Jika di bandingkan dengan teman teman hantu ku yang lain, bisa dibilang Laras lah yang paling lembut dan penuh perhatian. Di saat aku terlalu sibuk dengan tugas tugas sekolahku, biasanya dia akan datang menampakkan diri hanya untuk bertanya "Gaby! kamu sudah makan?" dan jika aku menggelengkan kepala, mulut nya akan mulai menceramahiku sampai kupingku ini terasa pengang.
Pernah waktu itu aku demam tinggi. Dia menemaniku di sisi kasur selama 24 jam penuh, sambil mengomeli ku "kamu pasti sakit karena hujan hujanan kemarin ! aku sudah memperingatkan mu, tapi kamu pura pura tuli. Lihat hasilnya sekarang"
Terkadang juga begini " Gaby, bangun ! kamu belum minum obat loh ! bangunlah sebentar untuk minum ini, lalu baru tidur lagi ! Gaby ! Gabyyy!" dia akan berteriak teriak di samping telingaku sampai aku terbangun dan meminum obatnya.
Rambut yang di kepang dua ala gadis desa adalah ciri khas nya. Dengan warna rambut hitam lebat dan lesung pipi yang menghiasi wajahnya, Laras Elstof sebenarnya terlihat sangat manis. Hanya saja mulutnya yang tak bisa diam membuatnya terkesan bawel dan menyebalkan, sehingga aku enggan mengakui kecantikannya. Suatu hari saat aku sedang membaca buku, tiba tiba dia datang, menyembulkan kepalanya dari buku yang sedang ku baca. Dan dengan santainya, dia bilang "Hei, kamu tau ? aku dulu adalah kembang desa ! Banyak sekali pria yang mau mempersuntingku, tapi selalu ku tolak. yah, walau tentu saja aku tak secantik Carmen, tapi aku jamin di antara orang pribumi kala itu tak ada yang tak mengakui kecantikanku! hihihi"
Aku agak terkejut saat kepalanya tiba tiba menembus buku yang sedang ku baca. Namun, tak lama kemudian perasaan itu menghilang, dan berganti dengan rasa penasaran "Benarkah? Memangnya Carmen secantik apa?" tanyaku sambil menutup buku dan mulai fokus menanggapi Laras. " Sangat cantik, seperti putri dari negeri dongeng. Hmm, dia memang tuan putri sih. Ah pokoknya kamu akan mengerti kalau melihatnya langsung" Balas anak itu dengan berapi api.
"Oh ya? dimana dia sekarang?" Tanpa sadar, aku menanyakan hal itu. Dengan cepat semangat yang tadi terpancar di sorot matanya mulai meredup. Laras tak mengeluarkan sepatah kata pun untuk menjawabku. Aku kebingungan melihat reaksinya. Sepertinya aku salah bicara. "Laras? hei, aku salah bicara ya? Maaf Laras, Maaf... Aku sungguh tak bermaksud apa apa."ucapku sambil menggenggam tangannya. Walau kami tak sungguhan bersentuhan, tapi aku bisa merasakan aura tangannya. Dingin sekali.
"Tak apa, Gaby. Aku baik baik saja" Balasnya sambil melepas tangannya dari genggamanku, dengan ekspresi datar.
Aku baru sadar kala itu, aku sungguh tak tau apapun tentang Laras. Aku hanya tau namanya, dan nama sahabatnya saat hidup dulu, Carmen. Aku pun tak pernah melihat penampakan dari nama yang selalu dia sebutkan itu. Tiba tiba terbesit sebuah perasaan ingin lebih dekat dengannya. Ingin rasanya aku mengenal Laras seperti Laras mengenalku. Sehingga kuberanikan diri untuk berbicara serius dengannya.
"Laras, aku baru sadar. Kamu tak pernah bercerita apapun tentang masa lalumu. Kamu hanya terus terusan menyebut nama Carmen tanpa pernah memperkenalkannya padaku. Berceritalah sedikit, agar aku bisa mengerti kamu. Berceritalah agar kamu tak bersedih lagi ! Aku ingin mengenal mu lebih dekat..." Aku menatap matanya lekat lekat, mata yang terlihat kosong dan tak ada kehidupan itu tengah memandangku sambil mengerenyitkan dahi.
"hmm Gaby, kamu aneh. Kenapa tiba tiba tanya hal tak penting seperti itu? Lupakan saja. Kehidupanku dulu biasa saja seperti orang pada umumnya. Tak ada yang menarik. Dari pada mendengar ceritaku, lebih baik kamu lanjutkan saja membaca bukumu. Cerita di buku itu jauh lebih menarik kan?" Ucapnya sambil berbalik, menembus tembok, dan menghilang. Dia meninggalkan ku yang sedang terbengong bengong atas jawabannya. Aku bahkan tak sempat membalas kata katanya.
Sejak saat itu, Laras tak pernah lagi terlihat. Aku terus menerus memanggil namanya, namun ia tak pernah datang. Setiap malam, diam diam aku menangisi kepergiannya. Aku sangat menyesal dan merasa semua ini karena aku yang tak bisa menjaga lisan dengan baik. Aku mencarinya kemana mana, ke pohon belakang rumah tempat dia biasa bergelantungan sambil bersenandung, ke sekolah tua tempat dia biasa bermain dengan teman teman hantunya, bahkan ke kolam ikan di tengah taman kota tempat dia biasa bermain air. Hasilnya nihil, dia tak bisa ku temukan. Aku tak tahu harus mencarinya kemana lagi.
Rasa sesak begitu menyeruak di dalam dada tatkala aku sadar dia benar benar pergi. Selama seminggu penuh aku menangisinya. Selalu ku sebut namanya saat aku hendak tertidur. Berharap dia mendengar panggilanku dan bersedia datang lagi ke rumah ini.
Sudah dua bulan lamanya ia pergi. Entah kenapa aku masih tak terbiasa dengan kesunyian ini. Biasanya saat pulang sekolah, Laras akan menyambutku dengan omelan omelan khas nya. Atau dia akan menanyaiku tetang keseharian di sekolah tadi. Dia yang pertama muncul saat aku membuka mata dari tidur panjangku. Aku ingat betul, biasanya akan ada omelan darinya jika aku terlambat bangun beberapa menit saja. Sudah lama sekali aku tak mendengar omelan omelannya. Memang, terkadang Laras tak selalu ada di sini. Kadang dia pergi bermain bersama teman teman sealam nya, atau terkadang hanya jalan jalan untuk menjahili orang orang nakal. Namun biasanya tak selama ini. Paling lama dia pergi hanya tiga sampai lima hari saja. Tak pernah sekalipun sampai berbulan bulan seperti ini...
Hatiku resah dibuatnya.
Perlahan, aku mulai menyerah. Aku sudah tak mencarinya, aku sudah tak menyebut namanya lagi saat hendak tidur, aku mulai mengiklaskan dia pergi dengan sejuta kenangan yang tertinggal disini. Malam itu, di saat aku tertidur, aku memimpikan sesuatu. Ada seorang gadis yang sangat cantik berambut pirang, memakai gaun merah muda. Gadis itu terlihat elegan sekali, aku sampai terpana dibuatnya. Aku yakin, dia pasti orang asing. Kulihat dia sedang menggandeng seorang gadis lain yang tak kalah cantik. Gadis pribumi dengan rambut yang di kepang dua, mereka sedang tertawa bersama. Sepertinya aku mengenali gadis pribumi itu, tapi siapa ya? aku tak ingat.
Beberapa saat kemudian scene berganti. Ada banyak prajurit bermata sipit sedang mendatangi sebuah rumah yang sangat megah. Aku tak tahu rumah siapa yang mereka kunjungi. Pemandangan prajurit yang mengepung sebuah rumah itu hanya berlangsung sekitar 3 detik. Lalu lagi lagi scene berganti. Kali ini berlatar di sebuah rumah kecil. Tak ada prajurit lagi di situ. Hanya ada seorang gadis pribumi yang terbaring di ranjangnya dengan api yang menjalar dimana mana. Tak lama kemudian, rumah itu rubuh.
Aku terbangun dengan keringat yang mengucur deras. Tak hanya itu, begitu membuka mata, aku di suguhi pemandangan yang tak biasa. Pemandangan yang selama ini aku rindukan. Laras ada tepat di samping kasur ku. Kami bertatapan lama sekali sampai tanpa sadar air mataku mengalir. Laras hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya seolah berkata "jangan menangis". Itu adalah senyum termanis yang pernah ku lihat dari seorang Laras. Dia berjalan mendekat, sampai menembus kasur ku. Perlahan, dia mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik "Kamu penasaran dengan mereka?".
Aku mengusap air mata yang membasahi wajah ini, sambil mengerenyitkan dahi "Mereka siapa maksudmu?" Tanyaku.
"Mereka yang ada di mimpimu..." Balasnya.
Aku terperanjat kaget. "Mimpi itu darimu ?!" nadaku meninggi, setengah kaget dan berteriak. Kau hanya tertawa melihat reaksiku, seolah olah itu adalah hal yang lucu. Kau tertawa lama sekali, sampai tiba tiba kau berhenti tertawa, dan mulai memasang ekspresi serius.
" Gaby, kamu pernah bertanya tentang kehidupanku dulu kan? aku akan menceritakannya. Persiapkan telingamu, karena ini akan sangat panjaangg..."
Kisah Laras dimulai
Persiapkan mata dan hati kalian
Sudah siapkah kalian mendengarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeruji Laras
Mystery / ThrillerIni adalah kisahnya, semasa jantungnya masih berdetak, saat nadinya masih berdenyut, saat kulitnya belum sepucat sekarang. Aku telah membuka buku kehidupan miliknya, dan dia mempersilahkan kita untuk membacanya. Yang kutahu tentang Laras adalah, ia...