Bencana?

415 33 2
                                    

"Oke, Fang. Bagaimana bisa jadi begini?" Taufan kini bergabung di dalam tenda yang tadinya dihuni oleh Fang sendiri dan Halilintar. Jangan lupakan Gempa yang ikut meramaikan.

Sangat mengherankan bagi Taufan dan Gempa melihat perubahan drastis sikap Halilintar apalagi perubahan itu datang begitu cepatnya. Hampir belum pernah dalam seumur hidup Taufan atau Gempa melihat Halilintar bisa tersenyum-senyim seperti sekarang ini.

"Jujurly, aku jadi takut melihat Hali begini," komentar Gempa. Dia setengah menyembunyikan diri di belakang punggung Taufan seakan si kakak tertua, Halilintar, bisa meledak tanpa peringatan.

Taufan mengamati Halilintar yang kini duduk bersila sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya maju-mundur. Sebuah cengiran dan tatapan netra merah rubi berbinar-binar menghias wajah si kakak tertua. Taufan hanya pernah melihat sikap seperti itu pada adiknya, Thorn. Sangat janggal rasanya bagi Taufan melihat Halilintar berbuat hal yang sama dengan Thorn.

Fang menghela napas panjang. Lirikan matanya bergulir dari Halilintar ke Taufan dan Gempa. "Panjang ceritanya-"

"Pendekkan," tukas Taufan dan Gempa bersamaan.

"Halilintar mabuk," jawab Fang.

Jawaban singkat Fang membuat Taufan dan Gempa tercengang. Keduanya menatap Fang seakan tidak percaya dengan apa yang baru mereka dengar.

"Mabuk? Bagaimana bisa?" tanya Gempa.

Fang memperlihatkan botol minuman yang isinya masih tersisa cukup banyak. "Dia nyobain minuman yang aku bawa ini."

Sebelah alis mata Taufan melengkung ke atas saat ia memperhatikan botol minuman di tangan Fang. "Minuman apa itu?" tanya Taufan sembari meraih botol di tangan Fang.

Sesaat Fang diam dan memutar otak. Ditatapnya botol minuman dan Taufan secara bergantian. "Minuman dari luar negeri... Kamu mau coba, Fan?"

Taufan tidak langsung menjawab. Dia mendekatkan botol yang ia pegang pada hidungnya. Semilir aroma jeruk tercium dari kepala botol yang terbuka. Tidak seperti biasa, aroma jeruk itu terasa lebih segar daripada minuman aroma rasa jeruk sepengalaman Taufan.

"Yah .... Kenapa ngga?" Taufan mengedikkan bahu sebelum menenggak isi botol pemberian Fang.

"Wah enak." Mengembanglah senyum Taufan setelah minuman yang diteguknya itu berlalu dari indera pengecap. "Cobain, Gem." Taufan menyodorkan botol minuman milik Fang itu kepada Gempa.

Sama seperti Taufan pada awalnya, Gempa terlebih dahulu membaui kepala botol yang baru saja diterimanya dari Taufan. Dahi dan alis mata Gempa mengernyit karena ada aroma aneh tidak biasa yang mampir ke indera peciumannya.

"Coba saja, Gem. Enak lho." Taufan mencolek-colek bahu Gempa.

Beberapa saat lamanya Gempa terdiam sebelum pada akhirnya ikutan mencicipi minuman milik Fang. Memang benar apa yang dikatakan Taufan. Minuman itu terasa manis, enak dan lembut di tenggorokan.

"Aku mau lagi." Taufan mengambil botol minuman dari tangan Gempa dan langsung meneguk isinya.

"Jangan serakah. Aku juga mau." Kembali botol minuman berpindah tangan dari Taufan kembali pada Gempa.

Tidak butuh waktu lama dan tidak perlu juga botol minuman milik Fang banyak berpindah tangan sebelum sebuah keajaiban terjadi. Suasana di dalam tenda bertukar menjadi sunyi senyap. Hanya suara nyanyian serangga saja yang terdengar mengisi syahdunya malam dan ....

"Minuman apa ini, Fang ...?" Suara Taufan memecah kesunyian di dalam tenda. Kepala Taufan setengah tertunduk. Sorot netra biru safir remaja yang terkenal rada hyper itu menajam. Alis mata yang biasanya melengkung ceria kini menurun tajam.

BerkemahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang