Memasuki kamar mandi, sudah tersedia air hangat di dalam bathup. Uap airnya memenuhi ruangan berkaca dan tercium harum bunga lavender dan aroma khas lainnya. Tampaknya itu adalah bathup otomatis yang dirancang untuk membuat air tetap hangat di dalamnya. Benar-benar rumah orang kaya. Sean melepaskan pakaiannya kemudian naik ke dalam bathup. Merendam tubuhnya yang masih terasa ngilu.
"Orang kaya sialan!" Sean menyentuh ujung bibirnya yang perih. Sudah agak mengering tadinya, tapi sekarang terkena air membuat luka itu menjadi basah. "Gila! Bagaimana bisa dia memilki penis sebesar itu? Pasti dia memakai obat untuk membesarkannya atau mungkin operasi. Dia kan orang kaya, jadi semua bisa saja dilakukannya."
Sean memejamkan matanya meresapi air hangat yang merasuki pori-pori tubuhnya. Dibasuhya dengan bersih setiap lekukan tubuhnya. "Sebaiknya aku harus segera menyelesaikan pekerjaan dari si Wintz gila itu!"
Acara mandi selesai. Namun Sean melenggang begitu saja keluar dari kamar mandi tanpa membalut bagian intimnya. Walau cuaca dingin di luar sana, tetapi ruangan kamarnya benar-benar hangat dan nyaman. Sean mencari pakaian yang sekiranya pas di tubuhnya. Akan tetapi ia tidak sama sekali melihat ada pakaian yang kebesaran atau kekecilan. Semuanya pas. Bahkan celana dalam yang masih terbungkus rapi, masih beserta mereknya pun ukurannya sesuai dengan pantatnya.
"Aneh," gumamnya tanpa menghentikan kegiatan memakai pakaiannya.
"Itu semua memang untukmu."
Deg
Sean membalikkan tubuhnya dengan cepat. Sungguh kedatangan Yibo membuatnya terkejut. "Sejak kapan kau di sana? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu? Tidak sopan!" Alih-alih menunjukkan sikap marah. Wajah Sean justru memerah menahan malu.
"Sejak kau telanjang dan mempermainkan itumu." Memang benar. Yibo telah ada di dalam kamar disaat Sean masih berada di kamar mandi. Hanya saja, Sean tidak memerhatikan sekeliling ruangan kamarnya. Terutama di bagian dekat pintu kamar yang terhalang sekat tembok.
"Mereka sudah menunggumu di ruang makan. Aku tidak suka penolakan ketika aku berbuat baik." Semuanya datar. Suara bahkan tatapan matanya semua datar, seolah-olah ucapan itu adalah tulisan yang sedang dibaca. Yibo berdiri dari sofa yang didudukinya, lalu keluar dari kamar tanpa sedikitpun menunjukkan keramahannya.
"Masa bodoh! Memangnya aku siapanya? Seenaknya memerintahku," umpatnya sambil merenggut kesal. Tapi akhirnya Sean hanya bisa membuang nafas panjang. Saat ini dirinya memang sedang menjalankan perjanjian dan harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh majikannya.
Suasana ruang makan begitu terasa kental dengan suasana harmonis. Di sana sudah ada Tuan Besar Wintzler dan Nyonya Wintzler tentunya. Seorang wanita yang diketahui sebagai adik dari Tuan Wintzler bernama Eleonora dan adik laki-lakinya yang bernama Alfred. Minus Hana di sana. Gadis kecil itu pasti sudah berangkat sekolah.