Kantin. Di sinilah dua gadis yang bernama Anya dan Sisil. Mereka sedang asik menikmati makanan yang telah mereka pesan. Tiba-tiba, datanglah ketiga gadis dengan bibir merah dan jepit rambut di kedua sisi rambutnya. Ketiga gadis itu mendatangi meja seorang gadis berkacamata, berniat untuk mengusirnya."Cupu, minggir lo, ini tempat kami!" bentak Ines, yang dianggap sebagai ketua geng di cs nya.
"Aku mau ngabisin makanan dulu, kak." Gadis itu yang merasa dirinya sebagai adik kelas mencoba untuk tetap menghormati Ines. Sebut saja namanya Yera.
Ines yang merasa geram, langsung menyempar makanan Yera ke lantai, membuat suara antara pertemuan mangkok beling dan lantai terdengar nyaring. Otomatis semua murid yang berada di kantin langsung menoleh ke arah Ines dan kedua temannya. Bagi mereka, pemandangan seperti ini sudah biasa mereka lihat. Jadi biarkan saja jika tak ingin kena masalah. Namun, tidak dengan Anya. Gadis itu terkejut dengan perilaku Ines yang semena-mena.
Sisil yang menyadari wajah Anya tersirat sedikit rasa takut, langsung mencoba menenangkan gadis itu. "Udah, An. Biarin aja, gak usah ikut campur masalah mereka. Lo juga gak usah takut sama mereka, mereka juga manusia, sama-sama makan nasi."
Anya hanya diam sambil melihat
Yera dijambak oleh Ines. Rasa kasihan mulai muncul di hatinya. Rasanya ingin menolong, tetapi ia juga takut. Takut jika dirinya seperti Yera.Melihat Yera yang terlihat sangat mengenaskan, rasa takut Anya pun terkalahkan oleh rasa iba. Ia tak tahan melihat orang tak bersalah di bully seperti ini. Anya bangun dari duduknya dan berjalan ke arah mereka, masa bodo dengan dirinya nanti, yang terpenting Yera selamat.
Sisil yang melihat Anya langsung khawatir. Ia takut jika Anya tak mampu berhadapan dengan ketiga gadis pembully itu. Sisil memilih untuk diam, mengawasi jika ketiga gadis itu mau melukai Anya.
"Cukup. Kalian gak kasihan sama dia, dia gak salah kenapa kalian bully?!" seru Anya sambil memeluk Yera yang terlihat sudah menangis.
Ines melirik ke arah kedua temannya disampingnya. Ia tersenyum miring. "Girls, lihat dia, tadi caper sekarang mau jadi pahlawan," kata Ines sembari melihat Anya remeh.
"Kayaknya perlu kita kasih pelajara nih, Nes," kata gadis berambut gelombang disebelah kiri Ines, yang bername tag Deysa.
"Bener, Nes. Kasih pelajaran aja dia," imbuh gadis dengan rambut seleher yang kerap dipanggil Ara.
Ines mengambil segelas jus mangga dari meja sampingnya. Anya menatap jus mangga di tangan Ines dengan takut. Tangannya panas dingin, wajahnya memanas menahan malu dan hatinya yang merasa tak tenang. Matanya ingin mengeluarkan air mata tetapi ia tahan sekuat mungkin. Dia pasrah.
Saat Ines ingin menuangkan jus itu ke kepala Anya, segera Sisil langsung mendorong tangan Ines sehingga jus yang ia pegang jatuh ke lantai. Sisil membantu Anya dan Yera untuk berdiri.
"Apa-apaan sih lo?! Lo gak usah ikut campur masalah gue ya, dasar murid beasiswa!" kata Ines dengan penekanan di akhir kalimatnya.
Sisil sudah kebal mendengar kata-kata itu yang tertuju pada dirinya. Ia tak menyangkal bahwa dia memang murid beasiswa. Kalau tak karena otaknya dan kebaikan pihak sekolah, mungkin dirinya tak akan bersekolah di sini sekarang.
"Cukup. Lo jangan bikin ulah lagi, kalo gak gue aduin ke kepala sekolah!" ancam Sisil yang membuat Ines mengepalkan tangannya.
"Dasar murid beasiswa miskin, cepu." Ines dan ketiga temannya itu pun pergi meninggalkan kantin. Sisil juga tak memperdulikan perkataan Ines itu. Ia memilih untuk menuntun Anya kembali ke mejanya. Suasana kantin pun mulai seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANYANARA
Teen Fiction"Dunia palsu dan teman palsu." *** Ini adalah cerita tentang Anyanara, gadis rumahan dan introvert yang selalu di manfaatkan oleh teman-temannya. Gadis yang selalu menghabiskan waktunya di depan buku dan sebuah kanvas beserta alat lukisnya. Akankah...