'Senja itu apa sih kak?' 'Senja itu lembayung.. langit indah dikala sore, tatanan surya kala memasuki belahan lain bumi. Senja itu indah.. seperti dirimu...'
"Senja.. Seenjaaa!!" aku tersentak kaget mendengar teriakan itu. Tepat di telingaku. Aku menoleh dan melotot ke arah Ridwan yang menatapku jengkel.
"Apa sih?! Jangan teriak-teriak kenapa?!" pintaku kesal. Temanku yang satu ini memang sangat menyebalkan! Selalu saja berteriak-teriak di telinga orang seperti macan yang kelaparan.
Yang dibentak malah nyengir kuda, lalu dia duduk di sebelahku. "Maaf-maaf! Jangan marah gitu dong! Aku kan hanya mau membicarakan sebuah berita baru! Lagipula, kamu juga, sih kerjaannya ngelamun mulu!" katanya dengan mata berbinar, seolah penuh dengan penyesalan yang diapit kemunafikan!
"Berita apa?" tanyaku tanpa minat.
"Ada anak baru! Masuk kelas ini!" matanya bersinar menatapku.
Aku menghembuskan nafas, "Dia cewek?" tebakku tanpa memandangnya.
"He-em!" dia mengangguk cepat.
"Cantik?" tebakku lagi
"Ya!"
"Putih?"
"Siipp!!"
"Rambutnya panjang?"
"Oke!"
"Matanya indah?"
"Banget!"
"Bodinya..." kata-kataku menggantung. Tidak mau meneruskanya.
"Keren dan.. Emmhh!" aku membekap mulutnya dengan cepat, sebelum dia mengatakan kata-kata yang tidak ingin kudengar.
"Kalau itu, mah.. tipe cewek idamanmu, bodoh!" aku meliriknya lalu mengambil buku dari dalam tasku dengan menggunakan tangan kananku.
Aku tidak tertarik dengan pembicaraan ini. Sedikitpun tidak. Ini memuakkan. Aku terbayang pada kakakku lagi, ia meninggal setahun lalu padahal ialah pengganti ibuku karena bahkan aku tak pernah memanggil seorang pun di dunia ini dengan panggilan 'ibu'. Orang bernama 'ibu' itu sudah tiada bahkan ketika aku baru bisa membuat gaduh rumah dengan tangisanku.
"Anak-anak! Ayo diam!" tiba-tiba, guru agamaku telah berdiri di depan kelas. Di sampingnya, berdiri seorang cewek putih, berambut panjang dan entah aku bisa mengatakan bahwa matanya itu indah atau tidak.
"Mmff.. mmff!" aku baru menyadari bahwa tanganku masih berada di mulut Ridwan. Dia melotot ke arahku dengan muka merah.
"Oh.. sorry! gak nyadar!" aku langsung melepas tanganku dari mulutnya.
"Eh.. dia cantik, kan?" dia melirik ke arah gadis di depan kelas, haluannya berubah.
"Jangan memandangku seperti itu! Jijik tau!" aku tersenyum mengejek padanya.
"Ayo, silahkan perkenalkan dirimu!" kata Bu Erni kepada gadis itu. Yang disuruh melangkah malu-malu ke depan.
"Nama saya.." dia berhenti sejenak dan memandang berleliling. Entah ini hanya perasaanku atau dia memang melihatku lebih lama daripada yang lainnya?, "Nama saya Pelangi!"
DEG!! Jantungku berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Aku menunduk tak percaya. Aku tau dia mengatakan hal lain lagi, tapi aku tidak mendengarnya. Antara sadar dan tidak, telingaku seperti dibuat tuli olehnya. Sesak. Dadaku terasa sangat sesak!
Memoriku mulai berulah. Kepalaku pening. Bayangan masa lalu tentang kakak mulai merangkak masuk lewat kilasan hitam di depan mataku. Semakin lama, tergambar jelas sosok kakak yang sangat kusayangi. Kakakku Pelangi. Sedetik kemudian, cerebellum-ku memprotes keseimbangan tubuhku.