Prolog

60 4 3
                                    

Halo semua 👋

Kenalin ini cerita dan pengalaman pertamaku nulis kayak gini. Banyak banget keresahan yang pengen aku ceritain di sini. SOALNYA ngebuat cerita ini tuh bikin overthingking. Salah satu overthingkingku itu TAKUT CERITA INI GAK SELESAI. Takut mandek di tengah jalanlah. Takut gak konsistenlah. Takut inilah, takut itulah. Ribet banget pokoknya 😭.

 Biar si ovt ini ilang aku pengen coba buat pede. Aku beraniin diri buat upload prolog cerita ini. 

SO WELCOME GAIS 🐾🦈

Selamat membaca dan semoga suka. 

Bagiku pertemuan dan perpisahan bak lelucon. Dia tak luput dari rasa bahagia, sedih, rindu, dan kecewa. Pertemuan yang indah kadang melahirkan perpisahan yang pahit. Pertemuan tanpa diduga kadang melahirkan perpisahan tak terlupakan. Pertemuan tak disengaja kadang melahirkan perpisahan tanpa duga. Konsep pertemuan dan perpisahan terlalu abstrak untuk manusia. 

"Kabar?" tanya pria di sampingku. Aku melirik sekilas, merasa asing dengan pertemuan ini. Rasanya lidahku kelu untuk sekadar bicara. 

"Udah berapa lama enggak potong rambut?" bukan menjawab aku malah balik bertanya. Aneh melihat penampilannya sekarang. Sewindu lalu tampilannya lebih segar. Pria ini tetap tampan apa adanya, namun sorot mata dan raut wajahnya meredup. 

"Lo mau nemenin potong rambut?" tanyanya asal. Aku tersenyum sambil menatap gedung - gedung tinggi. Dia selalu begitu. 

"Kabar baik, kok. Lo gimana?" kataku akhirnya. Pria di sampingku menghela napas berat. Beberapa saat menatapku intens, lalu menghela napas sambil menautkan kedua tangannya. Dari ekor mata aku jelas tahu maksud gerak - gerik itu.

"Gue tahu selama ini lo enggak baik-baik aja, Ra. Jadi, tolong jangan bersikap kayak enggak ada apa-apa." katanya lirih. 

Pertemuan kadang menyesakkan. Ada saja hal yang datang tanpa disangka-sangka. Tidak tahukah kadang kesiapan dibutuhkan dalam banyak hal.  

"Kadang buat bisa terus maju kita butuh pura-pura, kan?" tanyaku pelan. Atensiku masih pada gedung-gedung pencakar langit. "Buat gue pura-pura itu ngebantu buat waras sementara." kataku tersenyum tipis. 

"Justru pura-pura  nyakitin, Ra. Itu racun. Dia kayak bom waktu yang bisa meledak terus ngancurin semuanya berkeping-keping."

"Kalau gitu gue udah hancur berkeping-keping." 

"Ra," lirihnya. Aku tersenyum menatap bola mata yang tampak redup. Dulu, mata ini yang selalu berbinar. Dulu, lewat mata ini aku bisa melihat kerlap - kelip seperti bintang. Sekarang, lihatlah tidak ada pancaran indah itu lagi. Kalau keadaannya lebih santai sudah pasti aku akan mengolok-oloknya. Sudah pasti. 

Ini pertemuanku setelah sewindu berlalu. Pertemuanku saat itu dan kini bagai lelucon. Dan lelucon itu amat berharga. 

Terima kasih yang udah baca 🐾🦈

MAU SUNGKEM BANGET??!!

Aku bener-bener mengapresiasi waktu kalian!!! 

SO THANK YOU SO SO MUCH BROU💙💙💙

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang