Dua Puluh

402 99 8
                                    

"Hati-hati, Saki... Kita tidak ingin menciptakan kecelakaan yang baru hari ini..."

Dad membantuku melepas penyangga leher yang sudah sejak empat hari lalu bertengger manis di leherku. Aku meringis, melepas penyangga sialan ini dan melemparkannya begitu saja. Aku mencoba menggerakkan kepala dan tidak ada yang terjadi setelahnya. Leherku benar-benar pulih!

Tenten dan Kiba juga sudah kembali ke sekolah. Mereka memakai pakaian hangat, salju masih turun meskipun hari ini jauh lebih hangat dari hari kemarin.

Dad mengantarku ke sekolah. Dia bersikeras mengantarku sampai depan ruang administrasi, memastikan aku benar-benar aman dan tidak menyebabkan kecelakaan yang lain.

"Bagaimana kabarmu, eh?! Cidera leher... Itu hebat!"  Suara itik meleter Kiba telah kembali. Hari ini dia tidak membawa makanan ringan apapun di dalam saku celana atau saku mantel atau bahkan di dalam mulutnya. Itu membuatku tertawa.

Hari ini aku memiliki waktu kosong dua jam. Tenten dan aku mengantar Kiba masuk ke kelasnya. Dia mengerucutkan bibir, berkata betapa tidak adil dunia ini. Tenten tertawa terbahak mendengarnya.

"Euwh... Dia benar-benar merusak pemandangan!"  Aku dan Tenten memutar tubuh kami, mendapati Karin Uzumaki dan minion-minionnya berjalan ke arah kami. Karin memakai jaket sport berwarna hitam dari brand terkenal berharga mahal, rambutnya diikat tinggi menampilkan tengkuk putihnya.

Saara mengepang rambutnya di kedua sisi kepala. Dia tidak jauh berbeda dari Karin. Sementara minion-minion lainnya berada di belakang mereka berdua, tertawa seperti orang bodoh.

"Maaf?! Apa maksudnya itu?!"  Tenten maju satu langkah. Aku berusaha menahannya tapi dia menyingkirkan lenganku dari tubuhnya.

"Oopsie... Rekan penyihirnya membela dia. Ckckck..."  Saara menggoyangkan telunjuknya dengan gaya menyebalkan.

"Berhenti menyebut Sakura seperti itu hanya karena Sasuke menolakmu."

Senyum Karin menghilang dari wajahnya. "Apa maksudmu?!"

"Oh yang benar saja! Semua orang juga tahu kalau dia mengabaikanmu. Dia bahkan tidak memberimu kesempatan sedikitpun."  Tenten tertawa genit yang sangat dibuat-buat. Suara tawanya melengking, membuatku terpana karena tawanya terdengar sangat mirip dengan suara melengking Saara.

"Jangan membuatku tertawa! Sasuke bahkan tidak serius dengan cewek jelek itu,"  Karin mengedikkan kepala ke arahku. "Tidak ada yang pernah menolakku, bahkan Sasuke sekalipun."  Aku terkesan dengan Karin Uzumaki, bahkan disaat Tenten berhasil menamparnya dengan kalimatnya, dia tidak mundur sedikitpun. Meskipun suaranya terdengar sedikit bergetar. "Aku yang mencampakkan dia, setelah kami menghabiskan malam panas bersama."

Minion-minion di belakang Karin bertepuk tangan. Bahkan suara tawa mereka jauh lebih keras dari sebelumnya. Aku menoleh ke arah Tenten, meminta bantuannya. Tenten tampak terkejut tapi senyuman tidak hilang dari wajahnya yang cantik.

"Oh, yang benar?! Kalian menghabiskan malam yang panas bersama?! Kalau begitu, biar kutanya satu hal... Dimana letak tato pohon zaitun milik Sasuke?!"

Semua orang tampak nyaris menjatuhkan rahang masing-masing mendengar pertanyaan Tenten. Termasuk aku. Aku meraih tangannya, meminta jawaban atas apa yang baru saja dia ucapkan.

Karin Uzumaki tampak kalah. Dia membuka dan menutup mulutnya seperti ikan dan maju satu langkah. Dia tampak siap menghabisi Tenten saat ini juga. Aku maju dan berdiri di depan Tenten semua minion di belakang Karin menahan lengannya.

"Tampak jelas kalau kau baru saja membual..."  Dengan satu tawa genit terakhir Tehten menarik lenganku dan menarikku ke kelas kosong terdekat.

Aku mencoba mengatur napasku sendiri, menghitung dalam hati. Tenten tidak bisa berhenti tertawa dan begitu kutanya apa maksud kalimatnya tadi, tawanya meledak seketika.

"Apa kau tidak lihat bagaimana wajah mereka tadi?!"

"Aku tahu,"  jawabku cepat. "Tapi bukan itu... Apa maksudnya dengan tato pohon zaitun?!"

Tenten menepuk keningnya sendiri. Seringai muncul di wajah cantiknya membuatku ingin melemparnya dengan sesuatu. "Yah... Jangan salah paham dulu. Tapi bukan salahku kalau tidak sengaja melihatnya. Salahkan pacarmu sendiri."

"Maksudnya?!"

"Tsk... Sasuke pernah melepas kaos olahraganya di belakang lapangan sekolah. Aku sedang mengerjakan tugas kalkulus tidak jauh dari tempatnya. Dia pikir mungkin lapangan waktu itu benar-benar sepi. Tapi nyatanya tidak. Dan... Aku benar-benar melihat tato pohon zaitunnya. Tepat di bawah tengkuk."  Kedua mataku menyipit sementara otakku bekerja. Sasuke membuat tato?! Apa Mr. Dan Mrs. Uchiha tahu soal ini?! "Dan hanya aku yang tahu soal ini. Kau jangan berpikir macam-macam... Aku hanya suka Neiji,"  Tenten menambahkan.

Aku tidak bisa berkonsentrasi pada kelasku selanjutnya. Membuat kesimpulan yang salah pada pelajaran biologi, menggunakan rumus yang salah di kelas trigono, menumpahkan air minum dari dalam botol ketika pelajaran sejarah sedang berlangsung, bahkan harus menahan malu ketika Mrs. Jane berteriak padaku karena aku tidak mendengarkan penjelasannya di depan kelas.

Bel pulang berbunyi. Aku beranjak dari kursi kelas dengan lesu. Hari ini aku benar-benar kacau, semua hal terasa menguras emosi dan tenagaku. Rasanya seperti aku datang bulan lebih awal.

Sasuke menungguku di depan mobil. Dia bersandar pada kap mobil, kepalanya menunduk sibuk memperhatikan sneakers putih yang dia pakai. Dia mengangkat wajah ketika mendengar langkah kakiku mendekat dan senyuman miring muncul di wajahnya.

"Hai..."  Aku menyapanya dengan tidak bersemangat. Aku tahu dia mengerutkan kening dan bahkan mungkin ingin bertanya apa yang terjadi padaku, tapi aku terlalu malas untuk menjelaskan.

Sasuke masuk ke dalam mobil lebih dulu dan duduk di kursi pengemudi. Aku menyusulnya, membuka pintu belakang dan duduk di kursi penumpang. Sasuke memutar kepalanya cepat, kerutan masih berada di keningnya.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Apa?!"

"Duduk di situ... Apa yang kau lakukan?"

"Tidak ada..."

"Kau sedang dalam mood yang buruk?"  Aku menggeleng. "Datang bulan?"  Aku kembali menggeleng. "Seseorang baru saja mencari masalah denganmu?"  Aku kembali menggeleng. "Kalau begitu duduk lah di tempat biasanya."  Dia menunjuk kursi penumpang di sebelahnya dan aku kembali menggelengkapn kepala. "Tsk..."  Sasuke melepas sabuk pengaman, bergegas keluar dari dalam mobil. Dia membuatku bingung. Kemudian tanpa sepatah kata dia membuka pintu belakang mobil dan menggendongku. Benar-benar menggendongku, membuka pintu penumpang depan dan mendudukkanku di sana. Dia bahkan memasangkan sabuk untukku. "Nah... Tempatmu di sini."  Dia berjalan cepat menuju kursi pengemudi dan memasang sabuk untuknya sendiri. Aku masih terlalu terkejut hingga tidak bisa berkomentar apapun. SUV miliknya melaju perlahan menginjak lapangan parkir sekolah.

CAMPFIRE | SSL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang