang lebih dua tahun masa nganggur yang telah mencabik harga diriku, hingga guncangan yang lebih berat datang, pacarku yang mengaku mencintaiku setengah mati berselingkuh dan menikahi wanita karir cantik dan elegan. Meninggalkanku secara sadis dan brutal, menyisakan aku sendirian yang makin di koyak oleh bibir pedas tetangga.
Lengkap sudah jatuh bangunku sebagai sampah masyarakat.
Tapi luka itu ada sembuhnya, sakit itu ada obatnya, dan waktu pasti berlalu.
Dalam perekrutan besar-besaran yang tengah berlangsung dikotaku, aku akhirnya lulus dan menjadi salah satu karyawan (meskipun) magang disebuah perusahaan menengah yang meng-upgrade kehidupanku ke satu fase lainnya.
Fase pengin resign!
Makkkkk, mau kawinnnn!!!!
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan, si Budak Korporat❗
RandomSiapa yang mendambakan menjadi seorang wanita karir yang mandiri? Adakah diantara kalian yang "sudah" menjadi budak korporat? Yang belum, mari merapat. Siapkan mental sekuat baja❗